(Dimuat di Suara Merdeka, Minggu, 28 Juli 2019) Kami memanggilnya Belly. Dia senang membunyikan bel di setiap pintu di lantai ini dan konon itulah yang membuat orang menyebutnya Belly. Tidak pernah ada yang tahu nama aslinya. Bagi Belly itu tak penting. Ia tak waras, tetapi pintar bernyanyi dan murah senyum. Suatu malam, Belly bernyanyi di depan kamarku. Waktu itu jam satu dini hari dan aku belum tidur, padahal jam 7 harus ke bandara untuk urusan penting. Belly bernyanyi seakan lingkungan sekelilingnya dipadati penonton. Seakan ia benar-benar berdiri di atas panggung. Beberapa tetangga memarahinya. "Dulu kami mengikatnya di gudang, dekat pipa-pipa busuk itu, tetapi kami kasihan dan membiarkannya nyanyi sepanjang malam di lorong. Besoknya kami kelelahan dan tak ada yang peduli apa Belly tidur ditemani hantu atau tidak di gudang itu," kata John, salah seorang tetangga. Aku tahu banyak tentang Belly dari John, sebab ia pengangguran, tetapi mengaku sebagai pengamat...
Menghibur dengan Sepenuh Hati