Judul buku : Manajemen Kritik (Pintar Mengelola Kritik, Untuk Hidup Lebih
Baik)
Penulis : Setiyono
Kategori : Non-Fiksi (Pengembangan Diri)
Penerbit : FAM Publishing
ISBN : 978-602-18971-9-5
Terbit : November 2012
Cetakan : 1
Tebal : 155 halaman
Dalam hidup, adalah suatu hal yang lumrah jika
seseorang melakukan kesalahan--baik itu yang masih dapat ditoleransi maupun
yang fatal. Memang begitulah adanya kehidupan yang kita jalani, tidak ada yang
berjalan tanpa hambatan. Sebenar apa pun keadaan suatu hal, pasti di dalamnya
pernah terselip kesalahan.
Namun dari segala macam karakter manusia, ada
begitu banyak variasi atau perbedaan dari cara menyikapi atau memaknai
kesalahan. Ini tergantung dari setiap individu itu sendiri. Ada orang yang
merasa menyesal telah berbuat salah, kemudian menganggap diri sendiri bodoh dan
tak berguna. Lalu tanpa disadari, dengan pendeknya akal ia pun berbuat suatu
hal, menghukum diri sendiri, yang tanpa disadari hanya akan menumbuhkan
kesalahan baru di balik kesalahan sebelumnya. Ada juga orang berbuat salah,
yang dengan sikap tenang, mencoba memutar kembali kejadian sebelum hari ini,
mengingat ternyata apa yang selama ini dilakukan tidaklah benar. Ia perlahan
bangkit, membenahi diri dengan nasihat-nasihat baik yang diterimanya dengan
lapang dada. Bahkan ada pula yang lebih memprihatinkan, yaitu mereka yang
jelas-jelas berbuat kesalahan namun tak menyadari, tak mau mendengar saran orang
lain, hingga semakin terjerumus pada keyakinan bodoh bahwa hanya dirinya yang
benar.
Dari timbulnya kesalahan-kesalahan tadi, maka tak
dapat dipungkiri, bahwa semua ini akan memancing beragam tindakan dari pihak
luar. Tindakan inilah yang disebut kritik. Perlu dipahami bagi sebagian orang
yang kadang sulit membuka pola pikir, bahwa makna dari kritik itu tidaklah
sepenuhnya buruk. Kritik yang buruk biasanya datang dari mereka yang hendak
menjatuhkan. Sedangkan mereka yang punya maksud baik, tentu akan mengajak
seorang yang salah, mau dan mampu mengubah apa yang tidak berdiri pada
tempatnya, menuju ke arah perbaikan lewat kritik yang membangun.
Seorang penulis muda, Setiyono, mencoba mengangkat
fenomena pasti ini ke dalam sebuah buku berjudul "Manajemen Kritik".
Secara lugas dan gamblang, penulis mengajak kita memahami esensi dari kritik
itu sendiri. Lalu kemudian dengan cerdas mengarahkan untuk tidak menutup diri
dari nasihat/kritik yang sewaktu-waktu datang. Karena sebagai manusia, tentu
diri kita tak lepas dari ketidaksempurnaan. Kritik itu adalah pelengkap dalam
hidup. Tak ada orang yang hidup tanpa pernah dikritik.
Cara bertutur yang nyaman dan terkesan tak
menggurui, seolah menyulap setiap halamannya menjadi sosok sahabat sejati yang
rela meluangkan waktu untuk berbagi. Maka, pembaca tak mudah bosan. Dengan
mengutip beberapa ayat dari Alquran dan hadits, serta cuilan kisah-kisah
inspiratif, penulis memberi gambaran yang terang sehingga mudah bagi kita demi
memahami mengapa kritik itu muncul, apa yang membuat seseorang mesti membuang
tindakan tak benar ketika mengkritik, serta bagaimana cara memandang kritik
dari dua sudut--demi membedakan agar tak terjadi salah persepsi.
