Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2018

[Cerpen]: "Penjaga Marni" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Solopos edisi Minggu, 11 Februari 2018)       Aku belum pulang, meski dua jam duduk. Tiga gelas kopi plus sepiring singkong dan pisang goreng tandas, tapi satu-satunya yang membuatku datang belum tercapai.     Marni, dengan wajah polos dan tubuh sintal, ke sana kemari membersihkan gelas dan piring-piring kotor. Sesekali ia jawab pertanyaan pengunjung warung. Kuamati dari pucuk rambut sampai kaki. Dada indah, pinggul ideal, betis mulus, kulit sehalus gading. Semua menarik perhatian dan membuat darah lelaki berdesir.     Satu per satu orang datang dan pergi. Satu per satu Marni menjawab total harga, dengan suara halus yang bila diimajinasikan bisa menjadi cabul. Para pengangguran di balai-balai dua hari lalu, begadang dan cekikikan semalam demi membahas keuntungan apa yang bisa mereka ambil andai Marni mau diajak pergi.     Aku tahu mereka bercanda dan tidak benar-benar mengajak Marni keluar, misalnya ke losmen murah untuk diajak pesta—satu wanita, tujuh lelaki. Minumanny

[Cerpen]: "Tamu Misterius Pembawa Pesan" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Padang Ekspres edisi Minggu, 4 Februari 2018)       Suatu malam kudengar ketukan di pintu rumahku. Aku keluar dan memeriksa siapa yang bertamu di jam yang kurang sopan ini, tetapi tidak ada siapa pun di sana. Aku lalu kembali ke kamar dan sekali lagi mendengar ketukan dari pintu depan. Kukira mungkin anak-anak dusun sedang bercanda, dan memang beberapa tetangga yang belum lama ini kukenal, karena aku warga baru di kompleks ini, mengeluh bahwa anak-anak dusun itu senang memanjat pagar perumahan dan membuat masalah-masalah.     Salah satu tetangga mencoba mengingatkanku, "Anak-anak itu putus sekolah dan kebanyakan mereka dilahirkan sebagai kriminal. Anda harus mulai jaga diri."     Tentu aku tidak tahu bagaimana menanggapi saran semacam itu, tapi tetangga yang berkata begitu tampaknya bisa dipercaya. Orangnya bukan sejenis penyebar gosip yang bermulut tanpa rem; tetanggaku ini terlihat pendiam dan sering menoleh ke kiri dan kanan ketika ngobrol denganku di hari

[Cerpen]: "Dunia Silver" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Takanta edisi Minggu, 4 Februari 2018)       Sarimin merasa dirinya berada di cermin. Anehnya, dia melihat tubuhnya sendiri berbaring di tempat tidur yang letaknya persis di depan cermin. Bagaimana dia ada di dalam cermin kamarnya, serta bagaimana bisa melihat tubuhnya sendiri padahal merasa tidak tidur, ia tidak tahu.     Sarimin mengira ini pasti mimpi.     "Aku harus keluar. Kalau tidak, nanti telat," pikirnya mengingat-ingat janji temu dengan Suketi, pacar barunya.     Namun, ketika hendak keluar dengan melompat, kepalanya terbentur. Dikiranya di mimpi, seseorang tidak terluka meski melompat menembus cermin. Ia terpental sampai punggungnya membentur dinding.     Sarimin bangkit dan melihat sekeliling.     Di luar bingkai cermin ini, semua benda berwarna silver, dari mulai lemari tempat cermin itu berada, meja belajar, kursi, jendela, foto-foto, jam, sampai tempat tidur yang kini ia tumpangi. Semua serba silver.     Sarimin pusing tujuh keliling. Dia sadar

[Cerpen]: "Sartini" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Radar Bromo edisi Minggu, 4 Februari 2018)       Jatuh cinta pada janda penjual dawet membuat hidup Mugeni agak berantakan. Di depan teras kontrakanku, pada suatu subuh, bocah pengangguran ini tersungkur dengan mulut berdarah-darah.     Kutanya ada apa, lalu dia bilang: "Jatuh cinta membuat hidup ini ribet!"     Tentu saja aku paham yang Mugeni maksud adalah Sartini, si penjual dawet yang berjualan sejak jam enam pagi itu, dan remaja sembilan belas tahun sepertinya jelas tak bakal mendapat jalan mulus untuk mencumbu seorang janda, tanpa mendapat omongan sana-sini yang tak sedap. Namun, bagaimana bocah ini bisa babak belur begitu, aku tak benar-benar tahu.     Aku baru tahu setelah di hari yang sama, tepat jam delapan pagi, ibu-ibu yang hobi ngerumpi sedang berkumpul di balai dusun untuk mengimunisasi anak-anak mereka.     Di antara ibu-ibu bermulut lancip itu, kudengar Bu Markonah berkata, "Wah, wah, Mugeni itu memang suka cari masalah. Sudah tahu pacar o