Skip to main content

Posts

Kualitas Karya Tidak Ditentukan dari Seberapa Lama Karya tersebut Dibuat

Lamanya waktu pengerjaan sebuah karya tidak menjamin karya itu pasti berhasil dari segi kedalaman makna. Karya yang dibuat dalam kurun waktu singkat bisa saja malah lebih dalam dari itu. Ini yang saya yakini. Selama apa pun karya dibuat (atau sengaja dilama-lamakan biar kelihatan keren), kalau perenungan tentang isinya kurang dihayati sebelum karya itu mulai digarap, hasilnya akan hambar. 

Pedekate Butuh Modal, Bung!

Suatu hari saya dan seorang teman pergi ke toko pakaian. Kami membeli kaos, kemeja, jaket, dan celana panjang sesuai dengan selera masing-masing dan tentu saja bayarnya sendiri-sendiri . Sekembali ke tempat parkir, setelah membayar belanjaan di kasir tentunya, teman saya terlihat sedih dan saya langsung tahu penyebabnya. Pasalnya dia sok kenal sok dekat dengan mbak-mbak kasir yang lumayan cantik, meski sudah bercincin (yang kemungkinan sudah punya pasangan), dan saya tahu itu sebab kasir yang melayani saya hanya berjarak satu kasir dari kasir cantik tadi. Kepada saya, teman saya mengaku, "Seandainya tadi aku tahu kalau bakal begini." "Lho, memangnya kenapa?" tanya saya. Dalam pikiran, saya sudah curiga bahwa teman saya keburu sakit hati bahkan sebelum pedekate, sebab mbak-mbak cantik itu bercincin dan cincinnya adalah pertanda dia sudah ada yang punya.

Menikmati Hidup sebagai Full Time Writer

Sudah hampir setahunan ini saya benar-benar hidup sebagai full time writer , karena mencari pekerjaan baru belum ada yang cocok. Jadi cari rezeki hanya dari nulis di media-media, membuka jasa editing, nulis di blog, nulis skenario, dan sekitarnya, serta tentu saja menjual buku (karya sendiri) via online .  Alhamdulillah selalu diberi kelancaran. Ada saatnya harus benar-benar bersabar menahan beberapa keinginan sederhana seperti menambah koleksi bacaan, sebab "gaji" pekerjaan ini tidak datang secara rutin pada tanggal tertentu. Apalagi punya tanggungan bayar cicilan motor dan sebagainya, yang harus didahulukan daripada keinginan-keing inan pribadi tersebut.

Cara Bersikap Ala Kaum Bumi Bulat di Medsos

Kebanyakan orang memang suka ribet dan cari-cari urusan. Tidak suka dengan pendapat/ prinsip orang lain di status medsos orang itu sendiri, ya cukup diam dan abaikan. Unfollow bila dirasa prinsipnya itu mengganggumu, atau remove atau malah blokir sekalian. Toh status dia tidak mengganggu kehidupan nyatamu dan juga tidak membuatmu rugi secara fisik ataupun non-fisik. Kamu punya hak untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak kamu sukai. Tetapi, jangan lupa pula bahwa orang tadi juga punya hak untuk mengungkapkan pendapatnya, seaneh apa pun itu.

Sepuluh Tahun yang Lalu, Saya Berpikir tentang "Sepuluh Tahun yang Akan Datang"

Ketika masih sering-seringny a latihan ngeband pada tahun 2007-2008 lalu, saya berpikir, "Sepuluh tahun dari sekarang, mungkin band ini bakalan makin solid dan boleh jadi terkenal sehingga punya album atau minimal single yang laris di radio-radio." Saat itu saya masih kelas sebelas dan memendam banyak impian, utamanya di band yang sedang saya dan teman-teman rintis. Tidak ada pikiran saya bakal menulis prosa atau skenario--yang pada akhirnya memang terjadi. Menulis memang salah satu cita-cita saya, tapi menjadi anak band juga cita-cita saya. Posisi keduanya sama-sama kuat, dan karena lingkungan lebih mendukung ke arah seni musik, maka ngeband adalah alternatif bagi saya untuk istirahat sejenak dari pikiran-pikiran sumpek sebagai anak sekolah (dengan cinta monyet, teguran ortu, PR yang selalu menumpuk, guru-guru yang kadang mengerikan, dan lain sebagainya).

Berbeda Pandangan Tidak Harus Selalu Dijauhi

Ada teman FB yang kalau bikin status isinya cuma hal-hal berbau sinis atau apatis terhadap hampir segala segi kehidupan, dan yang membuatnya terlihat sebagai pribadi arogan di mata saya adalah: baginya pendapatnya selalu benar dan ucapan orang lain yang bertentangan pasti salah. Sejak berteman dengannya di FB, memang sudah begitu wataknya yang saya tahu, tetapi saya tidak pernah terpikir untuk meremove, apalagi memblokirnya, sebab dia tidak pernah memaksakan orang lain harus patuh pada pendapatnya. Dia hanya memegang teguh pendapatnya sendiri tanpa mengutak-atik prinsip orang lain--entah meski pada akhirnya dia bisa saja berpikir semua orang yang tidak setuju padanya adalah goblok permanen (toh pemikirannya sendiri adalah urusan dia, bukan?).

Teman Lama yang Hobi Melengos

Ada teman saya dari masa TK hingga SMP yang rumahnya tidak jauh dari rumah saya. Hanya beda dusun. Tapi, tiap kali berpapasan di jalan, sejak kami SMA dulu, dia selalu melengos seakan tidak pernah kenal atau pura-pura tidak melihat. Faktanya, tidak pernah ada masalah apa pun di antara kami. Dia juga bukan penggemar FPI (sama seperti saya). Bahkan dia sering bercanda dengan saya sejak TK hingga SMP. Suatu sore menjelang maghrib, saya ke minimarket dan beli sesuatu, lalu di kasir dia antre di belakang saya. Begitu saya noleh, dia langsung berpaling muka. Saya tidak tahu apa masalah orang ini?