Skip to main content

Posts

Membaca Urusan Selera, Jadi Boleh Pilih-Pilih Dong?

Saya selalu butuh buku bacaan. Tapi tidak semua buku dapat saya baca. Hanya yang saya butuhkan untuk menambah ilmu (ketika riset, misalnya, atau ketika ingin belajar sesuatu saja) dan untuk memuaskan selera baca. Di luar urusan itu, bacaan lain yang saya konsumsi hanyalah berita di koran. Itu pun tidak semua saya baca. Jadi, ketika datang ke suatu toko buku, saya hanya akan berada di spot yang itu-itu saja, kecuali jika posisi rak yang memenuhi selera baca saya dipindah. Ketika seorang teman menghadiahi buku, akan saya cegah dia, dan memintanya menghadiahkan itu ke orang lain, kalau buku tersebut tidak sesuai selera baca saya.

Proses Produksi Cerpen di Pabrik Cerpen

Setiap cerpen yang saya buat nyaris tidak mengalami pembacaan ulang sebelum saya kirim ke media atau perlombaan. Itu bukan berarti saya tidak bertanggung jawab atau tidak ingin memastikan apa pun yang baru saja saya kerjakan, tetapi proses memahami isi cerita yang saya tulis sudah saya lakukan sebelum saya benar-benar menulisnya. Dengan kata lain, sepotong ide yang muncul langsung membuat saya memikirkan banyak hal, dan hal-hal ini selalu berakhir ke satu arah saja, misalnya: bahwa kita tidak seharusnya mengadili seseorang atas pilihan hidupnya. Pondasi cerita ini kemudian saya pegang dan saya membuka laptop untuk menulis opening secara acak, tentang peristiwa entah apa, tentang isi kepala seseorang yang entah siapa atau bagaimana, tentang situasi di lokasi yang entah di mana, dan lain sebagainya. Menulis opening secara acak membantu saya dalam membangun plot secara utuh tanpa terkekang. Dari yang hanya berupa pondasi dari secuil ide dan pesan moral, saya mampu membua

Seiseng-isengnya Kegiatan Menulis Harus Tetap Punya Tujuan

Menulis cerita termasuk cara saya dalam bersenang-senang. Tujuan ini hanya bisa tercapai ketika saya merasa lega akan apa yang saya tulis. Jika tidak, maka saya hanya akan merasa ini bukan bersenang-senang. Itulah kenapa saya tidak pernah bisa ikut kegiatan menulis cerpen bersambung dengan banyak teman (yang sering kali sekadar iseng belaka). Dulu pernah sekali, tapi setelah itu tidak lagi. Walau iseng pun, bagi saya, menulis harus tetap melahirkan kelegaan. Sementara, kelegaan yang saya maksud tidak mampu saya rasakan ketika berbagai kepala tumpah ruah dalam satu cerita. Saya hanya akan merasa lega jika apa yang dihasilkan (sekalipun itu iseng) adalah sesuatu yang benar-benar sesuai keinginan saya. Maksudnya, cerita itu sendiri harus sesuai keinginan saya.

Hadiah untuk Penulis Muda/Pemula

Hadiah terbanyak yang didapat penulis (muda/pemula) Indonesia pada umumnya adalah permintaan tentang buku terbarunya yang mestinya digratiskan oleh orang-orang tidak tahu diri. Saking banyaknya hadiah macam ini, penulis (muda/pemula) susah kaya, kecuali sambil jualan tahu bulat, atau punya bisnis persewaan barang-barang bermanfaat (seperti sikat gigi dan bantal atau apa pun), atau mengencani anak anggota dewan, dan lain-lain.

Menjadi Tempat Curhat

Meski tidak terlalu suka berkeluh kesah atau curhat ke orang-orang terdekat, saya menyadari betapa banyak yang menjadikan saya tempat curhat, orang yang pemikirannya dianggap melahirkan banyak solusi, atau ruang yang dipercayai untuk berkeluh-kesah tanpa takut didengar oleh pihak-pihak yang tak diinginkan. Kepercayaan ini sungguh besar dan saya selalu menghargai itu. Tentunya apa yang dibicarakan pada saya tidak melulu soal menulis, tapi juga hal-hal seputar kehidupan, yang kadang kala membuat saya merasa bahwa orang-orang ini melihat saya sebagai semacam psikiater, konsultan, atau--dalam beberapa kasus--dukun.