Skip to main content

Review Buku: "Keluarga Koplak Kaya Mendadak"

   
    Judul buku: Cireng Forever
    Penulis: Haris Firmansyah & Funny Team
    Kategori: Novel komedi
    Penerbit : de Teens
    ISBN : 978-602-279-053-2
    Terbit : September 2013
    Tebal : 231 halaman
   
    Pak Solar, bapaknya Tajudin, baru saja kena PHK. Untuk menyambung hidup keluarganya, dengan modal uang pesangon dibukalah warung bensin eceran oleh Pak Solar. Tapi memang dasar beliau kurang cerdas, usaha itu dengan cepat saja gulung tikar.
   
    Ya, Pak Solar adalah tipe bapak-bapak alay nan koplak. Tidak ada orang sealay sekaligus sekoplak dia di usia setua itu. Tentu saja ini membuat hidup Tajudin sedih. Tajudin yang tadinya pintar di sekolah, selalu dapat ranking, kini harus membagi waktu sekolah dengan kerja jadi buruh cuci motor keliling.
   
    Nadia, teman sekelas Tajudin, yang juga saingannya dalam mendapat ranking, melihat perubahan drastis ini dengan hati yang lapang. Ia merasa harus membantu Tajudin walau awalnya tidak tahu masalah yang menimpa keluarga Pak Solar. Dari bantuan Nadialah, Tajudin dapat modal berjualan bakwan jagung dan susu kedelai. Sekarang pelajaran Tajudin tidak lagi terganggu, karena ia bisa berjualan di sekolah.

    Tapi ada pemilik kantin yang busuk hatinya. Namanya Bu Sasmita. Dia tidak mau jualannya kalah sama jualan Tajudin. Dengan sabotase bertaburkan KKN, Bu Sasmita berhasil mendepak Tajudin dan dagangannya dari sekolah itu. Tajudin tidak bisa melawan. Akhirnya ia putuskan berhenti sekolah saja, untuk meluangkan waktu sepenuhnya berjualan bakwan jagung di luar sana.
   
    Sementara itu, Pak Solar yang memang sudah koplak malah pergi ke dukun setelah usaha bensin ecer tadi gagal. Jelas saja dia ketipu. Lha wong dukunnya aja Eyang Sumur! Stress tidak punya modal biaya, stress melihat kondisi anak sulungnya Tajudin yang terpaksa berhenti sekolah, ia pun nekad mau bunuh diri.
   
    Tapi bunuh diri itu sebetulnya cuma pura-pura. Cari sensasi biar ada yang mau ngasih modal buat usaha baru. Berhasil mencari sensasi, walau dengan cara memalukan, akhirnya Pak Solar dapat modal juga. Lagi-lagi Nadia berbaik hati pada mereka. Kali ini usaha yang mau dijalankan Pak Solar adalah jualan pulsa.
   
    Sekali koplak, tetap koplak. Mungkin itu istilah yang tepat buat diri dan jiwa raga Pak Solar. Bukannya untung, malah buntung. Usaha jualan pulsa langsung gulung tikar dikarenakan kekonyolannya mengirim SMS promosi ke nomor-nomor antah berantah dan juga mengirim pulsa ke orang yang belum bayar, padahal tidak tahu orang itu tinggal di mana. Akhirnya habislah seluruh saldonya. Habis pula usaha barunya itu.
   
    Untunglah, di titik nadir kehidupannya, Pak Solar nemu resep rahasia keluarga. Sebuah resep untuk membuat cireng isi. Setelah dicoba, ternyata enak juga. Mereka lalu kepikiran membuat cireng isi dan menjualnya. Dengan sisa uang dan modal yang ada, mereka pun mulai usaha ini.
   
    Nadia kembali hadir di sisi Tajudin. Dengan tulus, ia membantu mengajarinya cara promosi yang benar dari media sosial. Karena inilah, pelan-pelan usaha keluarga Pak Solar maju jaya. Pesanan dari sana-sini terus berdatangan. Kini, Tajudin sudah kembali ke sekolah, dan Pak Solar tidak perlu jual cireng isi keliling lagi, sebab mereka sudah mendirikan cabang di beberapa daerah.
   
    OKB! Orang kaya baru, itulah status yang disandang Pak Solar sekeluarga. Mereka yang tadinya kismin, kini jadi orang kaya norak yang amit-amit minta ampun. Tajudin tak kalah berubahnya. Ia mulai menjauhi Nadia secara tidak langsung dan mendekati Hannah, cewek ketus yang selama ini dia sukai di sekolahnya.
   
