"Wajah-Wajah Gundu" Ilustrasi cerpen "Wajah-Wajah Gundu" oleh Ken Hanggara (Dimuat di Solopos edisi Minggu, 11 Oktober 2015) Ibu membukakan pintu belakang. Wajahnya yang penuh keriput itu menatapku tajam, seolah pertanda aku adalah sesuatu yang tidak patut ia pertahankan. "Lihat adikmu Yanti! Berapa kali kuperingatkan? Jangan sekali-kali berbuat macam-macam jika masih ingin menemuinya!" Akhirnya kudengar juga suaranya, suara yang dulu sewaktu aku kecil selalu memberi kenyamanan. Ya, dulu kami merasa nyaman meski pertanyaan-pertanyaan selalu tak menemui jawab. Pagi itu, di suatu hari yang lampau, tak ada asap mengalir di atap rumah. Benda kelabu yang melayang di udara dan menebar aroma sedap. Asap itu kurindukan setiap kali bangun tidur. Jika memasak, Ibu menyihirku sampai pada tahap tertentu, di mana aku tidak sanggup menolak permintaannya untuk melahap yang telah ia upayakan, meski perutku telah kenyang. "Buat apa aku masak kalau t
Menghibur dengan Sepenuh Hati