Skip to main content

Posts

[Cerpen]: "Pelukan Terakhir" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Bangka Pos edisi Minggu, 13 Oktober 2019) Suatu hari aku tiba di titik puncak kebencian pada diriku sendiri dan semesta. Telah lama kupikirkan untuk mengakhiri hidup dengan segala macam cara; aku bisa saja mati dijerat tali yang kusiapkan di toilet terbengkalai atau tenggelam bersama sekarung batu menuju dasar sebuah danau di tepi kota yang jarang dijamah manusia atau terbakar oleh amukan api dahsyat di sebuah apartemen oleh rekayasa tangan dan otakku sendiri atau menenggak sejumlah besar pil dengan beragam jenis dan ukuran dan berbaring di kasur di kamarku selagi menunggu reaksi obat-obat itu untuk menghabisiku dari dalam atau kujatuhkan tubuhku dari gedung setinggi ratusan meter atau mungkin saja aku juga bisa mengakhiri hidup dengan menusuk tubuh sendiri dengan pedang sebagaimana cara yang telah lama dianggap sebagai cara terhormat untuk bunuh diri di Jepang, tetapi aku akui, aku tak cukup berani untuk memulai. Aku tak ada harapan apa pun untuk memperbaiki hidupk

[Cerpen]: "Kabur" karya Ken Hanggara

(Dimuat di biem.co , 7 Oktober 2019) Suatu hari aku kabur dari rumahku yang penuh dengan binatang. Aku tidak mampu tinggal lebih lama, meski sebenarnya dulunya rumah tersebut adalah milik ibuku. Tapi, ibuku mati di suatu subuh yang dingin. Kata orang, sebenarnya ibuku mati jauh sebelum itu dan tentunya saat kutemukan, tubuhnya sudah benar-benar beku. Bagaimana bisa tidak ada yang tahu sama sekali kalau ibuku mati sejak dua hari sebelum ditemukan adalah karena beberapa binatang mulai masuk dan menghuni rumah kami. Beberapa binatang itu tidak seperti binatang umumnya yang bisa ditemukan di jalanan. Mereka cukup berbeda dan mempunyai otak serupa otak manusia, sebab ada yang bisa bermain gitar, ada juga yang bisa menyetir mobil, dan bahkan beberapa dari mereka bisa menghajarku setengah mati. Aku tak berani melawan para binatang yang tahu-tahu menguasai rumah ibuku itu. Bukan hanya karena jumlah mereka lebih banyak dan tenaga mereka lebih besar dariku, melainkan juga karena ayah

Kenapa Aku Menulis?

Foto dokumentasi pribadi (2012) Aku bayangkan aku tak pernah mengenal dunia literasi. Aku bayangkan aku tak pernah menulis sebuah cerpen pun atau bahkan sebait puisi, kupikir detik ini aku sudah gila. Aku gila oleh menumpuknya pemikiran dan gagasan dan kadang-kadang beban hidup. Jika semua isi kepalaku itu tak kutumpahkan dari waktu ke waktu lewat tulisan, daya tampungku yang terbatas akan membuatku meledak dan "kolaps" dan aku mungkin saja tak bisa lagi mengenali siapa diriku dan dari mana aku berasal. Memang, kemungkinan untuk tetap waras itu ada, tapi aku tak yakin sebesar kemungkinan untuk menjadi gila jika aku tak tergiring keadaan untuk memulai menulis sesuatu. Menulis lalu menjadi obat usai kegagalan demi kegagalan melingkupi. Malam hari yang melelahkan dan selalu murung, berganti menjadi malam terang-benderang, bahkan dalam kondisi hanya tersisa uang dua ribu rupiah saja dalam dompetku dan dalam keadaan gelap gulita di kamar kontrakanku yang kecil di sudut

[Review Film]: "Asal-Usul Joker yang Melahirkan Simpati"

