Judul buku: The Virgin Suicides
Penulis: Jeffrey Eugenides
Kategori: Novel
Penerbit : Dastan Books
ISBN : 978-602-247-131-8
Cetakan 6: Oktober 2013
Tebal : 296 halaman
Keluarga Lisbon diselubungi misteri selama beberapa dekade sejak terjadi peristiwa bunuh diri Cecilia, anak bungsu mereka, yang berumur 13 tahun. Cecilia gadis yang terganggu jiwanya. Setelah kematiannya, para saudarinya yang lebih tua: Therese, Mary, Bonnie, dan Lux, menunjukkan gelagat ketidakwarasan yang sama.
Dalam cerita ini kita mendengar kesaksian "kami", yaitu para remaja laki-laki yang tinggal di kawasan itu. Misteri bunuh dirinya Cecilia membuat rumah itu pelan-pelan menuju kehancuran. Mr dan Mrs. Lisbon, sepeninggal si bungsu, semakin mengurangi eksistensi diri di kehidupan sosial. Entah apa alasannya mereka seperti kumpulan orang sinting yang membenci hidup, meski beberapa waktu lamanya hidup keluarga itu terus berlanjut.
"Kami" yang terdiri dari para bocah laki-laki, memendam rasa penasaran tinggi kepada anak-anak gadis Lisbon. Mereka cantik-cantik, sangat kontras dari tampilan fisik Mrs Lisbon. Tapi kelakuan kelima anak itu sering kali mengundang tanya. Kehidupan memang sempat membaik setelah beberapa bulan kejadian Cecilia berlalu. Tapi sebuah momen di pesta dansa mengubah semuanya. Keluarga Lisbon bagai hidup di dunia lain; rumah mereka semakin gelap dari waktu ke waktu, mereka mulai jarang keluar rumah, dan kegilaan menebar aroma busuk ke sekeliling. Pada saat-saat suram dan penuh tanya, keempat gadis Lisbon yang tersisa juga bunuh diri. Keluarga itu benar-benar hancur dan sepasang suami istri Lisbon memutuskan pergi ke tempat jauh.
Sampai beberapa tahun lamanya, "kami" tidak menemukan rahasia atau alasan kenapa gadis-gadis itu bunuh diri. Tapi itu tidak penting, karena pikiran dan hati mereka lebih tertarik pada apa yang terjadi di saat-saat para gadis itu masih hidup dan bergaul dengan mereka.
Novel ini tidak punya kejelasan kenapa mereka bunuh diri. Saya kira saat membaca kalimat pendek: "Satu per satu para perawan misterius itu memilih mati", di bagian depan kover, langsung menduga akan ada penjelasan. Tapi ternyata tidak. Dan anehnya, novel ini tetap bagus justru bukan karena semata soal perkara "penjelasan yang pembaca butuhkan" dan sebagainya, melainkan cara bercerita yang emosional.
Novel ini sukses menekankan perasaan "kami" yang ternyata amat kehilangan, meski gadis-gadis itu sinting, misterius, tertutup, atau kadang menjijikkan. Mereka cantik tapi kehidupan kelimanya jauh dari kata cantik. Deskripsi yang detail, masuk akal, alami, atau terkadang ilmiah, plus teknik penceritaan flashback yang mengingatkan saya pada "Carrie" karya Stephen King, membuat karya ini punya nilai nyaris sempurna. Saya rasa buku ini tidak memberi solusi langsung, melainkan membiarkan kita menilai sendiri. Jeffrey Eugenides menunjukkan kekaguman pada sesuatu yang mestinya patut dijauhi, atau dibenci, dengan cara wajar, meyakinkan, tidak memaksa, dan tidak mengada-ada, meski ini sekadar fiksi.
Kekurangan pada buku ini hanya dari segi editing dan itu tentu bukan kesalahan penulis. Ada beberapa tanda koma dan titik yang salah tempat, sehingga kadang maksud kalimat berbelok atau malah tidak jelas. Syukurlah, hal itu tidak terlalu mengganggu. Membaca buku ini tetap mengasyikkan. Kekuatan kata-katanya membuat saya beberapa kali merasa mual. Sungguh, baru kali ini saya membaca novel bisa sampai merasa mual karena adegan bunuh diri dan berciuman sambil minum bir!
Comments
Post a Comment