Skip to main content

Jojo si Koplak dan Perjalanan Kariernya




Judul buku: Derita Karyawan
Penulis: Wenda Koiman
Kategori: Novel komedi
Penerbit: Cakrawala
ISBN : 978-979-405-008-8
Terbit: 2015
Tebal : 168 halaman
Harga : Rp. 35.000,-

"Derita Karyawan", novel komedi segar karya Wenda Koiman ini, amat menghibur. Bagi kamu yang pernah ngalami susahnya nyari kerja, atau hidup di bawah tekanan bos sampai gak kuat lalu hengkang ke planet sebelah, buku ini mungkin bisa jadi ajang nostaGILA sekaligus bersyukur bahwa bukan cuma kamu yang pernah menderita.

Dikisahkan ada pemuda namanya Jojo, sarjana nganggur yang nasibnya malang. Melamar kerja ke sana kemari, susahnya minta ampun. Eh, begitu diterima, kalau bukan dipecat, ya mengundurkan diri karena apes. Sebelum membaca novel ini, ngeliat daftar isinya aja sudah kebayang serumit apa perjalanan Jojo. Karena di situ ditulis beberapa jenis pekerjaan yang dilakoni oleh jagoan jadi-jadian kita ini, misalnya sales, asisten pribadi, sopir taksi, sampai agen rahasia.

Karakter Jojo yang penyemangat, narsis, agak sedikit bodoh, sekaligus sok pintar membuat cerita ini seru. Sebut saja di bagian pekerjaan sales bra, dengan semangat ia menawarkan bra ke seorang pria yang diduga bakal membeli buat sang istri. Tapi ternyata istri pria itu bukan wanita, melainkan pria (walah!). Akibatnya, Jojo yang udah janji nelan bra kalau "istri" si bapak tidak mau pakai branya, harus apes untuk kesekian kali.
Kekonyolan lain misalnya ada di jenis pekerjaan pramuniaga VCD. Tips "teriak maling" coba Jojo terapkan, yakni mengancam si pembeli yang terlanjur megang barang dagangan untuk beli; kalau tidak, siap-siap aja dimassa. Jojo yang penyemangat sekaligus agak sedikit bodoh ini malah membuat bosnya sendiri babak belur. Emang dasar koplak..

Yang gak kalah kocak saat Jojo jadi sopir pribadi. Dalam suatu obrolan, Jojo dengar dari Pak Bos kalau anaknya gak suka bola. Pak Bos sedih, karena sampai harus memaksa kesukaannya pada si anak. Jojo pikir bosnya kelewatan, tapi kegemaran anak sang bos pada boneka dan JKT48 langsung mancing otak ngeresnya. Dia pikir dia bisa ngerayu anak itu hingga bisa jadi pacarnya lalu kaya mendadak. Jojo gak tahu kalau ternyata anak Pak Bos ini cowok.

Buku ini benar-benar menguras tawa. Dari 26 bab, ada 22 bab kusuka. Menurutku kekurangannya ada di bab "Sales Granat", "Konsultan Bunuh Diri", dan "Mimpi Dodol". Tiga bab ini gak sekuat bab-bab lain, meski gak bisa dibilang garing. Contohnya sales granat, aku jadi mikir pekerjaannya terlalu jauh dari Jojo. Kenapa? Karena Jojo berwajah jelek dan wilayah perang yang disebut itu (kemungkinan) ada di luar negeri. Bagaimana mungkin pembelinya gak ngira dia alien dan bagian dari konspirasi negara barat untuk mengadu domba negara-negara dunia ketiga? Hahaha.

Kekurangan buku ini ada dua. Selain tiga bab di atas, kekurangan datang dari segi komedinya yang kurang ajar banget, sehingga pas baca perutmu jadi mules gara-gara ketawa gak ukuran. Gak tahu apa lagi kekurangannya. Mungkin kovernya yang sedikit ngecoh karena ternyata Jojo gak pernah kerja kantoran. Di luar itu, sulit nemuin kekurangan lain. Kalau kamu tahu, boleh SMS saya ke nomor yang tercantum di hapemu. Biar kita sama-sama tahu dan bilang ke penulisnya minta belikan obat mules berupa bakso granat plus es kelapa muda. *ups.

