Semalam ada bintang jatuh di langit kota kita
Perjalanan dua jam kusingkat jadi satu setengah
Dan aku berdoa agar setelah ini segalanya baik-baik saja
Kau di sana bahagia
Aku di sini bahagia
Seandainya tubuhku sebongkah es krim rasa cokelat
Semalam aku segenang cairan di lantai kafe itu
Membasahi sepatu dan sandal tukang kencan
Membasahi sandalmu juga yang berada persis di depan sandalku
Dan barangkali membasahi dadaku sendiri yang rongga
Mati kutu semalam ditutup pertunjukan bintang jatuh
Di bawah langit kota ribuan orang tumpah ruah
Tetapi hanya aku yang melihat bintang jatuh
Dan aku berdoa dengan panjang di perjalanan
Sambungan doa-doa terdahulu yang kurang ajar
Sebab tanpa izin dan permisimu
-5 Juni 2016-
Showing posts with label puisi. Show all posts
Showing posts with label puisi. Show all posts
Monday, 13 June 2016
[Puisi]: "Mati Kutu" karya Ken Hanggara
[Puisi]: "Kado" karya Ken Hanggara
Suatu malam sekotak kado menjebol atap kamarku
Kubuka kado aneh itu dan kutemukan namamu
Nama dari dua huruf vokal dan tiga konsonan
Besoknya aku demam dan aku jatuh cinta
Besok lusanya aku terluka dan aku masih jatuh cinta
Cinta tidak pernah salah
Cinta selalu datang tiba-tiba, tetapi tidak selalu bahagia
Ada luka di sana
Ada lubang di sana
Ada manis dan tawa yang dicetak dalam rongga dada
Barangkali semua itu perlu
Agar seribu tahun lagi ada kenangan yang bisa diputar
Entah oleh siapa
-24 Mei 2016-
Kubuka kado aneh itu dan kutemukan namamu
Nama dari dua huruf vokal dan tiga konsonan
Besoknya aku demam dan aku jatuh cinta
Besok lusanya aku terluka dan aku masih jatuh cinta
Cinta tidak pernah salah
Cinta selalu datang tiba-tiba, tetapi tidak selalu bahagia
Ada luka di sana
Ada lubang di sana
Ada manis dan tawa yang dicetak dalam rongga dada
Barangkali semua itu perlu
Agar seribu tahun lagi ada kenangan yang bisa diputar
Entah oleh siapa
-24 Mei 2016-
[Puisi]: "Surat Itu Belum Aku Kirim" karya Ken Hanggara
Surat itu belum aku kirim
Sudah tertulis rapi dan terbungkus wangi
Ada segumpal belahan jantungku di sana
Ada setetes darah dari dadaku yang lubang
Surat itu tidak banyak berisi kata
Hanya sekalimat: 'aku mencintaimu'
Disertai tambahan-tambahan tersebut di atas
Tapi surat itu belum kamu sentuh
Terselip di antara tumpukan tugasku
Sesekali diresapi keringatku atau darahku atau apa pun tentang luka yang lahir dari sebuah perasaan tak tepat waktu
Surat itu barangkali hanya sesuatu yang kusimpan dalam amplop dan selamanya begitu
Atau barangkali dengan segera dirobek-robek oleh tangan yang kuharap menerimanya dengan terbuka
Dan menyimpannya dengan rapi bersama senyum kerinduan
Tapi, siapa aku?
Suratku berdiam di sini, di dekat hari-hariku
Hari-hari yang berjarak begitu jauh dengan hari-harimu
Jarak yang berusaha kupenggal dengan pisau bedahmu yang tertinggal
Jarak yang kadang mematikanku, atau kadang menghidupkanku, atau di lain waktu membuatku terbang ke Planet Mars
Aku alien dan kau malaikat
Aku alien dalam imajinasi orang gila
Kamu malaikat dalam imajinasi orang gila
Tetapi tidak ada alien bersenda gurau dengan malaikat
Adakah itu cukup membuatku berpikir, "Surat itu akan baik-baik saja"?
