Beberapa hari yang lalu ketika beberapa tulisan saya dimuat di
beberapa media berbeda dalam sehari (dan tentu saja tulisan-tulisan
tersebut juga berbeda), seseorang yang entah siapa mempertanyakan
orisinalitas semua karya saya. Ya, semua, bukan hanya sebiji dua biji.
Saya buka akun tersebut; tidak jelas pemiliknya siapa. Namun segera
saya tanggapi dengan santai, bahwa: tentu tulisan saya orisinal. Jika
dia ingin baca, saya sodorkan alamat blog saya (sekalian promosi, hehe),
dan bacalah sebanyak yang ia sanggup,
semua postingan yang saya buat di blog tersebut sejak tahun 2013 silam.
Paling mendominasi cerita pendek dan resensi buku. Barangkali dengan
membaca semuanya, pemilik akun misterius ini menemukan jawaban.
Menanggapi pertanyaan menyakitkan macam ini kita tidak perlu emosi,
kecuali kalau kitanya memang salah. Cukup sodorkan apa yang ingin orang
tersebut ketahui. Jika ia ingin tahu letak kecacatan tulisan kita,
sediakan cara untuk membaca dan biarlah ia lahap semuanya. Saya tertawa
sampai mulas ketika seorang teman menutup mulut dengan kedua tangannya,
setelah saya sodorkan layar ponsel berisi komentar itu. Ia bilang, "Ya
ampun, kok sekejam itu?"
Jadi ingat pengalaman tahun 2012, saat
pertama menekuni dunia literasi. Waktu itu saya ikut semacam kuis
berhadiah buku di salah satu akun penulis. Syaratnya menulis pendapat
tentang buku di kolom komentar statusnya. Saya tulis pendapat saya
sendiri, dan tanpa saya duga ditanggapi dengan cepat oleh seseorang:
"Copas, ya?"
Pendek tapi menyengat. Copas atau copy-paste, itu
tuduhan yang membuat saya geram saat itu. Saya balas 'tidak' dengan
tanda seru, tetapi kemudian berpikir ingin memberi tambahan, "Biasanya
pencuri lebih paham peluang-peluang mengambil barang orang, sehingga di
kepalanya secara tak sadar terbangun cetak biru siasat mencuri. Pada
akhirnya, karena terbiasa menekuni dunia pencurian, setiap orang seakan
pencuri di matanya."
Memang begitulah kenyataan. Ketika kita
biasa membohongi, misalnya, tanpa sadar kita mudah curiga orang
melakukannya pada kita, sekalipun nol bukti. Tapi, komentar tersebut
lebih dulu dihapus.
Pelajaran yang bisa dipetik dari kejadian
lucu ini: lakukan segalanya dengan jujur dan tak perlu mempertanyakan
kejujuran orang jika tak ada bukti yang mengharuskan kita mempertanyakan
itu.
Comments
Post a Comment