Oleh Ken Hanggara
Mungkin kau sering merasa kesulitan menulis sebuah puisi. Aku punya cara yang lumayan ampuh untuk mengatasinya. Sederhana, murah, dan bisa juga mengusir kepenatan.
Apa itu?
1. Pergilah ke sawah!
Ya, serius. Cobalah berjalan menyusuri pematangnya. Resapi semilir angin yang menampar pucuk-pucuk padi. Pejamkan mata dan bentangkan kedua tangan. Atau jika ada sebuah gubuk, duduklah di sana sampai jiwamu damai.
2. Lihat yang ada di sekelilingmu--yang dekat atau jauh dari tempatmu berada. Entah itu bulir padi menguning, burung emprit, kawanan capung, pepohonan, bukit, jalanan panjang nun di tepi sawah, atau mungkin seekor tikus?
3. Buat jalan ceritamu sendiri!
Sekarang ambil obyek paling menarik dari yang terlihat. Anggaplah yang menarik "tikus", "pohon", dan "bukit". Buat sosok lain dari obyek sesuai temamu. Misal, tema korupsi. Oke. Tikus adalah koruptor. Berarti sawah adalah rakyat, dan bukit/pohon adalah suatu negeri.
4. Tulislah itu. Imajinasikan apa yang kau lihat dengan pesan yang ingin kau sampaikan. Jangan buru-buru merampungkan sebuah puisi sebelum membacanya sampai beberapa kali. Tujuannya adalah untuk mencari tahu apakah puisi itu telah menyatu dengan isi hati kita. Biasanya jika ada yang kurang namun kita tak menyadarinya, akan ada kejanggalan pada bagian-bagian tertentu. Ubah kata yang menyebabkan ketidaknyamanan tadi dengan kata lain yang mempuyai makna yang sama--dengan catatan--menambah daya bius pada puisi kita. Misal, "sepi" kita ganti ke "sunyi". Atau mungkin "seperti" kita ganti "selayaknya", dan lain sebagainya.
5. Banyak-banyaklah membaca. Dengan membaca, pengetahuan dan perbendaharaan kata kita akan semakin bertambah.
Semoga sukses!
Salam.
Ken Hanggara, penulis buku "Dermaga Batu".
Mungkin kau sering merasa kesulitan menulis sebuah puisi. Aku punya cara yang lumayan ampuh untuk mengatasinya. Sederhana, murah, dan bisa juga mengusir kepenatan.
Apa itu?
1. Pergilah ke sawah!
Ya, serius. Cobalah berjalan menyusuri pematangnya. Resapi semilir angin yang menampar pucuk-pucuk padi. Pejamkan mata dan bentangkan kedua tangan. Atau jika ada sebuah gubuk, duduklah di sana sampai jiwamu damai.
2. Lihat yang ada di sekelilingmu--yang dekat atau jauh dari tempatmu berada. Entah itu bulir padi menguning, burung emprit, kawanan capung, pepohonan, bukit, jalanan panjang nun di tepi sawah, atau mungkin seekor tikus?
3. Buat jalan ceritamu sendiri!
Sekarang ambil obyek paling menarik dari yang terlihat. Anggaplah yang menarik "tikus", "pohon", dan "bukit". Buat sosok lain dari obyek sesuai temamu. Misal, tema korupsi. Oke. Tikus adalah koruptor. Berarti sawah adalah rakyat, dan bukit/pohon adalah suatu negeri.
4. Tulislah itu. Imajinasikan apa yang kau lihat dengan pesan yang ingin kau sampaikan. Jangan buru-buru merampungkan sebuah puisi sebelum membacanya sampai beberapa kali. Tujuannya adalah untuk mencari tahu apakah puisi itu telah menyatu dengan isi hati kita. Biasanya jika ada yang kurang namun kita tak menyadarinya, akan ada kejanggalan pada bagian-bagian tertentu. Ubah kata yang menyebabkan ketidaknyamanan tadi dengan kata lain yang mempuyai makna yang sama--dengan catatan--menambah daya bius pada puisi kita. Misal, "sepi" kita ganti ke "sunyi". Atau mungkin "seperti" kita ganti "selayaknya", dan lain sebagainya.
5. Banyak-banyaklah membaca. Dengan membaca, pengetahuan dan perbendaharaan kata kita akan semakin bertambah.
Semoga sukses!
Salam.
Ken Hanggara, penulis buku "Dermaga Batu".
Sip kak Ken.. Makasih tipsnya ^_^
ReplyDelete