Skip to main content

Posts

[Cerpen]: "Di Rumah Menik" karya Ken Hanggara

Ilustrasi cerpen "Di Rumah Menik" - Malang Post, 7 Agustus 2016 (Dimuat di Malang Post edisi Minggu, 7 Agustus 2016)     Menik tidak mau membagi bagaimana derita itu ia kumpulkan di botol-botol bir, atau stoples bekas kue kering, hingga kubayangkan, di saat tertentu, ia menenggak atau mengunyah dan merasa nikmat. Ia bilang, "Tugasmu di sini bahagia."     Aku tidak tahu asal-usul Menik. Mungkin ia lahir dari rahim pelacur, karena kata Bapak, buah jatuh tidak bakal jauh dari pohonnya. Pernah kubantah pendapat ini, karena mungkin saja sebuah pohon tumbuh di tepi tebing sehingga ia tidak tegak lurus kepada bumi, melainkan doyong, dan buahnya pun jatuh tidak dekat dengan asalnya.

[Cerpen]: "Maria Pergi ke Lubang Sumur" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Minggu Pagi (KR Grup) edisi Jumat, 5 Agustus 2016)     1/     Maria tahu saya tidak pernah bercanda. Berani melanggar adalah berani melawan setrika panas dan seperempat gelas sabun cair. Saya tidak pernah hitung ada berapa luka bakar atau seberapa sering ia berkumur di kamar mandi kemudian, usai saya hukum dia dengan dua cara itu.     Awalnya saya tidak menghukum. Saya tahu, saya baik; paling tidak, itulah yang tetangga ketahui. Tapi pembantu seperti Maria harus diberi pelajaran, karena ia salah. Saya bayar, pembantu kerja. Saya beri uang, pembantu beri tenaga.     Simbiosis mutualisme mesti terjaga baik, tanpa kisah sampah yang dapat menyudutkan saya, betapapun saya benar.     Maria mulai dengan seuntai kalung. Istri saya panik suatu pagi. Kalungku, Pa, kalungku! Ia berteriak mirip orang gila. Dapat dibayangkan betapa malu saya sebagai suami, kalau suaranya sampai ke kuping tetangga baru. Orang belum tahu kalau istri saya suka minta macam-macam dan saya harus

[Cerpen]: "Bertamu ke Rumah Anya" karya Ken Hanggara

Lukisan karya Octavio Ocampo (Dimuat di Flores Sastra, Sabtu, 30 Juli 2016) Mohon maaf, cerpen ini sengaja dihapus karena dimasukkan ke dalam buku terbaru saya yang berjudul Museum Anomali . Buku tersebut berupa kumpulan cerpen bertema horror kontemporer. Jika ingin membaca cerpen ini, yang juga akan dihimpun bersama cerpen-cerpen lainnya (baik yang sudah terbit atau belum dipublikasikan sama sekali), se gera pesan buku tersebut. Harga 49 ribu belum termasuk ongkos kirim Terima kasih. :)  Untuk pemesanan Museum Anomali, bi sa klik Tentang Penulis .

[Cerpen]: "Zikir Brondong Jagung" karya Ken Hanggara

Lukisan karya Rustamadji. (Dimuat di Nusantaranews.co, Sabtu, 30 Juli 2016)      Di depan toko brownies ada bapak tua. Rambutnya putih sempurna, mungkin enam puluhan atau tujuh puluhan. Duduk beralas tikar bolong, tak ada yang mengusir. Orang- orang di sekitar toko seakan tidak peduli atau membiarkannya begitu. Barangkali karena bapak ini tidak mengusik siapa pun. Ia duduk menghadap setumpuk brondong jagung yang dicetak kotak-kotak, dengan posisi orang doa sehabis salat.     Bapak tua ini, demikian kata penjual cendol di seberang jalan, sudah empat bulan duduk di situ dari jam sepuluh pagi hingga menjelang maghrib, dan manager toko tidak pernah menegurnya. Tidak ada satu larangan siapa pun duduk di teras toko, selama tidak menganggu ketentraman. Berbagai mobil keluar masuk parkiran, berbagai wajah datang dan pergi ke toko, berbagai rencana brownies seribu pilihan rasa, melintasi tubuh bapak tua itu, termasuk aroma tubuh satpam yang sesekali sengak, sesekali harum semerbak,

[Cerpen]: "Dosa Sani" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Solopos, edisi Minggu, 24 Juli 2016)     Sani ingin pulang, tetapi ia tak tahu jalan. Ia juga tak tahu harus bertanya kepada siapa agar tidak tersesat. Seingat Sani, di jalan pulang ada sungai di sebelah kanan, dan tidak jauh dari sana ada toko mainan. Ia sering membayangkan Bunda menyuruh Pak Kusno, sopir pribadinya, menepi. Sekadar membeli sesuatu di toko itu. Sesuatu yang tentu saja membuat Sani bahagia.     Sani tidak punya mainan, kecuali seekor kura-kura yang ia beri nama Peter Parker. Ia berharap, kura-kura itu menjadi pahlawan sekuat dan selincah superhero Spiderman, namun juga berhati emas. Ia tidak boleh memelihara laba-laba, karena kata Oma, hewan yang satu itu berbahaya, dan bisa membuatmu sesak napas.     "Laba-laba itu punya jaring. Dan kalau kamu sudah kena jaringnya, wah... Jangan harap bisa pulang! Wajahmu yang jelek ini dikurung jaring dan kamu gak bisa bermapas selamanya dan akhirnya kamu pun mati. Berani mati, he? Orang mati biasanya masuk

[Cerpen]: "Tata Cara Menjaga Seorang Adik yang Kaubenci" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Flores Sastra edisi Jumat, 22 Juli 2016)   Mohon maaf, cerpen ini sengaja dihapus karena dimasukkan ke dalam buku terbaru saya yang berjudul Museum Anomali . Buku tersebut berupa kumpulan cerpen bertema horror kontemporer. Jika ingin membaca cerpen ini, yang juga akan dihimpun bersama cerpen-cerpen lainnya (baik yang sudah terbit atau belum dipublikasikan sama sekali), se gera pesan buku tersebut. Harga 49 ribu belum termasuk ongkos kirim Terima kasih. :)  Untuk pemesanan Museum Anomali, bi sa klik Tentang Penulis .

Menulis Membuatmu "Kaya"

Suatu hari, beberapa tahun silam, di dompet saya hanya ada beberapa ribu rupiah. Saya belum lama keluar dari pekerjaan yang sebetulnya enak, karena gajinya besar. Pada saat itu untuk lulusan SMA, gaji sebesar itu hampir mustahil didapat. Tapi karena tidak bahagia, saya memutuskan berhenti. Suatu hari itu, kejadiannya tidak jauh dari sekolah SMP saya. Karena belum dapat pekerjaan baru, saya mencari informasi lowongan kerja di warnet. Tidak tahu kenapa, mengingat kondisi dompet saya yang makin memprihatinkan, sementara uang tabungan tidak mungkin saya pakai terus-terusan, saya tiba-tiba berpikir ingin mencari tambahan uang dengan cara lain. Yang pertama melintas di pikiran: saya harus menulis. Ketika itu saya sadar, bahwa memang uang yang saya bayangkan tidak bisa langsung didapat. Menulis adalah menabung. Uang hasil jerih payah baru bisa dinikmati setelah menjalani proses panjang. Saya sudah tahu itu, meski belum benar-benar terjun ke dunia literasi. Siang itu, saya putuskan saya terju