Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2018

[Cerpen]: "Persoalan Teman Lama" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Radar Bromo edisi Minggu, 14 Oktober 2018)       Jarang-jarang Mudakir mampir ke rumahku seperti sore itu. Ia duduk di kursi teras dan menyapaku begitu mesin motor kumatikan. Aku turun dari motor dan langsung saja menyambut jabat tangannya.     Kami tetap duduk di kursi teras, karena Mudakir meminta demikian. Sejak tiba ke rumahku sejam yang lalu, istriku memintanya duduk di ruang tamu, tetapi tamu kami ini bersikeras duduk di teras rumah.     Karena tadi menolak suguhan teh atau kopi sebelum aku tiba di rumah, istri pun ke dapur untuk membuatkan minum. Setelah minuman disuguhkan, aku bertanya apa yang membuat Mudakir berubah?     Teman lamaku itu menunduk malu, karena selama ini kami jarang bertemu meski rumah kami tidak terlalu jauh. Aku sering mampir ke tempat Mudakir, sekadar ingin ngobrol atau mengajaknya mancing ketika libur, tetapi dia sering kali tidak sempat atau tidak ada di rumah.

Mengirim Cerpen ke Media Massa & Kumpulan Alamat E-mail Cerpen Media se-Indonesia

Banyak pertanyaan tentang bagaimana cara mengirim tulisan (khususnya cerpen) ke media massa. Jawabannya tidak sesingkat pertanyaannya. Untuk itulah, kali ini saya sajikan secara lengkap tata cara mengirim tulisan (khususnya cerpen) ke media massa yang selama ini saya terapkan. Selain itu, saya juga akan membagi kumpulan e-mail puluhan media yang ada di Indonesia lengkap dengan syarat dan ketentuan masing-masing. Di bawah ini adalah tata cara mengirim cerpen ke media. Untuk kumpulan alamat e-mail media, bisa kamu download di akhir postingan.

[Cerpen]: "Mudakir dan Sejarahnya yang Tak Akurat" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Radar Mojokerto edisi 7 Oktober 2018)       Mudakir memacu motornya bagai kesetanan. Orang-orang di jalan bergelimpangan setelah dengan brutal dia tendangi satu per satu. Ya, orang-orang itu adalah pengendara motor lain di jalan raya. Tentu saja di antara mereka ada yang pingsan, ada yang bangun lalu memaki-maki, dan bahkan ada yang tidak sempat menyadari kalau mereka sedang menggelinding di aspal, sebab terlebih dulu tubuh mereka disambut kendaraan lain dari belakang.     Aku tadinya tidak tahu penyebabnya. Aku hanya sedang makan rawon di suatu warung, lalu orang-orang berteriak dan kudengar umpatan salah satu korban Mudakir. Aku keluar bersama orang-orang lain yang kemudian memadati trotoar dengan saling pandang dan bertanya, "Apa yang membuat lelaki bujang lapuk itu begitu?"

[Cerpen]: "Memburu Sekutu Iblis" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Koran Tempo edisi 6-7 Oktober 2018)       Seorang lelaki melompati tubuh kereta api saat kendaraan itu melintas dengan amat cepat, tapi tak ada sepercik darah. Tak ada sepotong kepala atau bola mata manusia atau usus atau liver atau lambung atau jantung atau organ vital apa pun yang tergeletak di sepanjang rel, sehingga malam itu situasi di pinggiran kota tetaplah sunyi sebagaimana biasa.     Saya mendengar kabar seseorang telah kabur dari penjara sekitar tiga hari lalu, dan sampai detik ini, polisi belum mendapatkan petunjuk apa pun yang dapat mengantar mereka untuk sekali lagi meringkus bajingan laknat itu.     Dahulu, bertahun-tahun silam, laki-laki pemerkosa yang di suatu malam tertangkap mata seorang pemulung sedang melompat ke tubuh kereta yang melintas namun justru tak mati, membuat hidup seorang perempuan rusak.     Perempuan itu telah lama membangun hidupnya mulai dari nol; tanpa orangtua dan bahkan tanpa orang-orang yang sedia melindunginya. Tubuh gadis itu be