Skip to main content

Posts

[Cerpen]: "Neraka di Kepala Mama" karya Ken Hanggara

  (Dimuat di Sumut Pos edisi Minggu, 9 April 2017)     Bagi anak di seluruh dunia, rumah adalah tempat teraman, tetapi bagi Sani, rumah itu neraka. Tempat orang jahat membuat siksaan supaya anak sepertinya jera dan tidak meminta mainan.     Sani tidak punya mainan, tetapi dia ingin. Seperti teman-teman di sekolah, Sani berharap suatu hari Papa pulang dan membawakannya mainan. Mungkin sebuah remote control, atau paling tidak papan monopoli, sehingga di permainan yang seru, dia bisa belajar berhitung.     Bagi Mama, Sani anak bodoh. Sani itu bencana. Mama berulang kali bilang kepada semua orang tentang hal ini dan terus menerus meyakinkan mereka. Tentu saja, mereka seakan percaya bahwa Sani adalah tsunami dalam hidup mamanya. Mainan apa pun tak akan berguna bagi anak itu.     "Gara-gara Sani, suamiku mati. Gara-gara anak sial itu sekarang hidupku miskin!" kata Mama selalu.

Dibuka Pre Order Kumpulan Cerpen Tema Cinta: "Babi-Babi Tak Bisa Memanjat"

Buku terbaru saya ini siap kamu miliki. Isinya 17 cerita cinta dari berbagai sudut pandang. Ada cinta pada dunia, pada kekasih, atau apa pun. Semua tentang cinta. Tentu saja tidak semua cinta dalam buku ini bisa atau bahkan harus dipahami. Beberapa malah tak perlu. Bukankah memang selalu begitu?

[Cerpen]: "Markonah ke New York dan Tak Kembali" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Radar Mojokerto edisi Minggu, 2 April 2017)       Mugeni bercerita tentang pacarnya yang pergi ke New York dan tak kembali. Dari awal ini memang tidak wajar, karena setahuku Mugeni tidak pandai berbahasa Inggris. Teman-teman lain mengira ia semakin sinting.     "Tapi benar, pacarku itu minggat ke New York!" katanya selalu.     Mugeni memang begitu. Jangan heran jika suatu hari kau lihat dia duduk di depan kios fotokopi Haji Samak, dan dia memegang sendok plastik sambil berkhayal dengan itu ia bisa terbang menjemput pacarnya. Mugeni mengaku sang pacar pintar berbahasa Inggris dan berdarah asli Jombang. Lulus SMA, si pacar terbang ke New York untuk sebuah cita-cita. Mugeni mengenal pacarnya ketika ia membeli buku bekas di Surabaya.     Aku sendiri tidak begitu percaya waktu mendengar cerita ini. Coba saja kau pikir, setan mana membisiki Mugeni hingga ia rela menghabiskan uangnya yang tidak banyak itu demi sebuah buku?     Mugeni berkeluh kesah, ia butuh buku ten

[Cerpen]: "Suatu Malam Ketika Para Anjing Bosan Menjadi Anjing" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Padang Ekspres edisi Minggu, 2 April 2017)       Barangkali anjing-anjing bosan menjadi anjing. Pada suatu malam, mereka ketuk pintu kamarku, dan ketika kubuka pintu dengan setengah mengantuk, yang kusaksikan adalah sekelompok manusia berkepala anjing.     Sebenarnya tetap saja mereka adalah anjing, karena aku sadar betul untuk apa aku hidup di rumah busuk ini seorang diri. Aku mengurus anjing-anjing yang telantar karena sejak dilahirkan memang sudah liar, atau beberapa dari mereka dibuang oleh pemiliknya gara-gara sakit. Aku mencintai anjing dan untuk alasan itulah kulakukan ini.     Jadi, aku tinggal bersama belasan anjing yang kurawat dengan sangat baik, lalu pada suatu malam, mereka ada di depan pintu kamarku dan berdiri dengan badan tegap. Aku membayangkan kegilaan menyerangku. Setelah Maria pergi dan menikah dengan mantan kekasihnya yang politisi, aku kira hidupku mungkin berakhir tidak lama lagi.     Suatu ketika, di meja pojok salah satu kafe, aku menyendiri dan

[Cerpen]: "Hilangnya Anak Penjaga Mercusuar" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Suara  NTB edisi Sabtu, 1 April 2017)       Aku berdoa Brenda tidak hilang atau mati dimakan binatang buas di hutan itu. Aku tahu aku bermimpi melihatnya terbang di antara dahan-dahan, dan hinggap pada puncak mercusuar yang ada di tepi tebing, persis di sisi hutan sebelah selatan. Aku tahu mimpi tidak selalu memproyeksikan kenyataan, tetapi kurasa tidak ada salahnya berdoa.     Aku terus berdoa. Dari pagi hingga malam, dan sesekali mengutuki kelalaianku di saat menjaga anakku sendiri. Brenda tidak pernah mengerti nasihat-nasihat soal hutan dan binatang buas. Dia hanya tahu di luar sana ada begitu banyak kejadian dan hal aneh. Dan baginya, itu dapat mengusir rasa bosan.     "Kamu jangan ke sana," kataku berkali-kali, tetapi aku tahu, di tiap anggukan dan diamnya, Brenda menyimpan rencana-rencana.

[Cerpen]: "Cermin Manipulasi" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Radar Banyuwangi edisi Minggu, 12 Maret 2017) Sarmila senang melihat cermin besar dipajang di ruang tengah rumahnya. Ia tidak memesan cermin. Tetapi ia pikir, mungkin ini dari penggemar. Orang yang memendam perasaan suka, yang tidak berani berbicara padanya. Orang yang lama dirindukan, tetapi tidak kunjung datang. "Dia pasang cermin ini diam-diam," Sarmila menduga. "Dia kirim cermin ini tanpa memberitahuku, sehingga saat aku bertanya siapa yang menaruh cermin hebat ini di sini, dia datang melamarku." Sarmila bahagia dengan kesimpulan yang belum tentu benar ini. Alih-alih ke kamar mandi, dia berpose di depan cermin, membebat handuk di kepala seakan-akan mahkota, jalan lenggak-lenggok persis peragawati di televisi. Dipandangi wajahnya lamat-lamat. Cantik , ia berbisik. Geli didengar, tetapi enak. Dicobanya ekspresi menggoda biduanita desa—yang ia anggap pelacur, atau ekspresi polos nan lugu yang banyak digemari para pemuda. Senyum mengembang

[Cerpen]: "Bertamu ke Rumah Maria" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Riau Realita, Selasa, 7 Maret 2017)      Tubuhku berdarah- darah dan aku tidak mau membuat masalah lagi. Tadi pagi aku mungkin masih bisa bersombong, tetapi barusan nyawaku nyaris melayang, dan suatu perasaan takut segera menyergapku. Anak-anakku masih sangat kecil, dan aku pun juga masih menyayangi istriku. Jadi, kuputuskan menyudahi semua ini. Kesombongan hanya untuk orang-orang yang ingin mati cepat. Aku tidak ingin mati cepat.     Aku mungkin masih bisa mencari sedikit peruntungan di kampung sepi ini. Untung saja, setelah berlari begitu lama, dengan mengerahkan segenap tenaga, dapat kuhindari serbuan massa yang marah gara-gara kucuri sepeda motor bagus di depan warung nasi. Aku tidak hafal kawasan situ, karena memang cukup jauh dari rumahku. Sengaja kucari target di titik yang tidak memungkinkan istriku tahu aku sampai mencuri hanya untuk menutupi ketidaksanggupanku membiayai kebutuhan dapur.