Skip to main content

Review Buku: "Akhir Tragis Seorang Gatz"

   
    Judul buku: The Great Gatsby
    Penulis: F. Scott Fitzgerald
    Kategori: Novel
    Penerbit: Selasar
    ISBN : 978-979-91-0835-7
    Cetakan 1 : April 2010
    Tebal : 256 halaman

Nick Carraway yang merantau dan menyewa rumah di kawasan West Egg, punya tetangga bernama Jay Gatsby, yang misterius dan sering mengadakan pesta di rumahnya, mendatangkan ratusan orang dari kalangan borjuis. Anehnya, para peserta pesta tidak semuanya mengenal Gatsby. Meski begitu, mereka tetap datang oleh karena kesenangan yang disuguhkan pada pesta yang rutin diadakan itu. Keadaan yang ganjil ini mulanya tidak mengganggu Nick, namun lama-lama ia penasaran akan siapa sebenarnya sosok Gatsby.

Nick punya sepupu jauh bernama Daisy yang menikah dengan Tom Buchanan. Tanpa ia ketahui, ternyata sepupu jauhnya punya masalah percintaan yang pelik, sebelum akhirnya terpaksa menikah dengan Tom. Lima tahun silam, Daisy mengenal seorang opsir muda yang tampan hingga mereka berdua saling mencintai. Jordan Baker, pegolf wanita muda yang cantik dan terkenallah, yang tahu cerita masa lalu itu. Dulu ia sempat mengagumi sosok Daisy sebagai gadis anak orang kaya dan idola banyak orang. Oleh karena mereka bertetangga, pertemanan antara Daisy dan Jordan pun terjalin hingga sekarang.

Satu per satu bagian menguak potongan puzzle dengan teratur. Pelan-pelan, Gatsby yang mulanya digosipkan oleh tamu-tamu pestanya sendiri sebagai pembunuh yang menyamar, atau kadang penipu licik sehingga bisa menjadi kaya di usia semuda itu, akhirnya menjadi teman Nick dengan cara yang "seolah" kebetulan. Hari itu undangan pesta datang ke rumah Nick, padahal ia tidak mengenal tetangga barunya ini. Sejak pertemuan itu mereka akhirnya saling berteman.

Yang menjadi aneh bagi Nick adalah sepertinya semua orang yang dia kenal, atau siapa pun yang tidak dia kenal sekalipun, mengenal Tuan Gatsby yang kaya dan baik. Dan nyatanya Jay Gatsby pribadi menyenangkan di mata Nick. Auranya membuat setiap orang yang diajaknya bicara merasa begitu dihargai, meski tidak berpangkat. Rahasia kehidupan masa lalu Gatsby memang abu-abu. Banyak yang berpikir buruk, tapi sebagai teman baru, agak aneh juga ketika Gatsby mulai menerangkan siapa sesungguhnya dia selama ini kepada Nick.

Ternyata "pemulihan nama baik" di depan Nick ini bukan tanpa tujuan. Gatsby memang misteri, tapi tidak bagi Daisy, karena lima tahun lalu mereka pernah berpacaran. Ya, opsir muda itulah Gatsby. Ia menjadi sekaya saat ini karena ilmu bisnis dari Tuan Wolfshiem, pengusaha yang terkenal picik. Namun, dulu sekali, saat masih berumur 17, Gatsby yang bernama asli James Gatz kabur dari rumah dan bekerja serabutan; hidup di bawah langit di atas bumi, tanpa rumah. Karena kebaikan hatinya pada lelaki kaya bernama Dan Cody, ia sempat bekerja dan menjadi orang kepercayaannya, bahkan mewarisi sebagian hartanya. Namun, selingkuhan Dan Cody mengakalinya dan ia tidak bisa berbuat apa-apa. Waktu berlalu, Gatsby yang bergabung di militer meraih berbagai prestasi semasa perang, namun di waktu bersamaan ia harus pergi bertugas, meninggalkan Daisy yang menunggu dengan cinta. Sayangnya, waktu tidak membuat Daisy bersabar dan perasaannya pun terbelah dua, melihat kedatangan Tom yang muda dan kaya. Akhirnya mereka menikah.

