Judul buku:
Kembali Menjadi Manusia
Penulis: Doni
Febriando
Kategori:
Non-fiksi (Motivasi Islami)
Penerbit :
Quanta
ISBN:
978-602-02-5262-9
Terbit: 2014
Tebal: xviii +
218 halaman
Harga: Rp.
54.800,-
Agama Islam
dibawa ke Nusantara oleh Walisongo lewat jalan cinta dan kasih sayang.
Sebagaimana saat Rasulullah Saw pertama kali menyampaikan agama ini ke
orang-orang di sekitarnya, Walisongo ketika itu juga menjadi
"satu-satunya" yang tidak tersesat.
Delapan abad
lamanya agama Islam sudah ada di Nusantara, namun belum satu pun pribumi
memeluknya. Yang memeluk Islam hanya "orang luar" yang tinggal di
Nusantara. Sepintas mengherankan; bagaimana mungkin selama delapan abad agama
Islam belum bisa diterima pribumi? Selama kurun waktu kurang dari 50 tahun,
kehadiran Walisongo justru mampu mengislamkan banyak sekali pribumi. Jawabannya
karena gaya dakwah Walisongo meniru cara dakwah Nabi Muhammad Saw yang lembut
dan tanpa paksaan.
Islam sebagai
agama rahmatan lil 'alamin mengajarkan kita untuk memanusiakan manusia, tidak
peduli dari mana dia berasal atau tuhan apa yang dia sembah. Namun dewasa ini, sikap
memanusiakan manusia seakan dibatasi hanya untuk "kalangan sendiri"
saja. Ini terjadi karena kedangkalan cara berpikir sebagian umat Islam yang
pola berpikirnya melenceng dari yang diteladankan Rasulullah Saw dan
Walisongo.
Buku ini
menyoroti sekian fenomena tentang umat Islam yang suka "merasa
benar", gemar memvonis, juga cenderung tidak sadar untuk memperbaiki diri
sendiri ketimbang mengoreksi orang lain. Tema-tema menarik mulai dari masuknya
Islam ke Nusantara, bagaimana memperlakukan manusia beda keyakinan, isu
poligami, menyikapi perbedaan ideologi dalam tubuh Islam, memandang bencana
alam sebagai bentuk kasih sayang-Nya, menggapai pahala dengan cara sederhana,
dan lain-lain, dikemas dengan gaya tulisan ringan ala Doni Febriando yang
membumi sehingga bisa dibaca siapa saja, terutama kalangan muslim pinggiran
yang awam.
Kemasan
"buku agama" seperti ini saya rasa lebih mudah dicerna ketimbang yang
dikemas "ilmiah", dan juga (mungkin) "terlalu
agamis", hingga kadang sebagai pembaca kita terkesan digurui. Namun di sini tidak ada kesan itu. Doni bahkan tidak banyak memasukkan "nasihat", kecuali
"ajakan" (dan itu juga terkesan ditulis bagi dirinya sendiri). Di dalamnya juga ada beberapa potongan ayat Alquran, serta contoh-contoh kisah teladan Rasulullah dan
orang-orang saleh.
Kita seolah
sedang bicara santai dengan Doni sambil "ngopi". Penulis mengajak
kita menyerap saripati Islam sebagai agama yang indah, yang tidak mengenal
kekerasan, serta tidak mengutamakan paksaan meski itu untuk sebuah kebenaran.
Sebab, di atas kebenaran masih ada kebaikan. Dan di atas kebaikan, ada
keindahan.
Saya tidak
tahu harus bicara apa lagi tentang buku ini. Saya pikir, menulis review buku
tidak pernah sesulit ini. Kenapa? Karena setelah membaca seluruhnya,
otak saya menampilkan hasil: 100% buku ini acceptable bagi kita yang
butuh cahaya. Saya bayangkan setiap orang yang salah kaprah memandang Islam
bukan sebagai saripati, melainkan sekadar bungkus, membaca ini lalu tersentak dan sadar.
Tentu ini bukan semata soal "kesepahaman" saya dengan Doni soal semua
yang dia tulis, tetapi karena cara yang dia sajikan betul-betul "adil" dan "bijak"
untuk semua pihak.
Sayangnya buku
ini kurang sempurna dari segi editing. Masih ada beberapa kata dan tanda baca
yang terlewat koreksi. Tampilan huruf berwarna ungu (serta jenis hurufnya) pun
menurut saya kurang nyaman untuk dibaca, apalagi ditambah beberapa halaman
warna dengan pola tertentu yang kadang membuat mata pedih. Namun, di luar itu,
buku ini sangat direkomendasikan. Ada banyak pengetahuan dan kesadaran baru,
yang barangkali belum kita temui, atau belum sepenuhnya kita pahami, sehingga
kita belajar untuk kembali ke diri kita sesungguhnya sebagai makhluk
ciptaan-Nya yang paling sempurna di muka bumi: manusia.
Comments
Post a Comment