Skip to main content

Posts

Showing posts from 2019

Mencari Lusi

(Dimuat di Radar Mojokerto edisi Minggu, 15 Desember 2019)   Malam itu aku berkeliling ke setiap sudut kota demi mencari Lusi. Perempuan itu mendadak hilang tanpa petunjuk, kecuali adanya pengakuan dia mulai bosan kepadaku. Aku tidak tahu di mana letak kesalahan hubungan kami, karena sejauh yang kutahu, dia tidak pernah protes. Dalam pernikahan yang kami jalani selama empat tahun ini, tidak pernah kudengar keluhan, karena aku selalu menuruti apa yang Lusi inginkan. Aku yang menginginkan kehadiran anak sejak awal, dengan senang hati menerima keinginannya untuk menunda itu, dan itu kulakukan demi Lusi.   Aku tidak pernah mencintai wanita sedalam ketika mencintai Lusi. Bertahun-tahun aku tidak bertemu wanita seajaib dia, yang datang dan berbicara kepadaku dengan cara yang simpel dan menawan.   Lusi tidak tertarik pada harta warisanku, dan itu semakin terbukti dengan keinginan yang hanya berupa penundaan kelahiran anak pertama kami, serta permintaan yang jauh dari kesan mate

Ali Sabidin Menengok Bayinya

(Dimuat di magrib.id pada 24 November 2019)   Ali Sabidin menerima kabar gembira tentang kelahiran anaknya. Dia pulang malam itu dengan menumpang bus terakhir jurusan ibu kota. Sepanjang perjalanan, tidak ada yang dipikirkan lelaki itu selain bahwa bayi yang baru saja dilahirkan istrinya adalah bayi laki-laki.   Ali Sabidin sangat bahagia atas kabar kelahiran ini, karena pernikahannya dengan Marlena berlangsung hampir empat belas tahun. Tak ada seorang pun bayi yang mereka dapatkan sampai sejauh itu. Entah berapa banyak mulut membicarakan tentang ini, tapi lama-lama sepasang suami istri tersebut tak lagi peduli. Bahkan, suatu saat, Ali Sabidin pernah begitu meyakini betapa dia tidak ditakdirkan memiliki keturunan sampai tua dan mati.   Sekarang, kabar ini tiba-tiba bagai setetes air di tengah gurun yang mengepungnya selama empat belas tahun terakhir. Biasanya Marlena akan selalu kehilangan bayi pada detik-detik terakhir ketika seorang bayi seharusnya muncul dari rahim ibunya

Ford v Ferrari (2019): Film Balap Terbaik Sejauh Ini

Judul: Ford v Ferrari Genre: Sport, drama, biopic Sutradara: James Mangold Skenario: Jez Butterworth, John-Henry Butterworth, Jason Keller Pemain: Matt Damon, Christian Bale, Jon Bernthal, Caitriona Balfe, Josh Lucas, Noah Jupe, Tracy Letts, Remo Girone Negara: Amerika Serikat Tahun rilis: 2019 "Ford v Ferrari" (2019) memuaskan dari banyak segi; mulai dari skenario yang baik, pemilihan pemeran yang tepat, sinematografi yang baik, dan tata suara yang dahsyat. Ini termasuk film balap terbaik yang pernah kutonton. Sangat direkomendasikan bagi kalian penggemar film-film balap. Kalian akan dimanjakan oleh scenes ketika Ken Miles menguji coba mobil balap sekaligus mengadunya di arena.

Kota-kota yang Telanjur Rusak

(Dimuat di Radar Bromo edisi Minggu, 24 November 2019)   Seorang pengarang merasa telah selesai dengan seluruh misinya. Suatu malam dia pergi ke kota tanpa nama, yang cukup jauh dan tak terjangkau oleh orang-orang terdekat, dan memulai hidup baru dengan identitas lain. Sepanjang perjalanan tak ada yang lelaki itu pikirkan selain apa yang akan dia temui nanti. Dia sama sekali melupakan segala hal yang telah dia capai selama hidup menjadi seorang pengarang. Dia bahkan tidak peduli andai orang-orang terdekatnya akan kacau hidupnya karena dia mendadak hilang. Lagi pula, bukankah sejak dulu dia memang seharusnya hilang? Dan pula, orang-orang dekat itu juga tak ada hubungan apa-apa selain sebagai sekumpulan manusia dengan perasaan serupa demi memperjuangkan sesuatu yang mereka anggap benar.   Urusan ini, kini, menjadi terlalu sederhana baginya, dan biarlah begitu kalau saja takdir mengizinkan. Semoga orang-orang di seluruh permukaan bumi tak mengenang ia sebagaimana seharusnya. Semoga