Surat itu belum aku kirim
Surat itu ada di sini
Dan terus di sini
Ia hanya akan terbang bebas jika Tuhan menyulap lidahku menjadi lentur
Dan aku akan berkata dengan mudahnya, "Aku mencintaimu..."
Tanpa harus meminta bantuan kata dan segumpal bagian jantung dan setetes darah dari dadaku yang lubang
Aku tidak tahu kapan itu
Tetapi aku tahu Tuhan tidak pernah tidak tepat waktu
-23 Mei 2016-
Sudah tertulis rapi dan terbungkus wangi
Ada segumpal belahan jantungku di sana
Ada setetes darah dari dadaku yang lubang
Surat itu tidak banyak berisi kata
Hanya sekalimat: 'aku mencintaimu'
Disertai tambahan-tambahan tersebut di atas
Tapi surat itu belum kamu sentuh
Terselip di antara tumpukan tugasku
Sesekali diresapi keringatku atau darahku atau apa pun tentang luka yang lahir dari sebuah perasaan tak tepat waktu
Surat itu barangkali hanya sesuatu yang kusimpan dalam amplop dan selamanya begitu
Atau barangkali dengan segera dirobek-robek oleh tangan yang kuharap menerimanya dengan terbuka
Dan menyimpannya dengan rapi bersama senyum kerinduan
Tapi, siapa aku?
Suratku berdiam di sini, di dekat hari-hariku
Hari-hari yang berjarak begitu jauh dengan hari-harimu
Jarak yang berusaha kupenggal dengan pisau bedahmu yang tertinggal
Jarak yang kadang mematikanku, atau kadang menghidupkanku, atau di lain waktu membuatku terbang ke Planet Mars
Aku alien dan kau malaikat
Aku alien dalam imajinasi orang gila
Kamu malaikat dalam imajinasi orang gila
Tetapi tidak ada alien bersenda gurau dengan malaikat
Adakah itu cukup membuatku berpikir, "Surat itu akan baik-baik saja"?
Surat itu belum aku kirim
Surat itu ada di sini
Dan terus di sini
Ia hanya akan terbang bebas jika Tuhan menyulap lidahku menjadi lentur
Dan aku akan berkata dengan mudahnya, "Aku mencintaimu..."
Tanpa harus meminta bantuan kata dan segumpal bagian jantung dan setetes darah dari dadaku yang lubang
Aku tidak tahu kapan itu
Tetapi aku tahu Tuhan tidak pernah tidak tepat waktu
-23 Mei 2016-
Friday, 22 April 2016
[Puisi]: "Kereta" oleh Ken Hanggara
Sebelum kereta berangkat, kubawa koper berisi namamu
Nama dari dua huruf vokal dan tiga konsonan
Hanya namamu
Lalu semua seakan tidak penting
Baju-baju, pasta gigi, sandal jepit, bahkan mobil
Sebab koperku hanya muat membawa nama
Koperku doa dan kereta waktu azan
Hari ke hari bertambah lama kita
Maju ke depan dan koper kian erat kupeluk
Kubawa sampai jauh dan kupikul ke gunung dekat stasiun tujuan
Di stasiun tujuan ada kios kecil
Jual permen, kacang goreng, dan pulpen
Kubeli sebatang pulpen dan sekali lagi kususun namamu di telapak tangan
"Apa?" tanya seorang bocah
"Rahasia," kataku
Namamu rahasia dan biar hanya Tuhan dan barangkali kita yang tahu
Kubawa koper itu sekuat-kuatnya ke puncak gunung
Jika lelah kuintip telapak tanganku
Tentu saja, pulpennya harus kualitas nomor satu
Biar kalau kena hujan, tinta pengukir namamu tidak luntur
Sekarang kereta bersiap-siap
Aku dan koperku--berisi namamu--sudah duduk manis dekat jendela
Ada kamu di puncak kelak
Ada kita barangkali
Ada tujuan
Hidup selalu bahagia jika kita bertujuan
-20 April 2016-
