Skip to main content

Posts

Showing posts with the label puisi

[Cerpen]: "Matinya Penyembah Puisi" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Rakyat Sultra edisi Rabu, 19 September 2018)        Ali Sudarwin pernah mengatakan dalam sebuah diskusi di gedung kesenian di kota kami, bahwa dia akan mati pada umur dua puluh delapan. Pada waktu itu tidak banyak yang menganggapnya serius atau malah tidak ada sama sekali yang menduga bahwa di usianya yang keduapuluh delapan, persis empat tahun setelah ucapan itu dia katakan di diskusi tersebut, dia mati gantung diri.     Saat mendengar kabar itu, aku sakit dan berbaring sendirian di rumah yang kusewa, sebuah rumah yang dapat sewaktu-waktu roboh saking busuknya. Di sini kurawat diriku sendiri dengan banyak istirahat dan minum air putih, karena tidak ada uang untuk pergi ke dokter.     Sejak dulu aku percaya Ali Sudarwin tidak bercanda dengan ucapannya itu. Setelah memastikan yang terjadi bukan mimpi, aku membiarkan penelepon berceloteh sendiri di seberang sana selagi kupandangi langit-langit kamar dan membayangkan teman lamaku itu.

[Puisi]: "Mati Kutu" karya Ken Hanggara

Semalam ada bintang jatuh di langit kota kita Perjalanan dua jam kusingkat jadi satu setengah Dan aku berdoa agar setelah ini segalanya baik-baik saja Kau di sana bahagia Aku di sini bahagia Seandainya tubuhku sebongkah es krim rasa cokelat Semalam aku segenang cairan di lantai kafe itu Membasahi sepatu dan sandal tukang kencan Membasahi sandalmu juga yang berada persis di depan sandalku Dan barangkali membasahi dadaku sendiri yang rongga Mati kutu semalam ditutup pertunjukan bintang jatuh Di bawah langit kota ribuan orang tumpah ruah Tetapi hanya aku yang melihat bintang jatuh Dan aku berdoa dengan panjang di perjalanan Sambungan doa-doa terdahulu yang kurang ajar Sebab tanpa izin dan permisimu -5 Juni 2016-

[Puisi]: "Kado" karya Ken Hanggara

Suatu malam sekotak kado menjebol atap kamarku Kubuka kado aneh itu dan kutemukan namamu Nama dari dua huruf vokal dan tiga konsonan Besoknya aku demam dan aku jatuh cinta Besok lusanya aku terluka dan aku masih jatuh cinta Cinta tidak pernah salah Cinta selalu datang tiba-tiba, tetapi tidak selalu bahagia Ada luka di sana Ada lubang di sana Ada manis dan tawa yang dicetak dalam rongga dada Barangkali semua itu perlu Agar seribu tahun lagi ada kenangan yang bisa diputar Entah oleh siapa -24 Mei 2016-

[Puisi]: "Surat Itu Belum Aku Kirim" karya Ken Hanggara

Surat itu belum aku kirim Sudah tertulis rapi dan terbungkus wangi Ada segumpal belahan jantungku di sana Ada setetes darah dari dadaku yang lubang Surat itu tidak banyak berisi kata Hanya sekalimat: 'aku mencintaimu' Disertai tambahan-tambahan tersebut di atas Tapi surat itu belum kamu sentuh Terselip di antara tumpukan tugasku Sesekali diresapi keringatku atau darahku atau apa pun tentang luka yang lahir dari sebuah perasaan tak tepat waktu Surat itu barangkali hanya sesuatu yang kusimpan dalam amplop dan selamanya begitu Atau barangkali dengan segera dirobek-robek oleh tangan yang kuharap menerimanya dengan terbuka Dan menyimpannya dengan rapi bersama senyum kerinduan Tapi, siapa aku? Suratku berdiam di sini, di dekat hari-hariku Hari-hari yang berjarak begitu jauh dengan hari-harimu Jarak yang berusaha kupenggal dengan pisau bedahmu yang tertinggal Jarak yang kadang mematikanku, atau kadang menghidupkanku, atau di lain waktu membuatku terbang ke Planet Mars Aku alien dan k

[Puisi]: "Kereta" oleh Ken Hanggara

Sebelum kereta berangkat, kubawa koper berisi namamu Nama dari dua huruf vokal dan tiga konsonan Hanya namamu Lalu semua seakan tidak penting Baju-baju, pasta gigi, sandal jepit, bahkan mobil Sebab koperku hanya muat membawa nama Koperku doa dan kereta waktu azan Hari ke hari bertambah lama kita Maju ke depan dan koper kian erat kupeluk Kubawa sampai jauh dan kupikul ke gunung dekat stasiun tujuan Di stasiun tujuan ada kios kecil Jual permen, kacang goreng, dan pulpen Kubeli sebatang pulpen dan sekali lagi kususun namamu di telapak tangan "Apa?" tanya seorang bocah "Rahasia," kataku Namamu rahasia dan biar hanya Tuhan dan barangkali kita yang tahu Kubawa koper itu sekuat-kuatnya ke puncak gunung Jika lelah kuintip telapak tanganku Tentu saja, pulpennya harus kualitas nomor satu Biar kalau kena hujan, tinta pengukir namamu tidak luntur Sekarang kereta bersiap-siap Aku dan koperku--berisi namamu--sudah duduk manis dekat jendela Ada

[Puisi]: "Kencan Kucing" oleh Ken Hanggara

Suatu malam seekor kucing mengajak pacarnya kencan "Kita ke mana, Sayang?" tanya si betina "Pokoknya oke," jawab yang jantan Maka mereka menyusuri jalanan Di pertigaan seekor anjing menghadang Anjing busuk dan bulukan itu berkata, "Wahai, sepasang kucing, mau ke mana kalian?" Dengan keteguhan ala Romeo, si jantan menyahut, "Kencan!" Karena anjing itu bulukan dan bau dan sudah tua, maka ia tidak bisa bergulat Sepasang kucing pun lewat dengan selamat Sejak itu, anjing tua tidak pernah berhenti menangis Ingat pacarnya dulu yang kini sudah mati dan meninggalkannya seorang diri 9-4-2016

Puisi: "Para Tamu"

Pagar besi karatan Roboh sehabis jumatan Penghuninya dua orang Laki-laki dan perempuan Malah sama-sama riang Sebab konon pagar itu kurang ajar Sehabis roboh, pagar mati Tidak ada jejak, tidak ada jarak Semua bebas datang dan bermain Mulai dari saudara, teman, hingga tetangga Termasuk setan dan malaikat kalau mereka suka Lalu pada sore semua berkumpul Bersuka ria di satu atap Tanpa dosa, tanpa pahala Semua cuma datar Sedatar wajah meja para tamu Apa jarak diperlukan lagi, ketika tidak perlu skala untuk mengukur perasaan? Laki-laki dan perempuan pemilik tempat saling bergandengan Malamnya mereka lepas tamu undangan Dan tidur dengan bibir melipat ke atas -28 Feb 2015-

Puisi: "Menjelang Pilpres" karya Ken Hanggara

(1): Gila Hari-hari penuh fitnah dan prasangka Semua saling lempar-melempar Ada koran, TV, radio, ponsel, hingga mulut orang Tapi segala apa langsung ditelan Tak peduli meski barang buangan Apa mereka sudah gila? Barangkali iya, barangkali tidak Tapi kemungkinan sih; iya! Moga-moga bukan kita yang gila (170414)