    Hannah yang menerima cinta Tajudin sebetulnya cuma mau manfaatin uangnya. Dulu saat Tajudin susah, dia ogah. Sekarang sudah kaya, dia mau. Segala duit, segala apa diminta, langsung dituruti Tajudin. Lama-lama Tajudin empet juga. Dia sadar oleh nasihat Pak Solar yang mendadak bijak, bahwa sebaiknya ia mencari keberadaan Nadia yang kini entah ada di mana.
   
    Dengan bulat hati, Tajudin pun meninggalkan Hannah dan mencari Nadia. Atas bantuan acara reality show Termerem-Melek, ia berhasil menemukan Nadia yang kini bekerja di sebuah warung. Keluarganya yang dulu kaya, kini bangkrut dikarenakan usaha tahu isi mereka gulung tikar. Rupa-rupanya penyebab usaha tahu isi itu mampus adalah usaha keluarga Tajudin. Cireng isi merebut semua pelanggan tahu isi keluarga Nadia.
   
    Namun akhirnya kedua keluarga itu bersatu. Tajudin dan Nadia saling mencintai. Mereka pun mulai menjalankan bisnis gorengan ini sama-sama. Di akhir cerita nanti, perjuangan belum selesai. Ternyata Hannah dan Bu Sasmita yang masih sakit hati gak terima, siap bersaing dengan mereka di jagat dunia gorengan tanah air dengan usaha risol isi. Tapi itu tidak penting. Tajudin dan Nadia bahagia saja, sudah membuat pembaca senang.
   
    Novel komedi ini memang lucu. Di banyak bagian diselipi lawakan yang bakal bikin kamu ngakak. Tapi di tiap bagian ada pesan penting yang bisa diterapkan, seperti misalnya jangan pergi ke dukun karena salat kita tidak diterima selama 40 hari. Buat kamu yang suka novel komedi, baca saja buku ini. Kamu akan masuk ke dunia koplak keluarga Pak Solar yang aneh bin ajaib. Selamat berkoplak ria.

Comments

Most Favourable:

Mengirim Cerpen ke Media Massa & Kumpulan Alamat E-mail Cerpen Media se-Indonesia

Banyak pertanyaan tentang bagaimana cara mengirim tulisan (khususnya cerpen) ke media massa. Jawabannya tidak sesingkat pertanyaannya. Untuk itulah, kali ini saya sajikan secara lengkap tata cara mengirim tulisan (khususnya cerpen) ke media massa yang selama ini saya terapkan. Selain itu, saya juga akan membagi kumpulan e-mail puluhan media yang ada di Indonesia lengkap dengan syarat dan ketentuan masing-masing. Di bawah ini adalah tata cara mengirim cerpen ke media. Untuk kumpulan alamat e-mail media, bisa kamu download di akhir postingan.

Menahan Mulas di Dalam Kelas

Tiba-tiba kepikiran nulis hal memalukan yang pernah terjadi di hidupku. Yah, bagi kalian, siapa pun yang gak sengaja membaca tulisan ini, di mana pun kalian berada, silakan tertawa sepuasnya, meski nanti yang kutulis belum tentu lucu. Dan setelah puas tertawa, kudoakan semoga kalian terhibur. Apa sih hal memalukan itu? Gak kuat nahan BAB di dalam kelas. Gimana ceritanya bisa begini, mulanya pas sehari sebelum kejadian. Waktu itu aku masih SMP. Ibu beli sekaleng biskuit Nissin rasa kepala, eh, kelapa. Tahu, 'kan? Yang kalengnya warna item , terus biskuitnya berbentuk persegi panjang gepeng? Nih, kukasih gambarnya biar gak susah jelasin .

[Esai]: "Tere Liye yang 'Segala Warna'" karya Ken Hanggara

Sumber gambar: pinimg.com (Dimuat di basabasi.co , 19 November 2015) Dunia literasi menuntut pegiatnya selalu kreatif. Ya, kita tahu banget itu. Tetapi, mengapa kita tak bisa selalu kreatif, ya? Melihat deretan buku di rak toko, mestinya sudah lebih dari cukup mendorong para penulis muda seperti saya untuk (segera) bisa beradaptasi secara kreatif. Pikir punya pikir, saya akhirnya menyadari bahwa fakirnya kreativitas kita disebabkan kita kurang piknik! Mari tanya Tere Liye, kenapa para penulis perlu piknik? Jawabnya akan sangat simpel: dengan piknik, pikiran menjadi segar, pengetahuan bertambah luas, dan dengan sendirinya kreativitas akan selalu berkembang. Setelah membaca novel-novel Tere Liye, saya kian yakin bahwa beliau ini hobi piknik. Tanpa piknik, nama beliau tidak mungkin sebesar kini. Agak sok tahu memang, tapi sudahlah jangan didebat. Apa belum capek juga berdebat-debat setiap saat tentang segala hal, yang sebagiannya jelas hanya membuatmu terlihat sangat luc

