Ada teman bermain dari dusun sebelah yang dulu waktu kecil dipanggil
Pendek (cara pengucapannya sama seperti saat kita menyebut kata
'pendekar', hanya saja tanpa huruf 'a' dan 'r'). Tidak tahu kenapa ia
disebut Pendek. Yang jelas ia tidak bertubuh pendek, sebab waktu itu
anak kecil yang paling kelihatan tua adalah si Pendek ini. Umurnya dua
atau tiga tahun di atas saya dan badannya hitam besar. Saya hampir tidak
pernah membuat masalah dengannya, begitupun sebaliknya, karena Pendek
ini tidak pernah berlagak sok. Orangnya santai, meski kalau berkelahi
kemungkinan besar pasti menang, karena ketika itu belum ada bocah
berbadan sekekar dia.
Pendek suka bermain layang-layang di sawah
dan sesekali sepak bola. Saya sering meledeknya dengan maksud bercanda,
dan ledekan itu juga tidak berlebihan. Semacam ledekan pertemanan.
Pendek tidak pernah membalas selain melihat mata saya beberapa detik,
seperti seorang lelaki tua menatap cucunya.
Pendek memang agak
aneh, tetapi kepada bocah seumurannya, ia sering bercanda memakai fisik.
Larinya selalu gesit, pukulannya seperti pukulan orang dewasa, dan
bahkan suaranya juga lumayan menggelegar untuk ukuran bocah SD. Saya
sering membayangkan seandainya tubuh saya sebesar dia. Maklum, dulu saya
pendek dan kurus.
Ketika kami sudah duduk di bangku SMP (saya
kelas tujuh dan dia kelas sembilan), kami sering bertemu di tempat
persewaan Playstation dekat rumah. Anak-anak seperti Pendek ini
bermainnya selalu Winning Eleven, sedangkan saya lebih suka Nascar
Rumble atau sesekali Smack Down (walau jika main Winning Eleven juga
tidak melulu kalah).
Jika pada umumnya bocah yang lebih tua dari
saya tidak suka diajak bermain game lain selain sepak bola, Pendek
tidak. Suatu hari dia setuju saja waktu saya rayu untuk bermain balap
dengan saya di Nascar Rumble. Dengan siasat licik khas bocah SMP, saya
suruh dia pilih mobil berbentuk kapsul, sementara saya pakai mobil
biasa, tetapi arena yang saya pilih arena rawa-rawa. Saya hafal arena
itu. Mobil kapsul pasti sial jika ketemu arena rawa karena tikungannya
gila bukan main. Mobil kapsul mobil paling payah dalam hal drifting. Dan
hasilnya: Pendek mengomel seperti omelan khas orang Negro yang penuh
umpatan lucu.
Mungkin sejak saya kerjai itu, Pendek jadi lebih
waspada kepada saya. Ia tidak lagi mudah saya bujuk dalam bermain
Playstation. Suatu hari, ketika ia bermain berdua dengan temannya yang
sepantaran saya, dan menolak ketika saya minta diberi joystick gratis
sebab uang saya sudah habis, saya sengaja berdiam lama di dekat mereka.
Demi apa pun, seingat saya waktu itu, saya tidak bertujuan apa-apa
selain nonton mereka main sepak bola.
Perut saya kebetulan saja sedang
sakit dan seketika itu buang angin tanpa suara. Begitu menyadari ada bau
tidak enak, Pendek berdiri dan mengumpat singkat sambil maju ke depan
televisi dan seraya jongkok, ia mengendus-endus asal baunya. Tidak ada
orang lain selain kami bertiga di persewaan tersebut ketika itu,
sehingga saya langsung ketahuan. Tentu saja saya tertawa sementara
Pendek berkata, "Awas, ya." Beberapa hari kemudian Pendek membalas
kelakuan saya dengan kentutnya yang lebih besar dan berisik. Saya tidak
tahu sampai detik itu perdamaian yang terjalin dengan Pendek sejak
mengenalnya sudah luntur berapa persen. Tetapi yang jelas, kami mulai
saling mengerjai satu sama lain.
Salah satu hal yang paling saya
ingat darinya di masa-masa itu adalah ketika Pendek memuji wajah artis
Revalina S Temat, yang menurutnya cantik. Sinetron "Dara Manisku" (kalau
tidak salah) yang tayang di RCTI segera menjadi favoritnya karena di
sanalah artis kesayangannya tersebut tampil. Di beberapa kesempatan,
sejak menobatkan diri menjadi fans Revalina, Pendek suka menggumamkan
nyanyian "Dara Manisku"-nya Chrisye, dan ia tidak peduli meski
teman-teman lain meledeknya.
Ketika saya SMA, Pendek jarang
terlihat main di luar. Saya dengar dia sibuk kerja entah di mana. Sejak
itu sampai beberapa tahun kemudian, kami hanya bertemu sesekali dan jika
saya sapa, ia selalu saja menatap mata saya dengan sorot seakan ia
lelaki tua renta dan saya cucunya. Biasanya ia bertanya kabar lagi di
mana kakak saya, karena dia lebih sering bermain dengan kakak saya.
Begitulah Pendek. Rasanya ia memang selalu begitu.
Saya lupa
kapan terakhir kali kami bertemu di jalan. Sampai tadi pagi saat saya
berjalan sambil menenteng tas laptop, saya lihat Pendek memacu motor
dari jauh. Kami akan berpapasan dan saya siap tertawa padanya. Hanya
saja Pendek langsung menunduk. Mungkin dia sedang ada masalah. Saya
tidak tahu. Tapi, di waktu yang sama, saya menyadari sesuatu. Sekarang
Pendek lebih kurus dari dulu. Ia juga tidak lebih tinggi dari saya.
Bahkan saya yang kurus ini saja, barangkali masih lebih berisi ketimbang
dia. Entahlah, perubahan memang selalu terjadi pada siapa pun.
Comments
Post a Comment