Mulai jelas alasan Gatsby mengundang Nick ke pesta, mendekatinya dan menjalin persahabatan. Ternyata semua ini soal Daisy. Termasuk juga undangan pesta untuk orang-orang yang tidak dia kenal sekalipun. Setiap warga Long Island, atau dari mana pun, bebas datang ke rumahnya ketika pesta berlangsung. Ini dimaksudkan agar kelak Daisy datang dan mereka bisa bertemu kembali dengan keadaannya yang serba baru: kaya dan terhormat. Dulu Gatsby sempat berbohong kepada Daisy soal jabatan agar ia bisa memacarinya. Perasaan bersalah dan cintanya yang teramat besar pada perempuan itu, akhirnya membuatnya dengan sabar menyusuri jalan kembali ke masa lalunya.

Buku ini berisi cerita cinta pelik antara beberapa manusia. Selain Gatsby dan Daisy--yang ternyata memendam cintanya pada "opsir muda" itu hingga lima tahun lamanya--juga ada pula Tom yang diam-diam selingkuh dengan Nyonya Wilson. Nick sendiri mengalami hubungan yang aneh dengan Jordan Baker. Namun, setelah membaca sampai akhir, kita tahu secara lengkap apa yang sebenarnya ingin Fitzgerald sampaikan dalam novelnya. Sungguh tragis akhir hidup Gatsby. Setidaknya ada dua pesan yang bisa saya tangkap. Pertama, masa lalu tidak harus diselali meski buruk. Kedua, janganlah melihat sisi baik orang lain dengan sudut pandang pedagang; lu jual, gue beli, karena kebaikan tanpa pamrih lebih terhormat, meski kecil sekalipun.

Comments

Most Favourable:

Mengirim Cerpen ke Media Massa & Kumpulan Alamat E-mail Cerpen Media se-Indonesia

Banyak pertanyaan tentang bagaimana cara mengirim tulisan (khususnya cerpen) ke media massa. Jawabannya tidak sesingkat pertanyaannya. Untuk itulah, kali ini saya sajikan secara lengkap tata cara mengirim tulisan (khususnya cerpen) ke media massa yang selama ini saya terapkan. Selain itu, saya juga akan membagi kumpulan e-mail puluhan media yang ada di Indonesia lengkap dengan syarat dan ketentuan masing-masing. Di bawah ini adalah tata cara mengirim cerpen ke media. Untuk kumpulan alamat e-mail media, bisa kamu download di akhir postingan.

Menahan Mulas di Dalam Kelas

Tiba-tiba kepikiran nulis hal memalukan yang pernah terjadi di hidupku. Yah, bagi kalian, siapa pun yang gak sengaja membaca tulisan ini, di mana pun kalian berada, silakan tertawa sepuasnya, meski nanti yang kutulis belum tentu lucu. Dan setelah puas tertawa, kudoakan semoga kalian terhibur. Apa sih hal memalukan itu? Gak kuat nahan BAB di dalam kelas. Gimana ceritanya bisa begini, mulanya pas sehari sebelum kejadian. Waktu itu aku masih SMP. Ibu beli sekaleng biskuit Nissin rasa kepala, eh, kelapa. Tahu, 'kan? Yang kalengnya warna item , terus biskuitnya berbentuk persegi panjang gepeng? Nih, kukasih gambarnya biar gak susah jelasin .

[Esai]: "Tere Liye yang 'Segala Warna'" karya Ken Hanggara

Sumber gambar: pinimg.com (Dimuat di basabasi.co , 19 November 2015) Dunia literasi menuntut pegiatnya selalu kreatif. Ya, kita tahu banget itu. Tetapi, mengapa kita tak bisa selalu kreatif, ya? Melihat deretan buku di rak toko, mestinya sudah lebih dari cukup mendorong para penulis muda seperti saya untuk (segera) bisa beradaptasi secara kreatif. Pikir punya pikir, saya akhirnya menyadari bahwa fakirnya kreativitas kita disebabkan kita kurang piknik! Mari tanya Tere Liye, kenapa para penulis perlu piknik? Jawabnya akan sangat simpel: dengan piknik, pikiran menjadi segar, pengetahuan bertambah luas, dan dengan sendirinya kreativitas akan selalu berkembang. Setelah membaca novel-novel Tere Liye, saya kian yakin bahwa beliau ini hobi piknik. Tanpa piknik, nama beliau tidak mungkin sebesar kini. Agak sok tahu memang, tapi sudahlah jangan didebat. Apa belum capek juga berdebat-debat setiap saat tentang segala hal, yang sebagiannya jelas hanya membuatmu terlihat sangat luc

