Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2016

[Cerpen]: "Mantan Perokok" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Radar Kediri edisi Minggu, 9 Oktober 2016) Bus belum berangkat, mungkin 30 menit ke depan. Sambil menunggu kendaraan itu melaju, kuputuskan menunggu di warung kopi setelah meletakkan tas dan barang bawaan di tempat dudukku. "Titip ya, Mas?" kataku pada kenek bus itu. Ia mantuk dan mengucap lapan enam , kode aman, yang kupahami sebagai: tempatku tidak direbut orang. " Wong ada nomernya kok," tukasnya santai. Aku tepis pundaknya dan tersenyum. Ya ngerti kalau ada nomornya, tapi kebiasaan orang Indonesia mana bisa begitu? Diberi nomor antre atau nomor tempat duduk, jarang tertib. Bus wisata yang hendak ke Bali ini jauh hari direncanakan warga RT 02. Semua sepakat dengan harga, juga sepakat dengan peraturan, salah satunya adalah nomor tempat duduk sesuai urutan siapa dulu yang daftar. Siapa cepat, dapat tempat paling depan. Begitu seterusnya sampai belakang. Ada tiga bus. Dan aku dapat bus pertama.

Senjata Para Penulis

Kalau mau jadi penulis, yang pertama harus kita miliki adalah kejujuran dan ketekunan. Jujur berkarya alias tidak memplagiat karya orang. Tekun mencoba dan mencoba meski sering gagal. Dua hal itu senjata utama. Letaknya ada di bagian paling dalam dari diri kita. Senjata di level berikutnya adalah referensi bacaan dan pergaulan. Semakin banyak kita membaca dan bergaul, semakin banyak bahan tulisan. Adapun senjata di level paling luar adalah pulsa internet dan alat ketik. Bagai manapun, ini sangat penting. Ada pulsa, kita bisa online. Perkembangan dunia sastra dan info-info penting bisa diakses dari internet. Sedangkan alat ketik, memang dari jaman dulu selalu penulis butuhkan. Alat ketik jaman sekarang laptop dan komputer dan bahkan ponsel pun bisa. Jika fasilitas terakhir tidak ada, masih ada warnet di sekitar kita. Demikianlah senjata-senjata yang dibutuhkan jika ingin menjadi penulis.

Hitam Putihnya Dunia

Di dunia ini selalu ada saja hitam dan putih. Ada yang membenci dan ada pula yang dibenci. Ada yang bodoh dan ada yang tidak bodoh. Hitam dan putihnya manusia beragam. Kita bisa putih untuk hal-hal tertentu, tetapi juga bisa hitam untuk hal-hal tertentu lainnya. Jadi tidak usah merasa paling benar, juga tidak usah merasa paling tidak berguna. Semua dijatah sesuai porsinya, dan lagi pula manusia bukan makhluk sempurna. Berbahagialah dan banyak-banyak bersyukur. Rejeki tidak akan tertukar.

Alasan Sederhana Kenapa Penulis Bisa Bahagia

Salah satu hal yang membuat saya bahagia adalah ketika mendapat pesan atau komentar dari pembaca bahwa mereka suka dan terhibur dengan karya saya. Paling tidak, jika tidak mampu memberi semacam pencerahan, sebuah karya memang harus dapat menghibur siapa pun yang membaca; itulah keyakinan saya. Pencerahan tidak perlu dipaksakan, karena ini tugas alam. Jika sebuah karya menyatu secara alami dengan hati pembaca, mungkin saja pembaca ini akan mengaku, "Saya tercerahkan." Dan sebagai penulis, sebenarnya kita tidak secara darurat membutuhkan komentar seperti itu, karena cukup dengan kalimat "Saya terhibur!", penulis merasa amat sangat bersyukur bahwa kerja kerasnya tidak sia-sia. Tidak ada yang lebih membahagiakan dari mengetahui efek positif sekecil apa pun, terhadap seberapa pun manusia, dari apa yang sudah kita tulis.