Beberapa tahun silam, ketika menjalani masa training di sebuah
perusahaan nasional, saya pulang hingga malam. Busway kali itu berubah
jalur dikarenakan keadaan darurat. Saya yang tidak hafal rute baru ini,
menyadari busway mengarah terus ke utara, merasa waswas tidak bisa
pulang tepat waktu. Di halte transit kawasan Jakarta Utara, penuh sekali
manusia. Orang-orang antre berjubelan, mungkin ratusan, demi berpindah
ke busway sesuai arah tujuan masing-masing. Saya masih ingat salah
satu penumpang yang tadinya sebusway dengan saya; ia juga turun dan
berdiri di dekat saya.
Ketika beberapa petugas di belokan halte transit
itu memberi arahan membingungkan untuk tujuan Lebak Bulus, orang ini
sempat salah belok. Tentu saja, sebelumnya kami sempat ngobrol dan saya
tahu bapak ini searah pulangnya dengan saya. Jadi, ketika beliau berlari
ke arah yang salah--sebagaimana para penumpang lain yang juga berlari
jika ada celah, agar lebih cepat dapat busway--saya panggil bapak ini
dari jauh. Beliau menoleh dan saya beri isyarat bahwa jalan yang
harusnya ia ambil bukan itu. Akhirnya, kami pun menuju arah yang benar
dan memasuki busway yang tepat.
Begitu menginjakkan kaki di busway, bapak ini sempat mengangguk pada
saya, sebagai ucapan terima kasih. Senyumnya begitu ramah dan teduh.
Karena banyak penumpang lain, saya tidak bisa melihat bapak ini lagi,
sekalipun jarak kami hanya sekitar dua meter: saya dapat kursi dan
beliau berdiri. Saya memang sempat melihat sekali lagi wajah beliau
melongok di antara sekian banyak manusia di sekeliling. Beliau tersenyum
lagi dan pada saat itu saya tahu posisi bapak ini berada di antara
lipatan pintu busway dan dua penumpang lelaki berbadan besar. Jadi,
beliau tidak bakal bisa keluar seandainya dua lelaki tadi tidak geser.
Ketika akhirnya busway berhenti di halte berikut, dan tentu saja pintu tersebut terbuka, saya tidak melihat bapak ini keluar. Dua lelaki tadi toh tetap di tempatnya. Tapi saya tidak lagi melihat bapak ini setelah seiring waktu jumlah penumpang mulai berkurang.
Entahlah. Saya tidak tahu bapak ini pergi ke mana. Saya juga tidak tahu siapa sebenarnya beliau, yang mendadak hilang begitu saja tanpa jejak. Sampai hari ini saya masih ingat warna jaket beliau, juga ekspresi bersahabat beliau. Sesekali jika saya ingat kejadian ini dan pergi ke kamar mandi tengah malam selesai nonton film horor, saya justru tidak merinding. Bagaimanapun, kejadian malam itu membuat hari-hari saya berikutnya terasa penuh keajaiban. Hal-hal tak terduga selalu saja datang jika saya sedang kesulitan.
Ketika akhirnya busway berhenti di halte berikut, dan tentu saja pintu tersebut terbuka, saya tidak melihat bapak ini keluar. Dua lelaki tadi toh tetap di tempatnya. Tapi saya tidak lagi melihat bapak ini setelah seiring waktu jumlah penumpang mulai berkurang.
Entahlah. Saya tidak tahu bapak ini pergi ke mana. Saya juga tidak tahu siapa sebenarnya beliau, yang mendadak hilang begitu saja tanpa jejak. Sampai hari ini saya masih ingat warna jaket beliau, juga ekspresi bersahabat beliau. Sesekali jika saya ingat kejadian ini dan pergi ke kamar mandi tengah malam selesai nonton film horor, saya justru tidak merinding. Bagaimanapun, kejadian malam itu membuat hari-hari saya berikutnya terasa penuh keajaiban. Hal-hal tak terduga selalu saja datang jika saya sedang kesulitan.
Comments
Post a Comment