Barangsiapa yang doyan bacaan komedi, buku ini jangan terlewatkan. Komedinya cerdas. Kenapa? Karena ditulis dengan banyak ide, otomatis humornya gak gampang (perlu banyak riset dan observasi), dan berhasil 85 % menurut penerawanganku. Gak percaya? Buktikan. Baca buku ini dan siap-siap mules. Siapa tahu, sehabis mules, kamu nemu satu pencerahan bahwa segala kejadian di muka bumi pasti ada hikmahnya, termasuk di-bully si bos atau ditolak cewek. Mantap gak tuh? :v

Comments

Most Favourable:

Mengirim Cerpen ke Media Massa & Kumpulan Alamat E-mail Cerpen Media se-Indonesia

Banyak pertanyaan tentang bagaimana cara mengirim tulisan (khususnya cerpen) ke media massa. Jawabannya tidak sesingkat pertanyaannya. Untuk itulah, kali ini saya sajikan secara lengkap tata cara mengirim tulisan (khususnya cerpen) ke media massa yang selama ini saya terapkan. Selain itu, saya juga akan membagi kumpulan e-mail puluhan media yang ada di Indonesia lengkap dengan syarat dan ketentuan masing-masing. Di bawah ini adalah tata cara mengirim cerpen ke media. Untuk kumpulan alamat e-mail media, bisa kamu download di akhir postingan.

Menahan Mulas di Dalam Kelas

Tiba-tiba kepikiran nulis hal memalukan yang pernah terjadi di hidupku. Yah, bagi kalian, siapa pun yang gak sengaja membaca tulisan ini, di mana pun kalian berada, silakan tertawa sepuasnya, meski nanti yang kutulis belum tentu lucu. Dan setelah puas tertawa, kudoakan semoga kalian terhibur. Apa sih hal memalukan itu? Gak kuat nahan BAB di dalam kelas. Gimana ceritanya bisa begini, mulanya pas sehari sebelum kejadian. Waktu itu aku masih SMP. Ibu beli sekaleng biskuit Nissin rasa kepala, eh, kelapa. Tahu, 'kan? Yang kalengnya warna item , terus biskuitnya berbentuk persegi panjang gepeng? Nih, kukasih gambarnya biar gak susah jelasin .

[Esai]: "Tere Liye yang 'Segala Warna'" karya Ken Hanggara

Sumber gambar: pinimg.com (Dimuat di basabasi.co , 19 November 2015) Dunia literasi menuntut pegiatnya selalu kreatif. Ya, kita tahu banget itu. Tetapi, mengapa kita tak bisa selalu kreatif, ya? Melihat deretan buku di rak toko, mestinya sudah lebih dari cukup mendorong para penulis muda seperti saya untuk (segera) bisa beradaptasi secara kreatif. Pikir punya pikir, saya akhirnya menyadari bahwa fakirnya kreativitas kita disebabkan kita kurang piknik! Mari tanya Tere Liye, kenapa para penulis perlu piknik? Jawabnya akan sangat simpel: dengan piknik, pikiran menjadi segar, pengetahuan bertambah luas, dan dengan sendirinya kreativitas akan selalu berkembang. Setelah membaca novel-novel Tere Liye, saya kian yakin bahwa beliau ini hobi piknik. Tanpa piknik, nama beliau tidak mungkin sebesar kini. Agak sok tahu memang, tapi sudahlah jangan didebat. Apa belum capek juga berdebat-debat setiap saat tentang segala hal, yang sebagiannya jelas hanya membuatmu terlihat sangat luc

