Judul: Pretty Boys
Genre: Komedi, drama
Sutradara: Tompi
Penulis: Imam Darto, Tompi
Pemeran: Vincent Rompies, Deddy Mahendra Desta, Danilla Riyadi, Imam Darto, Ferry Maryadi, Tora Sudiro, Roy Marten.
Tahun rilis: 2019
Negara: Indonesia
"Pretty Boys" adalah debut yang luar biasa bagi seorang Tompi yang baru kali ini menyutradarai sebuah film. Tak mudah menggarap film komedi, tapi dia berhasil mengemas komedi-komedi cerdas dan sekaligus sukses memasukkan kritik atas dunia pertelevisian kita hari ini. Tentu keberhasilan ini tak lepas dari dua aktor utama yang bermain dengan sangat apik, yakni Vincent dan Desta.
Film ini mengisahkan dua orang sahabat, Anugerah dan Rahmat, yang bercita-cita menjadi host atau pembawa acara terkenal di program hiburan di televisi. Sejak kecil mereka suka mengasah kemampuan di depan teman-teman bermain. Mereka berharap bisa meraih tujuan terpendam dengan menjadi terkenal di layar kaca.
Genre: Komedi, drama
Sutradara: Tompi
Penulis: Imam Darto, Tompi
Pemeran: Vincent Rompies, Deddy Mahendra Desta, Danilla Riyadi, Imam Darto, Ferry Maryadi, Tora Sudiro, Roy Marten.
Tahun rilis: 2019
Negara: Indonesia
"Pretty Boys" adalah debut yang luar biasa bagi seorang Tompi yang baru kali ini menyutradarai sebuah film. Tak mudah menggarap film komedi, tapi dia berhasil mengemas komedi-komedi cerdas dan sekaligus sukses memasukkan kritik atas dunia pertelevisian kita hari ini. Tentu keberhasilan ini tak lepas dari dua aktor utama yang bermain dengan sangat apik, yakni Vincent dan Desta.
Film ini mengisahkan dua orang sahabat, Anugerah dan Rahmat, yang bercita-cita menjadi host atau pembawa acara terkenal di program hiburan di televisi. Sejak kecil mereka suka mengasah kemampuan di depan teman-teman bermain. Mereka berharap bisa meraih tujuan terpendam dengan menjadi terkenal di layar kaca.
Motivasi Anugerah ingin membuktikan keseriusan impiannya pada ayah kandungnya yang seorang tentara dengan watak keras. Keluarga mereka berantakan dan Anugerah mencoba mengobati itu dengan impiannya. Sementara, Rahmat yang ditinggal kedua orang tuanya sejak kecil, berharap dia bisa mendapatkan kekayaan dan pacar yang banyak.
Merantau ke Jakarta ternyata tak semudah yang mereka pikirkan. Dua tahun di Jakarta, karier mereka mentok hanya menjadi kru di sebuah dapur bar. Mereka tak juga bisa menemukan jalan untuk jadi terkenal di televisi dan menyandang gelar pembawa acara kenamaan.
Keberadaan sosok Asti, teman kerja mereka, membuat keduanya tetap semangat dan menjaga impian masa kecil itu. Diam-diam Asti menyukai Anugerah, sedangkan di sisi lain, Rahmat justru gencar mendekati Asti tanpa banyak basa-basi. Di antara ketiganya timbul semacam kisah cinta segitiga.
Suatu hari Anugerah dan Rahmat mendapat kesempatan menjadi penonton bayaran di sebuah acara talk show bertajuk Kembang Gula. Acara itu dipandu oleh seorang host terkenal yang bertubuh kekar namun berlagak selaiknya wanita. Anugerah dan Rahmat agak takut juga pada awalnya, sebab para penonton pun juga didominasi oleh para banci. Tak disangka, hari itu mereka mendapatkan momen yang menjadikan sang produser acara, Mas Bay, tertarik untuk mengkontrak mereka sebagai co-host di acara Kembang Gula.
Sejak itulah masalah demi masalah mulai berdatangan. Pertama, mereka harus berlagak seperti para banci. Bagi Rahmat, itu tak masalah, selama dia bisa terkenal dan mendapat banyak duit. Sedangkan Anugerah masih merasa agak tidak nyaman atas perjalanan karier mereka yang dimulai dengan cara itu.
Di sisi lain, kehadiran Asti juga mulai membuat posisi Rahmat dan Anugerah agak renggang. Situasi di studio tempat mereka kerja, permasalahan dengan sang ayah, serta kecurigaan yang diam-diam disimpan Anugerah atas kelakuan mencurigakan manager mereka, Roni, membuat hubungan kedua sahabat ini perlahan dan pasti menuju perpecahan.
