Sadar atau tidak, kebiasaan makan mie instan sejak kecil sangat berdampak buruk bagi kesehatan. Salah satunya membuat kita terbiasa suka sama yang instan-instan. Lho kok bisa? Ya, bisa saja. Padahal semua yang serba instan membuat hidup kita tidak sehat seperti dulu. Tapi, kebanyakan orang suka yang instan-instan. Kenapa? Saya juga heran. Why?
Baru-baru ini ada wanita berinisial AA tertangkap. Sebagai orang yang doyan sama serba-instan, Mbak AA "si tukang bersih-bersih kamar" pejabat ini pasang tarif minimal 80 juta rupiah per jam untuk jasanya. Tentu banyak yang ribut, terutama netizen yang suka komen sana-sini, bahwa yang demikian sungguh ajaib. Dalam profesi tertentu, untuk dapat uang sebanyak itu harus banting tulang dulu sampai mencret baru kesampaian. Itu pun kalau sanggup. Kalau enggak, paling-paling ambeien.
Bukan berlebihan bahwa apa yang dilakukan Mbak AA luar biasa. Luar biasa gila maksudnya. Uang 80 juta tidak sedikit. Tapi cuma dalam sejam dia bisa memperoleh itu, bahkan lebih dari itu. Bayangkan, uang segitu banyak! Maka jangan salahkan kalau saya kategorikan Mbak AA ini penggemar berat mie instan sejak SD.
Tidak cuma Mbak AA, para pejabat atau pengusaha yang membayar juga masuk kategori ini. Mereka sama-sama pemuja "serba-instan" yang tidak menyehatkan. Lha kok bisa? Kalau Mbak AA penyuka instan sebab tidak mau repot-repot mencret atau ambeien demi meraup uang 80 juta rupiah dalam tempo sesingkat-singkatnya, maka para pelanggannya punya alasan lain: tidak mau nambah momongan. Kok bisa?
Begini, perbandingannya sama dengan selisih waktu dan tingkat kerepotan masak mie instan dengan mie goreng hasil racikan tangan. Kalau mie instan butuh waktu 3-4 menit sebelum akhirnya menyantap habis mie itu, sendawa, lalu ngorok kekenyangan (tenaga yang dikeluarkan selama masak juga gak banyak), maka mie hasil racikan tangan butuh waktu minimal 15 menit, itu pun yang paling cepat, dan tenaga yang dikeluarkan lebih banyak.
Kenapa saya sebut para pelanggan Mbak AA ini tidak mau nambah momongan? Katakanlah--dengan seribu permintaan maaf--dia tidak bisa menahan diri dari gejolak seks di tubuhnya, tapi ia bosan dengan istri sahnya. Maka untuk menghilangkan gejolak itu ia pun datang ke Mbak AA yang dengan segenap hati melakukan apa saja tanpa ada risiko hamil. Ini yang saya maksud maunya yang instan-instan aja. Dan harga yang serba instan tidak murah. Pertama, untuk kepuasan. Kedua, untuk tidak nambah momongan. Dan ketiga, rahasia terjaga.
Sering kita dengar orang bijak bilang: yang serba instan ujung-ujungnya bakal gak enak. Tapi anehnya, banyak yang menganggap hidup ini baiknya kayak mie instan saja. Semua serba gampang. Lalu, apa artinya proses? Orang menulis, misalnya, butuh proses. Tanpa berproses, seorang penulis tidak mungkin masuk daftar para penulis kenamaan. Seorang musisi juga; tidak bisa bermain musik dengan baik kalau kerjaannya cuma mancing sama ngelamun. Begitupun politisi; tidak bisa balik modal kalau gak belajar korupsi.
Segala sesuatu di dunia ini butuh proses. Bahkan mie instan, sebelum sampai ke minimarket dan warung, lebih dulu melewati proses, yakni proses produksi. Nyesek gak tuh? Penyebab utama orang senang yang instan-instan saja butuh proses!
Sebenarnya apa dasarnya saya bilang kalau penyebab orang-orang jadi senang serba instan itu adalah mie instan? Sederhana saja. Kebiasaan makan mie instan bisa merusak badan dan otak, karena ada banyak kandungan zat kimia berbahaya. Itu berisiko tidak cuma menurunkan fungsi otak dan metabolisme, tapi juga merusak organ pernapasan, lambung, usus, jantung, menaikkan tekanan darah, menyebabkan diabetes, sakit liver, gagal ginjal, menambah kadar kolesterol, obesitas, mengganggu hormon seks pada pria (sehingga tidak dapat mengontrol gairah seks), serta masih banyak lagi. Mie instan, jika dikonsumsi jangka panjang, juga membuat pelakunya kena stroke. Wuiiihh... Ngeri gak tuh!
Maka, akibat di atas satu per satu mulai berdatangan menyerang para penggemar mie instan. Kita jadi gampang ngantuk, malas mikir, mudah sakit, dan seterusnya. Kata orang bijak lagi: dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Sayangnya, tubuh kita sudah gak sehat gara-gara mie instan. Jadilah, langsung tidak langsung, menjadikan kita manusia yang malas untuk berproses dan berpikir, lalu menganggap segala sesuatunya harus cepat selesai, tidak peduli bagaimanapun jalannya.
Solusinya? Kurangi makan mie instan. Dunia bukan milik mie instan. Kalau dunia milik mie instan, aku dan kamu milik siapa? Yah, seenggaknya kalau mengurangi makan mie instan, risiko kena penyakit berkurang, meski belum tentu juga mengubah kita jadi pribadi yang mau berproses dari yang tadinya fans berat "serba-instan". Itu semata soal pilihan. Risiko ditelan masing-masing. [ ]
Comments
Post a Comment