[Cerpen]: "Doa Ibu" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Tabloid NOVA edisi 1595/17-23 September 2018)       Sudah dua tahun aku menganggur dan tidak juga dapat pekerjaan. Ibu satu-satunya orang yang bersabar melihatku berusaha. Tapi, aku lebih sering berdiam di kamar dan di depan laptop kutulis beberapa hal menjadi semacam cerita. Aku tidak tahu akan kubawa ke mana tulisan-tulisan itu, tetapi di lubuk hati, kuharap tulisanku terbit sehingga aku mendapat uang agar orang tidak memandangku remeh.     Sebagai perempuan yang tak pernah berpacaran dan punya sedikit teman, aku tidak terlalu bahagia ketika keluar rumah. Ibu sering menyuruhku pergi entah ke mana, jika tidak ada kegiatan berburu pekerjaan di job fair atau hal-hal semacam itu. Biasanya aku hanya mengajak satu teman, atau sendirian, dan di toko buku kuhabiskan setengah hari untuk berkeliling dari rak ke rak dengan membawa rasa sepi yang sesak.     Aku tahu apa yang kulakukan tidak berarti apa-apa. Ijazahku seakan tidak berguna. Melamar kerja ke sana kemari pun tidak dap

[Esai]: "Membangun Budaya Membaca Melalui Tanda Baca" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Radar Surabaya, Minggu, 27 Maret 2016)       Media sosial dewasa ini, terutama Facebook, menumbuhkan bibit-bibit "penulis" baru. Bagaimana tidak begitu? Facebook kini tidak sekadar sebagai sarana update status seputar aktivitas sehari-hari, tetapi juga forum diskusi, fasilitas penampungan berbagai opini, serta tentu saja media untuk promosi bisnis.     Bibit-bibit "penulis" dalam hal ini bukan hanya mereka yang memang berniat ingin menjadi penulis sungguhan (konon, mereka yang menulis dan terbit dalam bentuk buku atau dimuat di media masa, itulah yang disebut sebagai penulis; terlepas dari pro dan kontra pendapat ini), melainkan juga mereka yang ingin sekadar bicara. Dan bagai riuh rendah suara di pasar tradisional, kita menemukan alangkah banyak suara-suara yang tidak berharap jadi tenar dalam upaya publikasi di bidang literasi, namun sekadar berangan ingin didengar.

Review Buku: "Ketabuan di Tengah Penjunjungan Tata Krama"

        Judul buku: Nyai Gowok     Penulis: Budi Sardjono     Kategori: Novel dewasa     Penerbit : Diva Press     ISBN : 978-602-255-601-5     Terbit : Mei 2014     Tebal : 332 halaman         Bagus Sasongko, pemuda belasan tahun, yang ketika itu sudah mulai memasuki masa akil baligh , sedang gundah gulana sebab kejadian yang akhir-akhir ini ia alami. Irawan (kakak kandungnya) beserta Kang Bogang (tukang rawat kuda di rumah ayahnya), belakangan menggodanya tentang keharusan seorang bocah yang beranjak dewasa untuk belajar mengenal seks dan seluk beluk tubuh wanita dewasa.

[Cerpen]: "Surga Pembangkang" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Kompas, Minggu, 8 Oktober 2017)       Herman bermain-main di dalam tubuhku. Ia bajak laut dan aku cangkang raksasa. Ia membawa sepuluh prajurit terakhir di hari menjelang kiamat, lalu bersembunyi dalam cangkang—dalam aku—bersama kesepuluh prajuritnya.     "Sekarang kamu putuskan sebaiknya mengusir kami atau tidak. Sebab kalau sudah telanjur sembunyi, sampai sembilan bulan kami tidak keluar," kata Herman padaku.     Aku tidak ingin dia pergi, maka kukatakan terserah pada mereka.     Begitulah, Herman dan sepuluh lelaki gagah perkasa tidur dalam cangkangku pada satu malam. Tubuh mereka hangat dan basah. Aku sesak napas karena tubuhku ini tidak terlalu luas untuk menampung terlalu banyak manusia.     Suatu hari Herman bertanya kenapa aku merenung. Kujawab aku lelah, tetapi tidak sekali-kali membayangkan ingin membuang Herman dari hidupku. "Kau jadi bagianku, aku bagianmu," kataku.     Herman menambahkan betapa kami memang satu, sekalipun sepuluh prajuri