Baju-baju, pasta gigi, sandal jepit, bahkan mobil
Sebab koperku hanya muat membawa nama
Koperku doa dan kereta waktu azan
Hari ke hari bertambah lama kita
Maju ke depan dan koper kian erat kupeluk
Kubawa sampai jauh dan kupikul ke gunung dekat stasiun tujuan
Di stasiun tujuan ada kios kecil
Jual permen, kacang goreng, dan pulpen
Kubeli sebatang pulpen dan sekali lagi kususun namamu di telapak tangan
"Apa?" tanya seorang bocah
"Rahasia," kataku
Namamu rahasia dan biar hanya Tuhan dan barangkali kita yang tahu
Kubawa koper itu sekuat-kuatnya ke puncak gunung
Jika lelah kuintip telapak tanganku
Tentu saja, pulpennya harus kualitas nomor satu
Biar kalau kena hujan, tinta pengukir namamu tidak luntur
Sekarang kereta bersiap-siap
Aku dan koperku--berisi namamu--sudah duduk manis dekat jendela
Ada kamu di puncak kelak
Ada kita barangkali
Ada tujuan
Hidup selalu bahagia jika kita bertujuan
-20 April 2016-
[Puisi]: "Kencan Kucing" oleh Ken Hanggara
Suatu malam seekor kucing mengajak pacarnya kencan
"Kita ke mana, Sayang?" tanya si betina
"Pokoknya oke," jawab yang jantan
Maka mereka menyusuri jalanan
Di pertigaan seekor anjing menghadang
Anjing busuk dan bulukan itu berkata, "Wahai, sepasang kucing, mau ke mana kalian?"
Dengan keteguhan ala Romeo, si jantan menyahut, "Kencan!"
Karena anjing itu bulukan dan bau dan sudah tua, maka ia tidak bisa bergulat
Sepasang kucing pun lewat dengan selamat
Sejak itu, anjing tua tidak pernah berhenti menangis
Ingat pacarnya dulu yang kini sudah mati dan meninggalkannya seorang diri
9-4-2016
Di pertigaan seekor anjing menghadang
Anjing busuk dan bulukan itu berkata, "Wahai, sepasang kucing, mau ke mana kalian?"
Dengan keteguhan ala Romeo, si jantan menyahut, "Kencan!"
Karena anjing itu bulukan dan bau dan sudah tua, maka ia tidak bisa bergulat
Sepasang kucing pun lewat dengan selamat
Sejak itu, anjing tua tidak pernah berhenti menangis
Ingat pacarnya dulu yang kini sudah mati dan meninggalkannya seorang diri
9-4-2016
Saturday, 28 February 2015
Puisi: "Para Tamu"
Pagar besi karatan
Roboh sehabis jumatan
Penghuninya dua orang
Laki-laki dan perempuan
Malah sama-sama riang
Sebab konon pagar itu kurang ajar
Sehabis roboh, pagar mati
Tidak ada jejak, tidak ada jarak
Semua bebas datang dan bermain
Mulai dari saudara, teman, hingga tetangga
Termasuk setan dan malaikat kalau mereka suka
Lalu pada sore semua berkumpul
Bersuka ria di satu atap
Tanpa dosa, tanpa pahala
Semua cuma datar
Sedatar wajah meja para tamu
Apa jarak diperlukan lagi, ketika tidak perlu skala untuk mengukur perasaan?
Laki-laki dan perempuan pemilik tempat saling bergandengan
Malamnya mereka lepas tamu undangan
Dan tidur dengan bibir melipat ke atas
-28 Feb 2015-
Sunday, 20 April 2014
Puisi: "Menjelang Pilpres" karya Ken Hanggara
(1): Gila
Hari-hari penuh fitnah dan prasangka
Semua saling lempar-melempar
Ada koran, TV, radio, ponsel, hingga mulut orang
Tapi segala apa langsung ditelan
Tak peduli meski barang buangan
Apa mereka sudah gila?
Barangkali iya, barangkali tidak
Tapi kemungkinan sih; iya!
Moga-moga bukan kita yang gila
(170414)
Subscribe to:
Posts (Atom)