[Cerpen]: "Doa Ibu" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Tabloid NOVA edisi 1595/17-23 September 2018)       Sudah dua tahun aku menganggur dan tidak juga dapat pekerjaan. Ibu satu-satunya orang yang bersabar melihatku berusaha. Tapi, aku lebih sering berdiam di kamar dan di depan laptop kutulis beberapa hal menjadi semacam cerita. Aku tidak tahu akan kubawa ke mana tulisan-tulisan itu, tetapi di lubuk hati, kuharap tulisanku terbit sehingga aku mendapat uang agar orang tidak memandangku remeh.     Sebagai perempuan yang tak pernah berpacaran dan punya sedikit teman, aku tidak terlalu bahagia ketika keluar rumah. Ibu sering menyuruhku pergi entah ke mana, jika tidak ada kegiatan berburu pekerjaan di job fair atau hal-hal semacam itu. Biasanya aku hanya mengajak satu teman, atau sendirian, dan di toko buku kuhabiskan setengah hari untuk berkeliling dari rak ke rak dengan membawa rasa sepi yang sesak.     Aku tahu apa yang kulakukan tidak berarti apa-apa. Ijazahku seakan tidak berguna. Melamar kerja ke sana kemari pun tidak dap

[Esai]: "Membangun Budaya Membaca Melalui Tanda Baca" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Radar Surabaya, Minggu, 27 Maret 2016)       Media sosial dewasa ini, terutama Facebook, menumbuhkan bibit-bibit "penulis" baru. Bagaimana tidak begitu? Facebook kini tidak sekadar sebagai sarana update status seputar aktivitas sehari-hari, tetapi juga forum diskusi, fasilitas penampungan berbagai opini, serta tentu saja media untuk promosi bisnis.     Bibit-bibit "penulis" dalam hal ini bukan hanya mereka yang memang berniat ingin menjadi penulis sungguhan (konon, mereka yang menulis dan terbit dalam bentuk buku atau dimuat di media masa, itulah yang disebut sebagai penulis; terlepas dari pro dan kontra pendapat ini), melainkan juga mereka yang ingin sekadar bicara. Dan bagai riuh rendah suara di pasar tradisional, kita menemukan alangkah banyak suara-suara yang tidak berharap jadi tenar dalam upaya publikasi di bidang literasi, namun sekadar berangan ingin didengar.

Review Buku: "Ketabuan di Tengah Penjunjungan Tata Krama"

        Judul buku: Nyai Gowok     Penulis: Budi Sardjono     Kategori: Novel dewasa     Penerbit : Diva Press     ISBN : 978-602-255-601-5     Terbit : Mei 2014     Tebal : 332 halaman         Bagus Sasongko, pemuda belasan tahun, yang ketika itu sudah mulai memasuki masa akil baligh , sedang gundah gulana sebab kejadian yang akhir-akhir ini ia alami. Irawan (kakak kandungnya) beserta Kang Bogang (tukang rawat kuda di rumah ayahnya), belakangan menggodanya tentang keharusan seorang bocah yang beranjak dewasa untuk belajar mengenal seks dan seluk beluk tubuh wanita dewasa.

[Cerpen]: "Surga Pembangkang" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Kompas, Minggu, 8 Oktober 2017)       Herman bermain-main di dalam tubuhku. Ia bajak laut dan aku cangkang raksasa. Ia membawa sepuluh prajurit terakhir di hari menjelang kiamat, lalu bersembunyi dalam cangkang—dalam aku—bersama kesepuluh prajuritnya.     "Sekarang kamu putuskan sebaiknya mengusir kami atau tidak. Sebab kalau sudah telanjur sembunyi, sampai sembilan bulan kami tidak keluar," kata Herman padaku.     Aku tidak ingin dia pergi, maka kukatakan terserah pada mereka.     Begitulah, Herman dan sepuluh lelaki gagah perkasa tidur dalam cangkangku pada satu malam. Tubuh mereka hangat dan basah. Aku sesak napas karena tubuhku ini tidak terlalu luas untuk menampung terlalu banyak manusia.     Suatu hari Herman bertanya kenapa aku merenung. Kujawab aku lelah, tetapi tidak sekali-kali membayangkan ingin membuang Herman dari hidupku. "Kau jadi bagianku, aku bagianmu," kataku.     Herman menambahkan betapa kami memang satu, sekalipun sepuluh prajuri