(Dimuat di Malang Post, Minggu, 21 Februari 2016) Dalam sehari, saya lihat lelaki itu datang tiga kali. Pertama, jam delapan pagi. Kedua, sehabis zuhur. Terakhir, saat tukang tahu tek lewat dan memukul wajannya dengan ujung spatula: teng, teng, teng. Kalau Anda warga sini, pada saat suara-suara itu muncul, Anda sudah tahu bahwa jarum jam menunjuk angka tujuh dan matahari sudah lama tumbang. Apa yang dia lakukan, saya tak tahu. Baru dua minggu saya tugas di sini, menjaga kantor cabang salah satu koperasi secara bergantian. Kadang pagi hingga sore, atau pindah shift : dari sore hingga malam. Maka saya tahu bagaimana lelaki itu gusar dan malu-malu duduk di seberang jalan, di bawah pohon jambu di waktu-waktu yang telah saya sebut. Kadang, ia bahkan masuk ke areal parkir dan berdiri canggung selama dua menit. Saya tidak bisa bertanya pada yang bersangkutan seperti "Ada apa?" atau tuduhan tak mengenakkan: "Anda maling?" Saya tidak sekejam itu dan orang tahu ...
Menghibur dengan Sepenuh Hati