[Cerpen]: "Doa Ibu" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Tabloid NOVA edisi 1595/17-23 September 2018)       Sudah dua tahun aku menganggur dan tidak juga dapat pekerjaan. Ibu satu-satunya orang yang bersabar melihatku berusaha. Tapi, aku lebih sering berdiam di kamar dan di depan laptop kutulis beberapa hal menjadi semacam cerita. Aku tidak tahu akan kubawa ke mana tulisan-tulisan itu, tetapi di lubuk hati, kuharap tulisanku terbit sehingga aku mendapat uang agar orang tidak memandangku remeh.     Sebagai perempuan yang tak pernah berpacaran dan punya sedikit teman, aku tidak terlalu bahagia ketika keluar rumah. Ibu sering menyuruhku pergi entah ke mana, jika tidak ada kegiatan berburu pekerjaan di job fair atau hal-hal semacam itu. Biasanya aku hanya mengajak satu teman, atau sendirian, dan di toko buku kuhabiskan setengah hari untuk berkeliling dari rak ke rak dengan membawa rasa sepi yang sesak.     Aku tahu apa yang kulakukan tidak berarti apa-apa. Ijazahku seakan tidak berguna. Melamar kerja ke sana kemari pun tidak dap

[Esai]: "Membangun Budaya Membaca Melalui Tanda Baca" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Radar Surabaya, Minggu, 27 Maret 2016)       Media sosial dewasa ini, terutama Facebook, menumbuhkan bibit-bibit "penulis" baru. Bagaimana tidak begitu? Facebook kini tidak sekadar sebagai sarana update status seputar aktivitas sehari-hari, tetapi juga forum diskusi, fasilitas penampungan berbagai opini, serta tentu saja media untuk promosi bisnis.     Bibit-bibit "penulis" dalam hal ini bukan hanya mereka yang memang berniat ingin menjadi penulis sungguhan (konon, mereka yang menulis dan terbit dalam bentuk buku atau dimuat di media masa, itulah yang disebut sebagai penulis; terlepas dari pro dan kontra pendapat ini), melainkan juga mereka yang ingin sekadar bicara. Dan bagai riuh rendah suara di pasar tradisional, kita menemukan alangkah banyak suara-suara yang tidak berharap jadi tenar dalam upaya publikasi di bidang literasi, namun sekadar berangan ingin didengar.

Review Buku: "Ketabuan di Tengah Penjunjungan Tata Krama"

        Judul buku: Nyai Gowok     Penulis: Budi Sardjono     Kategori: Novel dewasa     Penerbit : Diva Press     ISBN : 978-602-255-601-5     Terbit : Mei 2014     Tebal : 332 halaman         Bagus Sasongko, pemuda belasan tahun, yang ketika itu sudah mulai memasuki masa akil baligh , sedang gundah gulana sebab kejadian yang akhir-akhir ini ia alami. Irawan (kakak kandungnya) beserta Kang Bogang (tukang rawat kuda di rumah ayahnya), belakangan menggodanya tentang keharusan seorang bocah yang beranjak dewasa untuk belajar mengenal seks dan seluk beluk tubuh wanita dewasa.

[Cerpen]: "Surga Pembangkang" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Kompas, Minggu, 8 Oktober 2017)       Herman bermain-main di dalam tubuhku. Ia bajak laut dan aku cangkang raksasa. Ia membawa sepuluh prajurit terakhir di hari menjelang kiamat, lalu bersembunyi dalam cangkang—dalam aku—bersama kesepuluh prajuritnya.     "Sekarang kamu putuskan sebaiknya mengusir kami atau tidak. Sebab kalau sudah telanjur sembunyi, sampai sembilan bulan kami tidak keluar," kata Herman padaku.     Aku tidak ingin dia pergi, maka kukatakan terserah pada mereka.     Begitulah, Herman dan sepuluh lelaki gagah perkasa tidur dalam cangkangku pada satu malam. Tubuh mereka hangat dan basah. Aku sesak napas karena tubuhku ini tidak terlalu luas untuk menampung terlalu banyak manusia.     Suatu hari Herman bertanya kenapa aku merenung. Kujawab aku lelah, tetapi tidak sekali-kali membayangkan ingin membuang Herman dari hidupku. "Kau jadi bagianku, aku bagianmu," kataku.     Herman menambahkan betapa kami memang satu, sekalipun sepuluh prajuri