(Dimuat di Radar Mojokerto edisi Minggu, 31 Maret 2019) Menjemput Gendis Oleh Ken Hanggara Sengaja tidak saya dengarkan nasihat Ibu. Saya ke pasar menemui gadis penjaja kehangatan itu. Namanya Gendis, bukan nama asli. Saya tak pernah diizinkan membaca KTP-nya. Ia mengaku anak konglomerat yang bosan uang dan menjajal jalanan sebagai tempat berpesta. Sesekali ia bilang bahwa ia anak tukang becak yang mati dilindas truk, sehingga terpaksa berhenti sekolah dan di sini ia jual diri untuk hidup. Tidak ada yang jelas soal kisah hidup Gendis. Ibu menolak bukan cuma perkara itu. Soal identitas dapat dicari. Lain dengan kesucian yang diobral ke mana-mana. Itu tidak mungkin dicari, apalagi dikembalikan ke asal, sebagaimana ketika seseorang kehilangan sandal. Gendis memang sundal, tapi bukan sandal, kata saya. Dan dia manusia. Ibu bilang, dengan amarah meluap, "Kalau kamu masih pengen mengawini Gendis, tidak usah anggap saya ibumu!" Saya pergi malam itu
Menghibur dengan Sepenuh Hati