Darah menetes dari telapak tanganku. Suara-suara dentum terus terdengar di sekitar, seakan seseorang memasukkan alarm atau semacamnya ke kepalaku, membunyikannya berkali-kali. Apa yang kulakukan? Apa aku masih hidup? Apa aku tahu nasib dia setelah ini Aku tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, selain hanya berpikir soal lain, sesuatu di luar kegaduhan di tempat ini, sesuatu yang harus benar-benar kupikirkan. Kapan aku akan melihatnya? Kapan kami bertemu lagi? Di mana aku? Dengan siapa aku? Aku tidak begitu ingat, sebab setelah pertemuan kami sore itu, di taman, seperti cerita klise dalam film-film romantis, sekelompok orang membawaku paksa ke dalam mobil. Mulutku dilakban. Tanganku diikat. Dan kakiku ditendang hingga tak akan bisa membuatku lari ke mana-mana. Yang kuingat hanya soal satu: pacarku. Ya, perempuan yang kutemui di taman itu. Dia pacarku. Sebut saja Anna. Dia cantik. Tubuhnya ideal; tidak terlalu jangkung, tidak juga terlalu pendek. Dia juga tidak
Menghibur dengan Sepenuh Hati