(Dimuat di Solopos edisi Minggu, 11 Februari 2018) Aku belum pulang, meski dua jam duduk. Tiga gelas kopi plus sepiring singkong dan pisang goreng tandas, tapi satu-satunya yang membuatku datang belum tercapai. Marni, dengan wajah polos dan tubuh sintal, ke sana kemari membersihkan gelas dan piring-piring kotor. Sesekali ia jawab pertanyaan pengunjung warung. Kuamati dari pucuk rambut sampai kaki. Dada indah, pinggul ideal, betis mulus, kulit sehalus gading. Semua menarik perhatian dan membuat darah lelaki berdesir. Satu per satu orang datang dan pergi. Satu per satu Marni menjawab total harga, dengan suara halus yang bila diimajinasikan bisa menjadi cabul. Para pengangguran di balai-balai dua hari lalu, begadang dan cekikikan semalam demi membahas keuntungan apa yang bisa mereka ambil andai Marni mau diajak pergi. Aku tahu mereka bercanda dan tidak benar-benar mengajak Marni keluar, misalnya ke losm...
Menghibur dengan Sepenuh Hati