Skip to main content

Posts

Puisi: "Menjelang Pilpres" karya Ken Hanggara

(1): Gila Hari-hari penuh fitnah dan prasangka Semua saling lempar-melempar Ada koran, TV, radio, ponsel, hingga mulut orang Tapi segala apa langsung ditelan Tak peduli meski barang buangan Apa mereka sudah gila? Barangkali iya, barangkali tidak Tapi kemungkinan sih; iya! Moga-moga bukan kita yang gila (170414)

[Cerpen]: "Sebelas Januari" karya Ken Hanggara

*Ini cerpen pertamaku. Dibuat beberapa tahun yang lalu. Jadi harap maklum bila ada kesalahan di sana-sini. Yang penting, nikmati saja ceritanya. :) K udengar dari tempatku berdiri suara Bu Ida bertalu-talu terdengar ke seluruh sudut sekolah, mempersilakan para orangtua murid untuk segera memasuki ruangan rapat karena acara akan segera dimulai. Hari pembagian rapor.

[Cerpen]: "Diorama Botol Bernyawa Satu" - kolaborasi Ken Hanggara dengan Ma'arifa Akasyah

#1      Perabotan magnalium telah siap membawa tubuh kuning mudaku ke tanah impian. Kuhirup komplementer segar di sela jemariku yang merendah suhunya. Kukembangkan bibir yang tak kumengerti harus meletakkan titik tengahnya dengan elevasi atau depresi. Raut Flo, sahabat terbaik yang akan segera kutinggal bersama asakku di bumi pertiwi, menampakkan guratan dahi di atas matanya yang sembab. Berkali-kali ia memelukku tanpa kata.

[Cerpen]: "Jakarta, Saksi Surat Terakhirmu" karya Ken Hanggara

Senja yang menggantung di langit barat seolah sengaja menepikan diriku jauh dalam lamunan. Ada sepetik harapan yang terselip di sana. Tidaklah mudah untuk diraih namun cukup indah dipandang bagi siapa pun yang tengah kasmaran. Tidaklah tampak berujung karena mata angin pun tiada memihak padaku, juga gadis itu. Tidak juga sesederhana lipatan kain sarung yang melingkar di sekitar leherku yang dekil. Membayangkan hari perpisahan antara kami, tak pernah membuatku merasa sedikit lebih baik. Justru perih itu terulang kembali — berputar dalam mozaik adegan yang tersusun rapi di sela gulungan pita film.

Berkelana Bersama "Rembang Dendang"

"Puisi adalah setiap hela napas dan gerak lakunya," begitulah kalimat yang selalu berputar dalam kepala saya. Terlebih ketika bertemu dengan orang-orang yang mampu mengangkat realita beserta alam imajinasinya ke dalam bentuk puisi yang ajaib. Salah satu orang itu adalah Denni Meilizon.