Judul buku:
Labirin sang Penyihir
Penulis: Maya
Lestari GF
Kategori:
Novel
Penerbit:
Kakilangit Kencana
ISBN :
978-602-8556-54-5
Terbit: April
2015
Tebal : 242
halaman
Taman Labirin
itu dijaga perempuan cantik. Konon, siapa pun yang masuk ke sana, bisa pulang
membawa mainan. Tentu saja, Attar, sebagai bocah sebelas tahun, langsung
tertarik. Ia ingin mengikuti "jejak" teman-teman yang sudah pernah
masuk ke taman itu dan pulang membawa mainan. Larangan Mama tidak digubris,
sampai ia menyadari bahwa itu bukan labirin biasa. Itu labirin si penyihir
jahat.
Attar tidak
sendiri. Ketika tahu terjebak di kegelapan, ada gadis bernama Mandira
menjelaskan banyak hal tentang labirin ini padanya. Mereka yang terjebak tidak
bisa keluar, kecuali bisa menjawab beberapa pertanyaan di buku teka-teki.
Sayangnya, itu belum pernah terjadi. Entah berapa banyak anak yang terjebak, sampai akhirnya Attar masuk. Sebagai bocah terakhir, kini ialah yang
bertugas menjawab semua teka-teki yang penyihir berikan, dengan syarat: tidak
boleh salah lebih dari dua kali.
Attar cerdas.
Satu per satu pertanyaan berhasil dijawab. Satu per satu kejadian aneh muncul.
Kalau satu kata yang ditulis dari satu pertanyaan memang "benar",
dunia labirin mengalami perubahan. Tempat yang tadinya gelap pun lama-lama terang
dengan hadirnya "jawaban-jawaban" yang ditulis di buku teka-teki.
Teman-teman baru berdatangan. Ada Leo, yang diketahui sebagai yang
"tertua" di sana. Juga ada Geo, bocah cerdas yang dahulu nyaris
berhasil memecahkan semua teka-teki, serta masih banyak lagi teman-teman baru lain. Kalau semua teka-teki terpecahkan, mereka
bebas karena dunia labirin itu hancur.
Tentu saja,
penyihir yang bernama Sara tidak membiarkan mereka lolos. Banyak usaha ia
lakukan untuk menghalangi Attar dan kawan-kawan, dengan harapan agar anak itu
gagal seperti yang pernah Geo dan teman-teman lain alami. Sara dulunya anak
baik. Ia hidup di Eropa dua ratus tahun silam. Wajahnya yang bintik-bintik
membuatnya dijauhi. Tidak ada yang mau bermain dengannya. Ia sedih setelah
ayahnya menikah lagi. Cinta sang ayah kini hanya ditujukan pada istri baru dan
anak tirinya.
Sara membenci
mereka. Ia belajar sihir dan mengutuk setiap anak agar tidak bisa bermain
sepertinya. Ia buat gambar labirin yang rumit. Dengan bantuan monster pohon, ia
wujudkan rencana itu: menjebak anak-anak dari seluruh dunia, dan mengeluarkan
kopian si anak agar tidak ada orangtua yang curiga. Dua ratus tahun ia lakukan
itu dan belum satu pun anak berhasil lolos. Labirin itu semakin kuat.
Buku teka-teki
itu ternyata bukan sekadar buku, melainkan kunci untuk keluar dari dunia
labirin. Darinya, Attar tahu rahasia masa lalu Sara. Buku itu ada karena dulu
saat membuat labirin, Sara menyertakan jalan keluar. Andai tidak ada jalan
keluar, mungkin selamanya buku itu tidak akan ada dan mereka yang terjebak akan abadi di dunia labirin.
Membaca ini
membuat kita tak henti berimajinasi. Seperti menonton film, buku ini ditulis
dengan narasi dan dialog berimbang, yang memancing kita membayangkan
bagaimana suasana dunia labirin, bagaimana rupa wajah anak-anak itu yang kini bermata gelap, dan
lain sebagainya. Selain itu buku ini ditulis dengan cerdas.
Pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari buku teka-teki, membuat saya kadang
mengernyitkan dahi, "ikut" menebak yang harus Attar tebak. Membuat
pertanyaan seperti ini tidak mudah. Saya yakin penulis pasti membuat
semacam "corat-coret" di atas kertas untuk memadukan kata-kata tidak
lazim layaknya pada teka-teki silang, yang nantinya menjadi jawaban
"tepat" yang harus Attar tulis.
Yang jadi
pertanyaan ada dua. Pertama, yang sepertinya tidak ada di buku ini adalah:
tentang baju anak-anak yang terjebak. Mereka datang dari zaman yang berbeda dalam kurun
waktu antara tahun 1887-2014. Tentu saja, gaya berpakaian di rentang waktu
sedemikian jauh sudah pasti berbeda, apalagi mereka datang dari negara yang
berbeda. Adakah reaksi Attar yang tinggal di Padang pada tahun 2014, andaikata
ia melihat teman lain di labirin dari zaman dan negara berbeda, yang
membuatnya katakanlah terkejut?
Kedua, soal
negara asal anak-anak yang terjebak. Tidak ada keterangan anak-anak ini dari
negara mana saja (kecuali beberapa yang menyebut asal kota di Indonesia),
mengingat si penyihir berasal dari Eropa dua ratus tahun lalu, dan bisa sampai
berkelana hingga ke Indonesia. Namun, mengingat tokoh Attar belum lancar
berbahasa Inggris, kemungkinan semua tokoh yang ada di cerita berasal dari
Indonesia. Mereka tidak mengalami kendala saat mengobrol. Lalu, ke mana
anak-anak lain yang bukan dari Indonesia? Buku ini lebih sempurna kalau kedua
detail kecil itu tidak terlewatkan.
Secara
keseluruhan buku ini bagus dan membuat saya "lega" setelah
membacanya. Buku yang buruk tidak mungkin membuat pembaca
"lega"--yang ada malah jengkel. Selain karena ceritanya seru, di awal
tiap bab dilengkapi ilustrasi yang berkaitan dengan isi bab tersebut. Pesan moralnya juga ada. Saya
yakin, ini bakalan bagus kalau difilmkan, apalagi dengan teknik animasi
yang mumpuni.
Comments
Post a Comment