Penulis menyajikan beberapa metode sederhana yang
berkaitan dengan kritik. Metodenya serupa anak panah yang tak meleset, membidik
tepat sasaran, agar mereka yang keras hati dan tak sudi 'bersanding' dengan
kritik dalam kehidupan bermasyarakat, menjadi luluh untuk kemudian merenungi
bahwa hidup ini tak lepas dari permasalahan. Menerima yang baik dengan
menyaring yang tidak baik, adalah kunci meraih kesuksesan dalam arti yang luas.
Masalah dalam hidup akan terasa besar jika seseorang menganggapnya demikian.
Padahal, sering kita dengar, bahwa tak ada masalah yang tak dapat seseorang
lewati. Tuhan telah mengatur sedemikian rupa supaya manusia mau belajar dari
kesalahan. Nah, dengan begitu, masa depan yang cerah akan menunggu di depan
mata.
Mengenai rupa dari kritik itu sendiri, penulis
juga memberi solusi bagaimana agar kita mengetahui perbedaan yang tipis antara
kritik yang destruktif dan konstruktif. Kritik yang menjatuhkan (destruktif),
dengan langkah-langkah tak benar dan bahkan terkesan menyudutkan, hanya akan
menenggelamkan si pembuat salah layaknya pesakitan yang pantas mendapat hukuman
berat. Seringkali hukuman tersebut diwujudkan dalam bentuk perbuatan 'jahat'
demi tujuan merusak dan merendahkan citra seseorang. Efek buruknya tentu akan
sangat besar bagi orang yang diberi kritik semacam itu. Terlebih bagi mereka
yang kurang peka dalam memahami perbedaan antara kritik positif dan negatif. Ia
akan bersedih, putus asa/pesimis, marah, dendam, menjadi kepala batu, atau
bahkan memetamorfosis diri pada pribadi yang ciut karena merasa harkat dan
martabatnya seolah dilucuti. Ini memberi pelajaran bagi kita untuk selalu
berbaik sangka.
Lain halnya jika kritik yang ia dapat menyejukkan
hati, penuh perhatian, gesture yang nyaman, serta berada dalam lingkup
rahasia sehingga aibnya tidak akan terbongkar. Inilah kritik yang membangun
(konstruktif). Orang yang berbuat salah pun akan berpikir ulang untuk
mengabaikan kritik seperti ini. Ia akan meresapi setiap kalimat yang ditujukan
padanya, demi perbaikan diri untuk masa depan yang baik. Dengan cara ini,
seseorang tidak akan tersinggung dan dapat mengambil banyak manfaat darinya.
Buku ini ditulis dengan cerdas dan layak diacungi
jempol. Penulis mengemasnya dengan lengkap, mulai dari definisi dari kritik dan
sebab-sebabnya, jenis dan perbedaan kritik, hingga strategi jitu menghadapi
segala macam kritikan. Namun ada beberapa kekurangan dalam buku ini. Pertama
dari proses editing yang kurang sempurna, membuat beberapa kata tidak sesuai
dengan aturan EYD. Saya ambil beberapa contoh saja. Pada halaman 33, saya
temukan kata "aktivitas" yang seharusnya ditulis "aktifitas".
Kemudian penggunaan tanda titik dan koma yang tidak sesuai pada tempatnya.
Banyak sekali saya temukan paragraf yang kalimatnya
"sambung-menyambung" padahal semestinya di beberrapa bagian dipenggal
oleh tanda titik. Penggunaan tanda koma yang tidak efektif membuat
kalimat-kalimat tersebut rancu.
Kata seharusnya "mengubah" dan
"sekadar", ditulis dengan "merubah" dan
"sekedar". Dua kata yang tidak sesuai dengan aturan EYD ini saya
temukan di banyak paragraf. Juga penempatan partikel "pun" yang tidak
sesuai.
Berikut ini sedikit catatan untuk penggunaan
"pun" yang tidak terpisah di akhir kata: "adapun",
"andaipun", "ataupun", "bagaimanapun",
"biarpun", "kalaupun", "maupun", "meskipun",
"sekalipun", "walaupun", dan "sungguhpun". Namun
di sini penulis cukup banyak menukar penggunaan partikel "pun" yang
terpisah dengan yang tidak terpisah.
