Skip to main content

Posts

Showing posts from March, 2018

[Cerpen]: "Rumah Hutan" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Cendananews pada Sabtu, 3 Maret 2018)       Sejak hutan yang kutinggali digunduli, aku beserta keluargaku pindah ke kota-kota besar. Kami tidak pernah bertahan selama lebih dari lima hari di suatu kota dan itu yang membuatku kemudian mengira betapa hidupku akan berakhir sial. Di hutan, di sebuah komunitas pencinta alam dan pembenci kehidupan modern serta alat-alat elektronik, aku dibesarkan dengan keyakinan bahwa manusia harus menyatu sepenuhnya dengan alam dan kami dilarang memakai alat-alat temuan zaman modern untuk pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya bisa dilakukan oleh tangan kami sendiri.     Tentu saja, dengan kehidupan yang seperti ini, aku tidak mengerti banyak hal yang harus dimengerti oleh siapa pun yang tinggal di kota. Aku adalah anak sulung dari lima bersaudara dan ayahku telah meninggal. Akulah pemimpin di kelompok kami, sebab komunitas di hutan itu telah terpecah belah dan masing-masing kepala keluarga sepakat untuk tak lagi hidup beriringan seperti dulu.

[Cerpen]: "Rahasia di Lantai 4" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Radar Mojokerto, Minggu, 18 Februari 2018)       Aku pindah ke hotel ini dua hari lalu setelah diusir istriku yang curiga bahwa aku telah selingkuh. Sebenarnya aku tidak selingkuh, tetapi aku terpaksa pergi dari rumah dan menyelesaikan masalah kami dengan baik-baik tanpa ribut. Jadi, kupikir, menginap di luar rumah adalah solusi terbaik. Istriku tidak akan bisa berhenti mengomel saat dia sedang kalap.     Hanya saja, sejak check-in sampai detik ini aku belum bisa tidur. Ada yang aneh di salah satu kamar pada lantai teratas, yang berada persis di atas kamarku. Tiap malam di jam tertentu kudengar keributan di sana. Seakan-akan diadakan semacam pesta dan para penghuni kamar itu bebas berlompatan ke sana kemari. Seakan-akan mereka tidak tahu bahwa siapa pun yang menginap di hotel ini juga butuh istirahat.     Pada awalnya, tentu aku tidak terganggu dan berpikir, bahwa kebetulan saja diriku check-in ke hotel ini di saat yang bersamaan dengan diadakannya pesta mereka. Tetapi,

[Cerpen]: "Memilih Cara Mati" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Radar Mojokerto, Minggu, 11 Februari 2018)       Melompat ke jalan adalah satu-satunya pilihan yang dapat kuambil saat itu. Jadi, tanpa sedikit pun bicara, kulemparkan tubuhku ke jalanan dan menyambut truk panjang yang entah berbobot berapa ton. Tubuhku hancur setengah, berguling-guling, dan pada saat itu juga nyawaku melayang di angkasa. Kupandangi mendung yang menurunkan air hujan. Kupandangi darahku yang mengalir menuju selokan. Orang-orang bergerumbul di situ, dan truk yang melibasku, yang sudah berhenti belasan meter jauhnya setelah aku tewas, meninggalkan warna kemerah-merahan di aspal yang barusan dijejak bannya. Di atas sini, aku tidak bisa mendengar suara-suara mereka. Aku hanya bisa berkata kepada diriku sendiri, bahwa: "Aku sudah mati."     Setelah ini, apa lagi?     Aku sudah mati. Karena bosan hidup, kuputuskan sebaiknya aku mati saja. Sebuah truk adalah cara yang paling cepat sekaligus sensasional, kalau Anda ingin mati dan jadi perhatian warga.