(Dimuat di Majalah Rubana edisi 02/Januari 2020) Pada akhirnya semua selesai. Cinta lahir hanya untuk selesai. Joe, pacarku yang malang itu, hari ini selesai. Daun-daun berguguran, dua cangkir teh sore hari, surat cinta, kartu pos dari negeri antah berantah. Semua selesai tanpa sisa. Tidak ada lagi yang bisa kutunggu. "Sejak aku sendiri," kataku pada Joe tempo hari, "hingga memadu kasih denganmu, dia sudah ada. Sampai sekarang aku tidak tahu siapa kekasihnya atau apakah dia masih sendiri?" "Jangan-jangan sudah menikah?" "Bisa jadi!" Senyum pencegah bunuh diri. Begitulah kunamai senyum si pelayan. Hafal jadwal kunjunganku, pelayan itu menyambutku dari balik pintu dan mempersilakanku duduk pada meja nomor 17 di pojok. Seminggu dua kali aku ke sana. Meja nomor 17 kupesan secara tak langsung dari tingkah gugupku. Barangkali terdapat alat pendeteksi di kepala pemuda itu sehingga paham ada sesuatu yang harus diperbaiki di diriku,...
Menghibur dengan Sepenuh Hati