Ada
cerita lucu ketika saya sedang training di sebuah perusahaan nasional
yang berpusat di Jakarta. Karena saya ikut interview dan test-nya di
wilayah Jakarta, maka nama saya pun tercantum dalam daftar pegawai baru
dari area ibukota. Dalam masa training yang berlangsung beberapa minggu
itu, ada banyak pegawai dari daerah-daerah lain yang mengikuti proses
seleksi sejak awal di kantor-kantor cabang.
Nah, tentu saya tahu rekan-rekan mana saja yang berasal dari Surabaya, kota asal saya, sehingga saya mencoba membaur dengan mereka. Ketika itu, secara tidak terduga, salah satu dari mereka yang tampak agak urakan meledek saya dengan bahasa Suroboyoan, yang kira-kira berarti, "Makhluk yang satu ini ngapain ikutan nimbrung?"
Dengan berpura-pura tidak mendengar ucapan setengah bisik-bisik itu, saya bertanya pada salah satu dari mereka, dengan bahasa Suroboyoan, yang jika dalam bahasa Indonesia berbunyi, "Dari Surabaya semua ini? Saya juga, lho!"
Seketika orang yang meledek saya tadi salah tingkah, tetapi segera saya cairkan suasana dengan total berpura-pura seakan saya tidak mendengar ucapan kasarnya tadi. Lalu kami pun berkumpul dan membahas banyak hal tentang Surabaya dan berbagai lelucon. Setelah di setiap tahap ujian saya selalu mendapat peringat pertama, beberapa kelompok lain ikut bergabung bersama kami, sehingga lingkaran pergaulan saya di tempat ini meluas.
Pelajaran moral dari cerita ini adalah: kita tidak perlu selalu tersinggung di setiap kesempatan. Sesekali kita perlu menutup telinga agar hidup kita jauh lebih tenang.
Nah, tentu saya tahu rekan-rekan mana saja yang berasal dari Surabaya, kota asal saya, sehingga saya mencoba membaur dengan mereka. Ketika itu, secara tidak terduga, salah satu dari mereka yang tampak agak urakan meledek saya dengan bahasa Suroboyoan, yang kira-kira berarti, "Makhluk yang satu ini ngapain ikutan nimbrung?"
Dengan berpura-pura tidak mendengar ucapan setengah bisik-bisik itu, saya bertanya pada salah satu dari mereka, dengan bahasa Suroboyoan, yang jika dalam bahasa Indonesia berbunyi, "Dari Surabaya semua ini? Saya juga, lho!"
Seketika orang yang meledek saya tadi salah tingkah, tetapi segera saya cairkan suasana dengan total berpura-pura seakan saya tidak mendengar ucapan kasarnya tadi. Lalu kami pun berkumpul dan membahas banyak hal tentang Surabaya dan berbagai lelucon. Setelah di setiap tahap ujian saya selalu mendapat peringat pertama, beberapa kelompok lain ikut bergabung bersama kami, sehingga lingkaran pergaulan saya di tempat ini meluas.
Pelajaran moral dari cerita ini adalah: kita tidak perlu selalu tersinggung di setiap kesempatan. Sesekali kita perlu menutup telinga agar hidup kita jauh lebih tenang.