"Kak, cerpennya bisa sering tayang di media itu tipsnya apa saja, ya?" tanya seorang gadis yang tak kukenal di inbox.
"Rajin baca dan kirim. Gabung grup "Sastra Minggu" di Facebook biar tak ketinggalan info."
Jawaban singkat namun padat itu agaknya kurang memuaskannya, hingga kemudian keluarlah pertanyaan berikutnya: "Maksudku, tips selain itu, Kak? Kok bisa gitu cerpennya diterima di hampir semua media di Indonesia? Apa ada jalur khusus atau kenal orang dalam dulu biar cerpen atau puisi kita bisa sering terbit di media?"
Membaca itu, aku tertawa keras tanpa sadar, sampai orang-orang di sekitarku menoleh. Kurasa kalau dapat pertanyaan begini, jawabannya pasti bakal bersambung. Benar juga. Setelah kujawab kalau aku gak punya koneksi atau "orang dalam" saat pertama menembuskan cerpenku di koran hingga kemudian nyaris tiap minggu cerpenku muncul di berbagai media, si gadis tak dikenal ini kembali bertanya dengan nada curiga, bahwa mungkinkah seseorang sepertiku ini memiliki mantra atau doa khusus? Lha, spontan kubalas dia dengan emot ngakak.
"Mantra atau doa khusus ini maksudnya dari dukun, gitu?" sambungku, mengikuti emot ngakak tersebut.
Dia cuma jawab, "Hehe, maaf, Kak. Aku kepo banget. Penasaran dan pengen mengikuti jejaknya."
Setelah tertawa cukup lama, kujelaskan kalau aku tak pernah kenal redaktur atau "penjaga gawang" cerpen di berbagai media saat awal mencoba menembus media dulu. Seiring waktu, aku memang mengenal beberapa dari mereka di medsos, tapi hanya sebatas itu. Sebuah pertemanan biasa yang kebanyakan malah tak bisa dibilang akrab, karena bertemu langsung atau saling inbox/WA pun tak pernah (kecuali inbox untuk pertanyaan konfirmasi apakah sebuah cerpen tidak kukirim ke media lain atau tentang nomor rekeningku untuk transfer honor). Jikapun ada yang pernah bertemu langsung dalam acara entah apa, pertemuan kami pun biasa saja, dan tak ada obrolan dengan motivasi agar cerpenku dipilih. Di antara sekian yang kukenal ini pun, hanya beberapa persen saja jumlahnya dari redaktur sastra/budaya di seluruh media yang pernah menayangkan cerpenku. Kenal "orang dalam"? Ditanya begitu, aku jelas tertawa.
Soal mantra dan doa dari dukun ini malah parah. Bagian ini cuma kujelaskan singkat kalau dulu (sebelum berhasil menembus media), aku berdoa pada-Nya agar cerpenku lolos. Setelah cerpenku rutin tayang, aku paling berdoa untuk dilancarkan segala usahaku. Itu saja.
Dikiranya nyerpen di media ini mirip Harry Potter kali, ya? Kudu kenal "orang dalam" dulu sekaligus paham mantra-mantra biar kemudian diistimewakan. Padahal, perlu diketahui bagimu, wahai gadis mungil tak dikenal, meski dikau sudah lumayan sering lolos ke suatu media nasional, belum tentu cerpen terbarumu yang dikirim ke sana dijamin lolos. Seleksi alam akan selalu berlaku, Esmeralda. Begitulah hidup.