Dalam berbagai kesempatan, saat awal aku nulis tahun 2012 dulu, beberapa orang yang lebih dulu terjun di bidang ini mengajarkan trik nulis yang mudah dan praktis andai selalu kesulitan memulai karya, yakni dengan memodifikasi karya orang.
Menurut penjelasan "beberapa orang" itu (yang tak perlu kusebut siapa saja, dan pula ada sebagian yang kulupa namanya), modifikasi ini bisa dilakukan dengan mengambil karya utuh orang lain (penulis terkenal atau tidak) yang sudah terbit dan disukai (biasanya cerpen atau esai) di internet, lalu diedit/ganti banyak kata oleh si modifikator; bisa kata kerja, kata keterangan waktu, nama tokoh, nama kota, dan sebagainya. Itu dilakukan terus menerus sampai karya "editan" tersebut tampak sebagai sebuah karya baru.
Saat itu lumayan banyak yang berterima kasih atas trik yang kelihatannya menyenangkan itu. Tapi, buatku pribadi, cara itu justru tidak kusuka. Aku tak pernah sekalipun tertarik mencobanya. Alasanku sederhana. Dengan mengolah ulang karya orang yang sudah ada macam itu, aku justru kehilangan momen membangun "bangunan" tulisanku sendiri. Kurasa, jika seseorang membiasakan hal itu, justru dia tak akan melatih diri untuk bisa memulai naskah tanpa hambatan, dan ke depan jadi ketergantungan. Tiap menulis harus cari karya orang dulu untuk "dimasak", karena memang tak pernah melatih diri untuk berada di luar zona nyaman itu.
Aku saat itu juga mikir: "Apa yang seperti itu tidak bisa disebut plagiat?"
Bagi sebagian orang, mungkin tidak jika dilakukan dengan hati-hati dan "standar tertentu"--yang kadang membingungkan dan menimbulkan perdebatan jika dibawa ke ruang diskusi. Tapi bagiku jelas itu bisa mengarah ke sana. Tak ada kompromi dan kutegaskan untuk tak akan mencoba cara itu. Jadi sejak awal, aku yang tak pernah setuju dengan trik modifikasi itu, lebih memilih berpusing ria dan bersabar dengan prosesku sendiri demi menggusur kesulitan di awal membangun suatu naskah; sebuah kesulitan yang, jujur saja, kadang membuatku menggigil ngeri saat harus memulai sebuah cerpen ketika itu. Lagi pula, proses ini semacam perjalanan yang sifatnya personal. Aku hanya merasa puas dan senang jika karya yang kubuat datang benar-benar dari usahaku sendiri.
Untuk itulah, tiap kali ada sharing bersama tentang cerpen, yang selalu kuanggap penting dan perlu dilakukan adalah berlatih dan berlatih dan rajin membaca. Jangan tergoda untuk meniru karya yang kita anggap bagus. Tergodalah untuk membuat karya yang bagus, tapi jangan meniru.
Iya, memang tak ada yang baru di dunia ini. Ide yang tersedia paling cuma itu-itu saja. Ide itu ibarat bahan masakan, sedangkan karya tulis adalah masakan itu sendiri. Jenis masakan bisa berkembang dan bervariasi, tapi bahannya sudah pasti itu-itu saja karena diambil dari alam sekitar. Maka, jadilah diri sendiri. Banyak orang menulis cerpen tentang "orang bunuh diri", misal. Kita pun boleh menulis kisah dengan pondasi "orang bunuh diri", tapi apa yang membedakan kisah kita dengan mereka? Bagaimana suara kita bisa ketahuan bahkan jika cerpen yang kita bikin dipublish tanpa mencantumkan nama kita? Upaya dan hasrat untuk selalu menjadi "unik" dan "terdengar" inilah yang perlu ditanamkan, selain rajin membaca dan latihan. Tentu tak ada yang sempurna. Tentu tak selalu karya yang kita tulis itu bakal bagus atau sesuai harapan. Tapi, percayalah, hasil tak akan mengkhianati usaha.
Boleh jadi kamu tak setuju dengan pendapatku ini, tapi tak apa. Begitulah hidup.