Skip to main content

Posts

[Cerpen]: "Bidadari yang Mencari Seekor Anjing untuk Dijadikan Suami" karya Ken Hanggara

Ilustrasi cerpen "Bidadari yang Mencari Seekor Anjing untuk Dijadikan Suami" karya Ken Hanggara   (Dimuat di Malang Post edisi Minggu, 19 Juni 2016)    Ada bidadari turun dari nirwana dan bertanya di mana letak seekor anjing bernama Mudakir. Anjing itu dulunya seorang penjual soto, namun karena satu dan lain hal yang tak bisa disebutkan, penjual soto itu terpaksa disulap menjadi seekor anjing.    "Apa karena ia melanggar sebuah peraturan?"     "Atau dosanya tak terampunkan, sehingga ketimbang dibakar di neraka selamanya, lebih baik ia memilih menjadi seekor anjing yang pada hari perhitungan segera menjadi debu?"     Pertanyaan-pertanyaan seperti itu sering kali terdengar setengah bercanda setengah serius. Tidak ada yang tahu asal-usul lelaki bernama Mudakir yang katanya sudah jadi seekor anjing ini, dan sedang dicari-cari para bidadari dari nirwana. Tetapi tukang cukur dekat pasar bersaksi pernah mendengar Mudakir cerita tentang ibunya yang dius

[Cerpen]: "Biru" karya Ken Hanggara

  Ilustrasi cerpen "Biru" karya Ken Hanggara   (Dimuat di Radar Bromo edisi Minggu, 19 Juni 2016)     Kira-kira dua bulan lalu seluruh permukaan kulitku menjadi biru. Aku tak berani keluar karena malu. Tetapi tubuhku butuh cahaya matahari, jadi ketika aku keluar, aku hanya bertelanjang dada di loteng. Di sana tak ada seorang pun melihat biru di sekujur tubuhku, karena tidak ada bangunan lebih tinggi dari rumahku. Tapi tetap aku cemas. Siapa tahu seseorang terbang membawa helikopter di atasku dan aku terlihat berjemur di loteng ini dalam keadaan biru?     Biruku bukan biru sembarangan. Ia terlalu gelap sehingga sekalinya aku bercermin, seakan melihat siluman di sana. Kira-kira dua minggu setelah kulitku membiru dalam semalam, bola mataku turut membiru. Seminggu kemudian menyusul gigi geligiku. Dan pada minggu keempat, setelah kuyakin tak ada seorang pun dokter bisa menyembuhkan ini, seluruh rambut dan bulu di badanku juga berubah biru. Aku benar-benar manusia biru.

[Cerpen]: "Pesan Kiamat dari Pertapa" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Tanjungpinang Pos edisi Minggu, 19 Juni 2016)      Di seberang jalan mendadak penuh orang. Aku belum bisa memastikan ada apa di sana, karena penjual rokok masih mencari kembalian untukku. Selagi menunggu uang kembali kuterima, kupandangi seberang jalan; penuh sesak. Orang-orang membentuk lingkaran seakan sesuatu di tengah lingkaran itu, yang tidak bisa kulihat, adalah mayat seseorang tanpa identitas.     Penjaga kios rokok juga bertanya-tanya, apa yang mengundang perhatian orang. Kukira barusan ada kecelakaan dan korban meninggal seketika. Tabrak lari, barangkali. Beberapa orang mengambil ponsel dan merekam video, tapi tak seorang pun mengucap kata-kata ilahi.     "Biasanya, kalau ada orang mati, pasti ada yang menyebut-nyebut Tuhan," celetuk penjaga kios.     Ada benarnya pendapat ini. Aku sering menemui kecelakaan mengerikan di jalanan, di mana pun, dan tiap orang di sekitar TKP selalu membawa-bawa nama Tuhan. Bukan hal aneh. Justru akan sangat aneh ji

[Cerpen]: "Rahasia Perempuan Pemelihara Hantu" karya Ken Hanggara

  (Dimuat di Flores Sastra, Minggu, 19 Juni 2016) Mohon maaf, cerpen ini sengaja dihapus karena dimasukkan ke dalam buku terbaru saya yang berjudul Museum Anomali . Buku tersebut berupa kumpulan cerpen bertema horror kontemporer. Jika ingin membaca cerpen ini, yang juga akan dihimpun bersama cerpen-cerpen lainnya (baik yang sudah terbit atau belum dipublikasikan sama sekali), se gera pesan buku tersebut. Harga 49 ribu belum termasuk ongkos kirim Terima kasih. :)  Untuk pemesanan Museum Anomali, bi sa klik Tentang Penulis .

[Cerpen]: "Imo Menari dan Mati di Kolam Minyak" karya Ken Hanggara

  (Dimuat di Riau Realita, Minggu, 19 Juni 2016)     1/ Jaring Nelayan     Imo terjerat di jaring nelayan. Sebagai ikan muda, ia tidak berpengalaman dengan hal-hal semacam ini; ia kira, jaring itu petualangan. Ia memang tidak mengerti, tetapi ia bukan ikan bodoh.     Imo berusaha kabur, tetapi tidak bisa. Di pikirannya, sudah melintas hal-hal jelek. Ada ayahnya yang pemarah, ibunya yang lembut, dan tentu saja teman-teman yang suka menyebalkan. Di sekolah para ikan, Imo sering diledek sebagai ikan besar bodoh dan tidak bisa berhitung.     "Biarpun tidak bisa berhitung, tetapi aku kuat!" kata Imo pada mereka. Tetapi kini, walau ia kuat dan besar menurut ukuran para ikan, kenapa ia tidak bisa membongkar jaring nelayan?     Setengah hidup, setengah mati, Imo merasa dirinya diambil dari jaring. Si nelayan baik hati, karena ia dimasukkan ke semacam kolam berdinding putih. Hanya putih, tidak ada lainnya. Imo tidak bisa melihat apa pun di luar kotak tersebut, selain