Sepanjang "Pretty Boys" diputar, aku terhibur dengan komedi-komedinya yang natural. Nyaris sepanjang film susah berhenti tertawa. Beberapa percikan drama sebagai selingan juga tepat dan tak berlebihan. Kelebihan lain dari film ini tentang sinematografinya yang baik dan juga gambar full colour yang membuat film ini tampak sesuai dengan dunia pertelevisian. Sajian gambar dan dialog-dialog yang saling melengkapi membuatku merasakan kembali sensasi menonton film komedi dengan kualitas sinematografi semacam "Quickie Express" (2007) atau "Benci Disko" (2009). Bagian terepik dari film ini ada di ending, yang meski sudah bisa kutebak beberapa menit sebelumnya, tetap saja membuatku dan para penonton lain ngakak.
Merantau ke Jakarta ternyata tak semudah yang mereka pikirkan. Dua tahun di Jakarta, karier mereka mentok hanya menjadi kru di sebuah dapur bar. Mereka tak juga bisa menemukan jalan untuk jadi terkenal di televisi dan menyandang gelar pembawa acara kenamaan.

Keberadaan sosok Asti, teman kerja mereka, membuat keduanya tetap semangat dan menjaga impian masa kecil itu. Diam-diam Asti menyukai Anugerah, sedangkan di sisi lain, Rahmat justru gencar mendekati Asti tanpa banyak basa-basi. Di antara ketiganya timbul semacam kisah cinta segitiga.
Suatu hari Anugerah dan Rahmat mendapat kesempatan menjadi penonton bayaran di sebuah acara talk show bertajuk Kembang Gula. Acara itu dipandu oleh seorang host terkenal yang bertubuh kekar namun berlagak selaiknya wanita. Anugerah dan Rahmat agak takut juga pada awalnya, sebab para penonton pun juga didominasi oleh para banci. Tak disangka, hari itu mereka mendapatkan momen yang menjadikan sang produser acara, Mas Bay, tertarik untuk mengkontrak mereka sebagai co-host di acara Kembang Gula.
Sejak itulah masalah demi masalah mulai berdatangan. Pertama, mereka harus berlagak seperti para banci. Bagi Rahmat, itu tak masalah, selama dia bisa terkenal dan mendapat banyak duit. Sedangkan Anugerah masih merasa agak tidak nyaman atas perjalanan karier mereka yang dimulai dengan cara itu.
Di sisi lain, kehadiran Asti juga mulai membuat posisi Rahmat dan Anugerah agak renggang. Situasi di studio tempat mereka kerja, permasalahan dengan sang ayah, serta kecurigaan yang diam-diam disimpan Anugerah atas kelakuan mencurigakan manager mereka, Roni, membuat hubungan kedua sahabat ini perlahan dan pasti menuju perpecahan.
Sepanjang "Pretty Boys" diputar, aku terhibur dengan komedi-komedinya yang natural. Nyaris sepanjang film susah berhenti tertawa. Beberapa percikan drama sebagai selingan juga tepat dan tak berlebihan. Kelebihan lain dari film ini tentang sinematografinya yang baik dan juga gambar full colour yang membuat film ini tampak sesuai dengan dunia pertelevisian. Sajian gambar dan dialog-dialog yang saling melengkapi membuatku merasakan kembali sensasi menonton film komedi dengan kualitas sinematografi semacam "Quickie Express" (2007) atau "Benci Disko" (2009). Bagian terepik dari film ini ada di ending, yang meski sudah bisa kutebak beberapa menit sebelumnya, tetap saja membuatku dan para penonton lain ngakak.
Kekurangan "Pretty Boys" ada pada satu bagian saja menurutku, yakni terkait dua tahun keberadaan Anugerah dan Rahmat di Jakarta. Dalam rentang waktu dua tahun, seharusnya bukan jadi hal sulit buat mereka untuk tahu bagaimana cara agar bisa mengikuti casting tertentu. Sebenarnya tak terlalu sulit untuk menemukan jalan ke arah situ, meski tentu untuk berhasil/lolos casting tak bisa dibilang gampang. Maksudku, bagaimana mungkin dua tahun di Jakarta, mereka berdua masih tampak terkaget-kaget atau heran atau "ndeso" melihat tampilan studio di mana sebuah acara talk show dibuat? Kenyataannya tak seperti itu juga, kalau teman-teman dari luar daerah pernah mencoba datang ke Jakarta untuk menekuni bidang itu.
Selebihnya, film ini sangat bagus dan layak ditonton. Nilai dariku: 8 dari 10.
Selebihnya, film ini sangat bagus dan layak ditonton. Nilai dariku: 8 dari 10.
Makasih review-nya, Gan. Sangat menghibur.
ReplyDelete