Skip to main content

Posts

Perkenalan

Recent posts

Mati Tanpa Nama

( Dimuat di ideide.id, 5 Januari 2021 ) Ingin kuakhiri semuanya hari ini. Kota sudah terlalu busuk. Udara tak lagi nyaman kuhirup. Anjing-anjing yang menemaniku sudah kulepas ke tangan para pencinta satwa. Rumahku sudah dimiliki sejumlah gelandangan terbusuk di Kalodora. Tak ada keluarga, tak ada teman atau sahabat. Bahkan beberapa wanita yang sempat menemaniku selama belasan tahun terakhir kini entah di mana. Aku tak yakin mereka masih mengingat sosok lelaki kaya raya kesepian yang memutuskan tak pernah memiliki anak sampai mati ini. Itulah yang membuat mereka kabur satu per satu; mereka berharap menimang anak dari percintaan atau pernikahan kami, sedang aku menolak kehidupan seperti itu. Hari ini, yang tersisa dariku selain baju yang kukenakan, adalah nyawa. Mungkin satu-satunya yang kupegang, yang bukan milikku, adalah nyawa. Aku yakin Tuhan di atas sana menunggu mengambil apa yang bukan jadi milikku. Melihat situasi taman pusat Kota Kalodora yang nyaris tak pernah ramai ini, tiba-

Lelaki Mercusuar

(Dimuat di magrib.id pada Senin, 7 September 2020)   Ibu dan adikku dibawa kapal barang bertahun-tahun lalu dan aku selalu menunggu di tepi pantai hingga mereka datang. Aku duduk di sana setiap hari dari pagi sampai sore dan kadang dari pagi hingga pagi jika aku terlalu murung. Rutinitas melelahkan macam itu terjadi selama entah berapa tahun lamanya. Aku tinggalkan pekerjaan dan pacarku. Aku tinggalkan kehidupanku hingga orang kira aku mungkin sudah gila. Aku tidak yakin apakah aku sudah gila atau belum, tetapi aku tidak dapat lepas dari pikiran soal ibu dan adikku yang pergi dibawa kapal ke tempat yang entah di mana. Aku bayangkan mereka kembali suatu hari nanti dan "suatu hari" itu sering kali cuma berupa "besok". Dan tentu saja "besok" akan selalu berulang sepanjang waktu.   “Besok pasti mereka pulang,” pikirku tiap malam.  

Masa Tua Pengembara

  (Dimuat di Minggu Pagi edisi 28 Agustus 2020) Aku tidak mengenal perempuan itu, tetapi kurasa pernah melihatnya di suatu kota di masa lalu. Kunjunganku ke berbagai kota tidak bisa dibilang sebagai upaya melarikan diri. Maksudku, itu pekerjaanku. Sejak dahulu entah berapa banyak kota kudatangi, dan ketika tubuhku menua dan tak mampu mengerjakan segala kesenangan lagi, aku pensiun dan membangun rumah di kota yang juga kampung halamanku. Bertahun-tahun perjalanan tak begitu saja membuatku mengenal gadis yang dapat membuatku jatuh cinta. Akhirnya aku hidup sendiri dan tidak pernah menikah. Kukira ini takdirku; sendiri sampai tua dan mati. Saat rumah masa tua itu selesai kubangun, aku kesepian.   "Tak pernah kubayangkan hidupku bisa sesepi ini. Berkelana membuat diriku lupa pada banyak hal," kataku pada seorang rekan, yang hadir dalam acara pesta berdirinya rumah baruku. Setelah tamu-tamu pulang, rasa sepi itu semakin menggila.   Hari demi hari kulalui dengan lebih banyak menyen

Memutus Kuasa Raja Pemburu

(Dimuat di kompas.id pada Kamis, 7 Mei 2020)   Apa yang Anda pikirkan jika seekor kijang yang sedang Anda buru tiba-tiba kabur dan berbalik memburu Anda? Kijang itu mendadak lebih cepat, lebih ganas, lebih cerdik dan licik ketimbang Anda, hingga pada momen itu Anda sadar nyawa Anda mungkin bakal segera dicabut, dan hal terakhir yang dapat Anda pikirkan adalah tunangan Anda yang kini menunggu cemas nun jauh di sana. Seekor kijang tampak lemah di hadapan peluru. Dia dapat mati karena kebodohan. Teknologi mampu menyingkirkan seekor kijang hanya dalam waktu beberapa detik saja. Bukan itu yang saat ini terjadi. Andalah yang terancam. Seekor kijang yang Anda buru berbalik mengejar. Tak ada jalan selain menuju utara, yang secara pasti mengantar Anda ke sebuah jurang.   Apa dongeng seperti ini bisa terjadi?   Lihat Ali Mudakir dan pasukannya. Tidak ada yang tersisa seorang pun. Semua mati dikepung ribuan semut keji dari hutan terangker di muka bumi. Anda tahu tidak ada yang lebih he

Bidadari Pemberontak

(Dimuat di Te-Plok pada Sabtu, 9 Mei 2020)   Bersama Mariana, aku melewati banyak cobaan, yang satu di antaranya nyaris saja menghabisi nyawaku. Tapi, aku tidak kenal kapok. Aku tetap berada di sisi gadis itu dan meladeni kegilaannya dengan aksi-aksi yang dapat membuat ibuku jantungan. Ibu tidak tahu aku ke luar kota demi Mariana. Ibu hanya tahu aku dapat panggilan kerja, dan demikianlah aku pergi. Kubawa koper serta tas berisi baju dan barangku, lalu menjalani hidupku yang bebas bersama Mariana.   Aku mengenal Mariana tidak sengaja saat berada di antrean bioskop. Saat itu dia sendirian dan aku juga. Kami mengobrol karena sama-sama mengira tak ada yang dapat kami lakukan, sedang duduk diam itu membosankan.   Aku tidak tahu apa yang membawaku ke pertemuan itu, lalu tiba-tiba begitu ringan saja mengajak bicara perempuan asing yang tadinya tidak pernah sama sekali kutahu. Ia pun juga demikian. Dalam suatu obrolan, Mariana pernah mengakui, ia tidak mengerti bagaimana bisa menang

Para Pendaki

(Dimuat di Suara Merdeka, Minggu, 3 Mei 2020)   Pendakian ini mungkin tidak akan tercatat di buku atau ingatan siapa pun. Aku tahu pasti itu setelah menghirup aroma wangi yang aneh begitu Mudakir menembak seekor macan kumbang hingga tewas. Padahal tidak seharusnya kami membunuh atau mencuri apa pun.   Tentu saja Mudakir bisa beralasan: “Kalau tidak kutembak mati, kita sendiri yang akan mati.”   Aku tak benar-benar mendengar ucapannya, tapi jika saja dia masih berada di sini saat ini, dalam situasi yang benar-benar normal, aku yakin itulah yang berulang kali ia katakan. Mudakir mati tak lama setelah binatang itu terkapar. Itulah yang kami yakini; ia mati, meski tak ada jasadnya. Mungkin tiga menit setelah penembakan dan tepat saat aroma wangi yang kumaksud muncul. Lalu kami terjebak hujan angin selama kurang lebih dua jam.   Hujan angin yang tak biasa. Hujan angin di musim yang tak seharusnya. Sungguh melengkapi firasatku sebelumnya, betapa kami tak mungkin bisa meneruskan pe