Sejak 2008 lalu aku sudah main medsos. Waktu itu Facebook-lah ruang maya pertamaku, lalu menyusul Friendster, dan kemudian iseng juga bikin MySpace hingga Twitter. Dua terakhir itu jarang kubuka, bahkan sejak pertama bikin akun sampai saat ini. Sesudahnya internet tak lagi jadi barang asing bagiku. Youtube, Instagram, dan "ruang-ruang" lain pun kusambangi. Komentar netizen atas segala isu di berbagai "ruang" juga telah kenyang kubaca sejak 2008 itu. Beberapa yang parah sampai harus membawa orang-orang berurusan dengan pihak berwenang. Bahkan ada juga beberapa orang yang kukenal terlibat kejadian tidak menyenangkan karena komentar/status medsos mereka.
Aku sendiri tak pernah terlibat masalah serius karena main medsos. Paling hanya perdebatan pendek yang berakhir dengan cepat dan damai. Ini pun hanya seputar kekaryaan sejak mulai rajin nulis tahun 2012 lalu, atau soal pilihan politik, tapi biasanya perdebatan tak sampai membuatku atau yang beda pendapat denganku kena masalah di dunia nyata. Ini karena sejak awal aku sudah belajar untuk hati-hati dalam nyetatus/berkomentar. Ya, manusia ada salahnya juga memang, sehingga kadang-kadang aku pun terpeleset, tapi tak sampai yang parah.
Aku sendiri tak pernah terlibat masalah serius karena main medsos. Paling hanya perdebatan pendek yang berakhir dengan cepat dan damai. Ini pun hanya seputar kekaryaan sejak mulai rajin nulis tahun 2012 lalu, atau soal pilihan politik, tapi biasanya perdebatan tak sampai membuatku atau yang beda pendapat denganku kena masalah di dunia nyata. Ini karena sejak awal aku sudah belajar untuk hati-hati dalam nyetatus/berkomentar. Ya, manusia ada salahnya juga memang, sehingga kadang-kadang aku pun terpeleset, tapi tak sampai yang parah.
Itulah kenapa aku sering menahan diri untuk tidak menulis status atas isu tertentu kalau belum benar-benar yakin (pernah beberapa kali, dulu, dan ini membuatku belajar). Aku juga tak berani berkomentar sembarangan atas status/pendapat orang jika tak benar-benar darurat. Artinya, kalau aku memang perlu komentar untuk mendinginkan situasi atau meluruskan "kesalahan" yang memang kutahu itu "tak benar", aku akan tulis.
Jika saja komentarku (yang masih kurancang di kepala) cenderung mengarah ke makin panasnya situasi, walau anggaplah calon komentarku itu sesuai fakta, aku lebih suka menahan diri. Memang beginilah diriku; tipe orang yang tidak suka memancing/memperkeruh keributan, tapi jika terpaksa terjebak, ya akan diselesaikan dengan cara sebaik mungkin dan berharap tak ada terjadi permusuhan.
Tentu dalam perjalanannya, "terpeleset"-nya diriku akan tetap meninggalkan jejak maya, dan itu justru tidak kuhapus, melainkan kupendam dengan status/postingan terbaruku. Kenapa? Agar aku tak lupa sering salah juga. Toh siapa pun juga sering salah. Jika itu lebih cenderung mengarah ke sesuatu yang nirfaedah atau berujung ke perdebatan yang lebih panjang untuk netizen, hanya kukunci saja.
Bagiku pribadi, mengikuti isu-isu yang sedang hangat bukanlah kesalahan. Tapi soal berkomentar, sebaiknya kupikirkan dulu. Kiranya aku tak bisa komentar yang tanpa menyinggung orang lain, aku tak akan menulis apa-apa. Seperlunya sajalah. Tidak semua hal di semesta ini adalah urusan kita. Tidak semua hal perlu kita komentari.