Skip to main content

Posts

Kisah yang Boleh Kau Sebut Nyata, Juga Boleh Kau Sebut Fiktif

  (Part 1) Aku mencermati waktu yang paling tepat, ketika gadis itu mulai keluar dari rumah dan melakukan rutinitas paginya: menyapu. Sudah seminggu lebih kuperkirakan itu. Dulu pertama aku melihatnya langsung terkesima, bagaimana mungkin perempuan secantik itu ada di tempat ini? Dan, di kali kedua, kira-kira seminggu yang lalu itu, pertanyaan ku tak perlu jawaban. Aku tak sengaja melihatnya lagi dan seolah dunia adalah mimpi. "Kau tahu, mimpi indah itu kadang tak perlu dicari, tapi ia akan dengan sendirinya menyambangimu?"

Kembalinya Hantu Legendaris

Tulisan ini beda dari artikel-artikelku sebelumnya. Tapi, tanpa mengurangi rasa seriusku, biarlah kusuguhkan cerita model baru untuk kalian. Sebelumnya kuingatkan, tulisan ini bukan untuk menakut-nakuti. Cuma berbagi cerita dan pengalaman saja. Siapa tahu cocok mengisi waktu luang sambil melamun dan mengingat-ingat cerita ini di kala sepi. Hehe. Oke, tanpa ba-bi-bu lagi, langsung saja, ya!

Cerpen: "Panggung" karya Ken Hanggara

Sejak dulu panggung ini menyuguhkan pertunjukan murah bagi seluruh penghuni kota. Tidak seperti panggung-panggung pada umumnya, panggung ini amatlah istimewa, karena penontonnya terdiri dari beragam profesi. Kedudukan sosial tak jadi soal. Siapa saja bisa jadi penonton. Tak masalah jika misalnya bapak walikota duduk di samping tukang sapu. Atau mungkin , pialang saham berjejer dengan kuli bangunan. Bahkan tak jarang pula orang-orang berpangkat harus duduk di belakang mereka yang tidak berpangkat. Mereka tak pernah mempermasalahkan.

Kata Mutiara untuk Penulis

"Dengan menulis, kita bisa "membujuk" orang-orang tanpa perlu "menipu". Kecuali kalau yang kita tulis palsu /dusta. Itu baru perbuatan dosa." ~Ken Hanggara "Merutinkan aktivitas menulis berarti mengasuransikan daya tahan pikiran kita dari benturan-benturan telak. Tak percaya? Cobalah menulis ketika keadaan jiwa sedang terpuruk, insya Allah Anda akan merasa lebih segar seperti baru saja dilahirkan dan saya sudah membuktikannya." ~Ken Hanggara "Hal yang sampai sekarang membuat saya takjub saat menulis adalah: melihat diri ini seperti apa yang saya cita-citakan. Ketika saya dalam kondisi "miskin" sekalipun, saya bisa menjadi dokter yang mengobati orang lain lewat tulisan, walaupun saya lulusan SMA." ~Ken Hanggara "Sejak aktif menulis, saya berubah jadi penyanyi internasional yang menggelar banyak konser tanpa putus; dapat tiket gratis ke mana-mana, menambah kenalan, dan menghibur banyak orang. Dan itu sungguh menyen

Menulis Lebih dari Sekadar Melawak

Seperti halnya pelawak yang "dituntut" cerdas mengolah materi simpel menjadi aksi lucu, penulis pun juga "dipaksa" untuk bisa mengolah ide ringan menjadi tulisan berbobot. Jika seorang pelawak medan tantangannya adalah panggung, maka bagi penulis arena pertempurannya adalah kertas. Di atas panggung dan kertas, kedua jenis "profesi" ini berpikir keras. Namun, meski cenderung sama, tingkat keberhasilan keduanya diukur dengan cara berbeda. Maksudnya begini. Katakanlah kita sedang menonton seorang pelawak beraksi. Maka, yang kita dapat adalah apa yang terjadi pada detik dan momen saat itu juga. Perhatikan bila seorang pelawak gagal mengolah materi, pasti mulut penonton tak tahan untuk tidak berkomentar: " Halah, kagak ade lucunye !" Atau paling tidak, jika penonton itu diam, sudah pasti pada aksi berikutnya dia agak malas untuk menonton pelawak itu lagi, karena menurut penilaiannya, sang seniman sudah terlanjur tidak lucu.