Suatu hari beberapa tahun yang lalu, di salah satu lokasi shooting
sinetron dan FTV yang biasa disebut Persari, saya kenal seorang
bapak-bapak. Beliau humoris dan kocak, walaupun wajahnya persis orang
Jepang yang galaknya minta ampun. Saya tidak tahu kapan pastinya dan
bagaimana bertemu beliau, sampai suatu hari bersama seorang kawan yang
wajahnya mengingatkan saya pada pemain sepak bola Jerman, Oliver Khan,
saya main ke salah satu sudut Persari untuk ikut shooting dan mulai
akrab dengan bapak-bapak itu.
Beliau biasa saya panggil Pak Ipin dan sejak itu sering saya ajak bercanda. Tapi tentu saja, karena beliau mungkin sepantaran ayah saya, candaan-candaan saya pun ada batasnya. Saya menghormati beliau, meski saya lihat beberapa teman membuat candaan seolah Pak Ipin ini teman sebayanya.
Dalam beberapa kesempatan saya tahu beliau kadang jengkel pada sebagian teman saya, tetapi mereka justru tertawa-tawa. Entah apa karena sifat kocaknya bertentangan dengan wajah garangnya ataukah karena logat bicara Pak Ipin persis logat Cilacap, saya tak tahu. Saya sendiri tahu beliau memang lucu, hanya saja usianya membuat saya menyadari candaan yang dibuat mestilah jangan sampai menyinggung.
Kalau tidak salah ingat, pikir saya ketika itu, Pak Ipin sudah sering saya lihat di beberapa sinetron atau FTV. Biasanya menjadi polisi tanpa dialog atau pernah juga bodyguard. Dan benar, beliau cerita banyak soal "percobaannya" mencari rezeki di lokasi shooting dengan mengambil peran kecil-kecilan, bahkan tidak jarang juga figuran. Meski demikian, pada saat itu, beliau mengaku masih baru dan saya tidak bisa menggali lebih banyak informasi darinya karena beliau lebih suka membahas apa saja yang, misalnya, bisa kami kerjakan selagi mendapat peran tertentu. Saya ingat dulu bagaimana kami sama-sama dapat peran menjadi teroris selama sepuluh episode dan pada saat itu beliau sedikit sekali bercanda, karena sibuk mendalami perannya sebagai orang jahat.
Waktu berlalu, saya tidak lagi bertemu beliau. Ponsel saya pun berganti karena rusak dan nomor telepon beliau hilang sudah. Saya tidak pernah bertemu sejak terakhir kali kami ngobrol sampai larut malam di Persari, di set rumah sakit yang ketika itu kondisinya sudah sangat sepi. Bersama teman yang wajahnya persis Oliver Khan, kami bertiga ngopi dan merokok (hanya saya yang tidak merokok) dan membahas masa depan.
Hari ini mungkin saya masih lupa pada Pak Ipin dan kesan yang ditinggalkan beliau atas perkenalan singkat kami, kalau bukan ada kebetulan yang ajaib. Pagi tadi, melihat FTV Rahasia Tuhan "Pelajaran Bagi Tukang Kibul", yang cerita dasarnya saya tulis , seakan seseorang memecah cangkang kecil dalam tempurung kepala saya...pyar... ingatan soal Pak Ipin kembali. Pada bagian saat Tony--tokoh di FTV itu--duduk di ruang tunggu rumah sakit dan dihampiri seorang dokter, saya merasa kembali ke masa itu; saat melihat anak-anak muda seumuran saya meledek dan menganggapnya bahan tertawaan, sedang beliau sendiri mencoba ikut tersenyum, meski itu tampak aneh karena wajah Jepang-nya yang garang.
Saya jadi rindu masa-masa itu. Saya bayangkan saya bertemu Pak Ipin besok atau lusa atau kapan pun di masa depan dan saya ceritakan soal hari ini. Mungkin beliau sudah lupa pada saya, tetapi saya tidak pernah lupa bagaimana ketika itu beliau marah dan menyebut pemuda yang secara berlebihan menggodanya sebagai 'bocah gemblung'.
Ya, Pak Ipin itu dokter yang di FTV tadi pagi.
Beliau biasa saya panggil Pak Ipin dan sejak itu sering saya ajak bercanda. Tapi tentu saja, karena beliau mungkin sepantaran ayah saya, candaan-candaan saya pun ada batasnya. Saya menghormati beliau, meski saya lihat beberapa teman membuat candaan seolah Pak Ipin ini teman sebayanya.
Dalam beberapa kesempatan saya tahu beliau kadang jengkel pada sebagian teman saya, tetapi mereka justru tertawa-tawa. Entah apa karena sifat kocaknya bertentangan dengan wajah garangnya ataukah karena logat bicara Pak Ipin persis logat Cilacap, saya tak tahu. Saya sendiri tahu beliau memang lucu, hanya saja usianya membuat saya menyadari candaan yang dibuat mestilah jangan sampai menyinggung.
Kalau tidak salah ingat, pikir saya ketika itu, Pak Ipin sudah sering saya lihat di beberapa sinetron atau FTV. Biasanya menjadi polisi tanpa dialog atau pernah juga bodyguard. Dan benar, beliau cerita banyak soal "percobaannya" mencari rezeki di lokasi shooting dengan mengambil peran kecil-kecilan, bahkan tidak jarang juga figuran. Meski demikian, pada saat itu, beliau mengaku masih baru dan saya tidak bisa menggali lebih banyak informasi darinya karena beliau lebih suka membahas apa saja yang, misalnya, bisa kami kerjakan selagi mendapat peran tertentu. Saya ingat dulu bagaimana kami sama-sama dapat peran menjadi teroris selama sepuluh episode dan pada saat itu beliau sedikit sekali bercanda, karena sibuk mendalami perannya sebagai orang jahat.
Waktu berlalu, saya tidak lagi bertemu beliau. Ponsel saya pun berganti karena rusak dan nomor telepon beliau hilang sudah. Saya tidak pernah bertemu sejak terakhir kali kami ngobrol sampai larut malam di Persari, di set rumah sakit yang ketika itu kondisinya sudah sangat sepi. Bersama teman yang wajahnya persis Oliver Khan, kami bertiga ngopi dan merokok (hanya saya yang tidak merokok) dan membahas masa depan.
Hari ini mungkin saya masih lupa pada Pak Ipin dan kesan yang ditinggalkan beliau atas perkenalan singkat kami, kalau bukan ada kebetulan yang ajaib. Pagi tadi, melihat FTV Rahasia Tuhan "Pelajaran Bagi Tukang Kibul", yang cerita dasarnya saya tulis , seakan seseorang memecah cangkang kecil dalam tempurung kepala saya...pyar... ingatan soal Pak Ipin kembali. Pada bagian saat Tony--tokoh di FTV itu--duduk di ruang tunggu rumah sakit dan dihampiri seorang dokter, saya merasa kembali ke masa itu; saat melihat anak-anak muda seumuran saya meledek dan menganggapnya bahan tertawaan, sedang beliau sendiri mencoba ikut tersenyum, meski itu tampak aneh karena wajah Jepang-nya yang garang.
Saya jadi rindu masa-masa itu. Saya bayangkan saya bertemu Pak Ipin besok atau lusa atau kapan pun di masa depan dan saya ceritakan soal hari ini. Mungkin beliau sudah lupa pada saya, tetapi saya tidak pernah lupa bagaimana ketika itu beliau marah dan menyebut pemuda yang secara berlebihan menggodanya sebagai 'bocah gemblung'.
Ya, Pak Ipin itu dokter yang di FTV tadi pagi.
Comments
Post a Comment