Kekurangan kedua ada pada tampilan fisik buku ini.
Entah kesalahan layout atau cetak, membuat dua lembar kertas, yaitu lembar
halaman 9-10 dan lembar halaman 147-148 menjadi tertukar. Ini mungkin bukan
masalah berarti bagi mereka yang segera tanggap hingga kemudian tak membutuhkan
waktu lama untuk menemukan jawaban. Namun lain cerita bila pembaca tidak teliti
dan mudah mengambil kesimpulan tanpa berusaha mencari tahu. Dengan segera ia
akan memvonis bahwa penulis cukup aneh dengan menulis pembahasan yang melompat
tanpa jembatan. Atau boleh jadi berpikir halamannya hilang entah ke mana.
Karena memang kebetulan halaman yang tertukar tersebut masing-masing berada di
tengah kata pengantar dan isi buku.. Kiranya ini dapat mengurangi kenyamanan
dalam membaca.
Lalu pada kualitas cetak buku ini yang tidak
sebaik buku-buku terbitan FAM Publishing lainnya. Saat pertama saya membuka
bungkus plastik dari buku ini, saya merasa agak aneh. Buku ini kaku seperti
pigura yang terbuat dari kayu, tidak lentur. Awalnya saya kira dari hard
cover-nya. Ternyata bukan. Penyebabnya tak lain adalah dari proses
penjilidan yang kurang rapi. Entah karena lem yang menyebar ke luar area yang
tidak seharusnya, atau jenis kertas yang dipakai, jadilah seluruh kertas dalam
buku ini menempel di bagian tepi--antara yang satu dengan yang lain. Bahkan
buku tersebut tidak dapat dibuka. Saya sampai harus "melipat" dan
menggulungnya, berkali-kali agar semua kertas itu patuh dan melepaskan diri
dengan kertas lain yang bersentuhan dengannya. Beruntung usaha itu membuat buku
ini dapat saya baca. Selain itu, jenis kertas yang digunakan untuk sampul
kurang berkualitas. Ia akan mengikuti bentuk ketika kita membuka buku ini,
namun tak pernah kembali ke posisi semula ketika kita menutupnya.
Namun terlepas dari segala kekurangan itu, saya
rasa buku ini adalah buku pengembangan diri yang bagus. Ditulis dengan cara
ringan dan mudah diserap. Layak dibaca oleh semua kalangan, terutama para
pemuda yang jiwanya berapi-api dan seringkali buta pada paham idealis berlebih.
Idealis boleh, asal tidak melampaui batasan yang ada, agar tak mengurangi
keharmonisan antar sesama makhluk sosial. Karena kritik yang salah cara
penyampaian dan menyikapinya, akan menimbulkan sebuah "pemberontakan"
yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Dengan menyisipkan nilai-nilai Islami di dalamnya,
penulis berhasil menuangkan gagasan brilian berbalut dakwah ke dalam buku ini.
Kita akan menangkap nilai-nilai pencerahan dan tak tenggelam terlalu lama dalam
jurang pertanyaan: tentang mengapa kesalahan akan selalu menumbuhkan kesalahan
baru, dari kritik negatif yang salah disikapi atau kritik positif yang
disalahartikan.
Buku ini amatlah cocok untuk orang-orang yang
"anti-kedamaian". Dengan membacanya, Anda seperti menemukan sebuah
kunci menuju seni kehidupan yang indah. Mereka yang menolak berbuat benar, itu
artinya telah mati rasa pada keindahan. Hatinya beku dan tertutup pada
perubahan, meski ke arah positif sekalipun. Sebaliknya, mereka yang menerima
kesalahan untuk mengubah diri menjadi lebih baik, berarti telah belajar tentang
seni mengolah kritik di dalam hati, sebagai proses pematangan diri. Sejatinya,
kematangan ini adalah modal dalam mengubah hidup menjadi lebih damai.
Peresensi: Ken Hanggara
E-mail: kenzohang@yahoo.co.id
Twitter: @kenzohang
Comments
Post a Comment