Judul: Joker Genre: Crime, drama, thriller Sutradara: Todd Phillips Penulis: Todd Phlillips, Scott Silver Pemeran: Joaquin Phoenix, Robert De Niro, Zazie Beetz, Frances Conroy, Brett Cullen Negara: Amerika Serikat Tahun rilis: 2019 "Joker" (2019) mengisahkan asal-muasal Joker, penjahat musuh Batman, yang belum pernah disajikan di film-film terdahulu. Yang kuharapkan ketika pergi ke bioskop untuk menonton film ini adalah mendapat pengetahuan menyeluruh tentang karakter Arthur Fleck sebelum ia menjelma menjadi penjahat keji yang mengusik ketenangan Kota Gotham. Ternyata yang kudapat justru lebih dari itu. Meski Joker penjahat paling tenar dari DC Universe, selesai menonton film ini aku justru bukan membencinya, malah bersimpati pada sosok di balik "topeng" Joker. Arthur Fleck adalah pria penyendiri yang hidup bersama ibunya yang sudah tua. Arthur bekerja sebagai badut dengan bayaran kecil. Perlakuan tak menyenangkan dari setiap orang dan tatapan

[Cerpen]: "Api Diana" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Galeri Buku Jakarta pada 24 September 2019)   Aku ingin bercinta sampai mati, tetapi acara bedah buku itu sudah berakhir. Diana dan aku harus bergegas, dan kepada tuan rumah yang juga sekaligus pembicara utama di bedah buku kali ini, kukatakan dengan wajah tanpa dosa: "Sering-seringlah menerbitkan karya dan undang aku seperti malam ini."   Aku hanya bercanda. Penulis yang juga sahabatku itu pacar Diana, dan aku bukan jenis pemain yang suka menantang bahaya. Berhubungan intim dengan pacar sahabatmu pada waktu bersamaan, di bangunan yang seatap dengan suatu acara penting yang mana sahabatmu itu menjadi rajanya, adalah kekurang-ajaran yang pantas mendapat ganjaran. Aku tidak berharap ganjaran berat kelak menimpaku.  

[Cerpen]: "Rahasia yang Terkubur" karya Ken Hanggara

(Dimuat di nyimpang pada 21 September 2019)   Tante Mei memaksa menembus hutan di belakang rumah dengan kami temani, dan membangun tenda dan hidup di sana dengan hasrat mencari suaminya yang tiba-tiba tak ada kabar. Om Han, paman kami, tidak senang mabuk dan tidak pernah terlihat keluar dengan wanita lain.   Kepada Tante, kukatakan, "Banyak hal yang dahulu terdengar mustahil, akan selalu mungkin terjadi."   Tentu saja bukan cuma aku yang mengatakan itu. Beberapa orang di keluarga kami setuju dengan pendapatku dan mengira Om Han memang pergi karena bosan, dan bukan hilang dimangsa sesuatu di hutan itu. Tante Mei perempuan menarik. Ia masih cantik walau sudah menginjak usia kelima puluh. Aku tahu, jika dulu lahir dan hidup semasa dengannya, barangkali Om Han jadi saingan terberatku. Aku membayangkan itu karena tanteku dulu terkenal sebagai bunga desa.

[Review Film]: "Komedi tentang Televisi dan Selebriti Dadakan"

Judul: Pretty Boys Genre: Komedi, drama Sutradara: Tompi Penulis: Imam Darto, Tompi Pemeran: Vincent Rompies, Deddy Mahendra Desta, Danilla Riyadi, Imam Darto, Ferry Maryadi, Tora Sudiro, Roy Marten. Tahun rilis: 2019 Negara: Indonesia " Pretty Boys " adalah debut yang luar biasa bagi seorang Tompi yang baru kali ini menyutradarai sebuah film. Tak mudah menggarap film komedi, tapi dia berhasil mengemas komedi-komedi cerdas dan sekaligus sukses memasukkan kritik atas dunia pertelevisian kita hari ini. Tentu keberhasilan ini tak lepas dari dua aktor utama yang bermain dengan sangat apik, yakni Vincent dan Desta. Film ini mengisahkan dua orang sahabat, Anugerah dan Rahmat, yang bercita-cita menjadi host atau pembawa acara terkenal di program hiburan di televisi. Sejak kecil mereka suka mengasah kemampuan di depan teman-teman bermain. Mereka berharap bisa meraih tujuan terpendam dengan menjadi terkenal di layar kaca.