[Cerpen]: "Sumur" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Minggu Pagi edisi Jumat, 8 November 2019)   Penggali sumur itu tiba-tiba lenyap ditelan lubang selebar satu meter. Tak ada yang tahu persisnya bagaimana dia lenyap; Murbani hanya tahu pria tersebut merangkak ke dalam lubang untuk melanjutkan pekerjaan, dan ketika ia mengajak ngobrol sang penggali, sudah tak ada seorang pun di sana.   Lubang itu kini benar-benar gelap. Cahaya senter yang kami sorotkan padanya tak mampu menyentuh dasar sumur. Bahkan kami juga tak mendengar suara apa-apa begitu Murbani dengan kesal melempar sebongkah batu bata ke dalam sana. Seandainya dasar itu berupa tanah, setidaknya penggali kami masih terjangkau oleh cahaya senter. Namun, yang kami jumpai hanya kegelapan yang dikelilingi dinding tanah.   Aku dan Murbani sama-sama bukan tukang gali sumur. Kami dua bersaudara yang membuka toko akuarium dan tidak pernah berurusan dengan pekerjaan yang menguras tenaga. Itulah kenapa kami membayar seorang tukang gali sumur untuk membuat sumur baru ba

[Cerpen]: "Doa tentang Anjing dan Kematian" karya Ken Hanggara

(Dimuat di ideide.id pada Selasa, 5 November 2019)   Jika di dekat sini ada anjing, aku harap anjing itu mengendus sesuatu. Aku harap anjing itu bisa mengendus sesuatu dan sekaligus bersama dengan seseorang yang waras. Tidak dapat kubayangkan jika anjing yang melintasi bagian depan bangunan bobrok ini pergi sendiri atau ditemani lelaki atau perempuan gila. Tak ada yang lebih buruk dari itu. Barangkali tak ada yang lebih buruk dari itu. Jika sebatas itu yang terjadi, aku juga tidak mungkin pulang dalam waktu dekat. Bahkan boleh jadi aku tidak pulang selamanya dan baru pulang dalam wujud lain di hari kiamat kelak, ke tempat yang sangat jauh dan tak terjangkau. Membayangkan itu aku takut. Anehnya punggung dan leherku tidak merasa ada getaran yang aneh. Dulu dan kapan pun sebelum aku berhenti di titik ini, seseorang atau apa pun akan dengan mudah membuat punggung dan leherku berkeringat dalam getaran yang aneh. Rasa takut memunculkan sensasi tak nyaman. Saat ini, sensasi itu hany

[Review Film]: Teror Santet di Rumah Panti

Judul: Ratu Ilmu Hitam Genre: horor Sutradara: Kimo Stamboel Skenario: Joko Anwar Pemeran: Aryo Bayu, Hannah Al Rashid, Adhisty Zara, Muzakki Ramdhan, Ari Irham, Ade Firman Hakim, Sheila Dara Aisha, Tanta Ginting, Miller Khan, Imelda Therinne, Salvita Decorte, Yayu A.W. Unru, Ruth Marini, Putri Ayudya. Negara: Indonesia Tahun rilis: 2019 "Ratu Ilmu Hitam" (2019) ternyata biasa saja. Ada beberapa kekurangan; yang paling mengganggu penggunaan backsound horor yang terlalu berlebihan hingga menutupi suara beberapa dialog penting, dan tentu saja pemakaian kata "kita" yang harusnya "kami" di dialog satu atau dua scene . Sebenarnya cerita "Ratu Ilmu Hitam" (2019) lumayan bagus, tapi sudah banyak cerita macam ini. Bagi orang-orang tertentu, seluruh adegan gore -nya tak terlalu memukau (termasuk bagiku yang sudah menonton entah berapa banyak adegan gore dari entah berapa film sejauh ini yang lebih baik dari adegan-adegan gore di "Rat

[Review Film]: Pesona Arini sang Ratu PHP

Judul: Love for Sale 2 Genre: Drama, comedy Sutradara: Andibachtiar Yusuf Skenario: Mohammad Irfan Ramly, Andibachtiar Yusuf Pemeran: Della Dartyan, Adipati Dolken, Ratna Riantiarno, Ariyo Wahab, Bastian Steel, Putri Ayudya, Taskya Namya, Egy Fedly Negara: Indonesia Tahun rilis: 2019 "Love for Sale 2 " (2019) adalah gambaran total kehidupan seorang single bahagia yang didesak untuk segera menikah di negeri ini. Menurutku ini lebih baik dari film pertamanya, meski antara kedua film ini mempunyai dua jalan cerita yang tak saling berkaitan.   "Love for Sale 2 " (2019) mengisahkan Ican, seorang pria single yang lama melajang dan tak kunjung menikah di usaianya yang sudah kepala tiga, sehingga terus didesak oleh keluarganya agar segera berumah tangga. Desakan paling pantang menyerah tentu saja dari ibunya sendiri.

[Review Film]: "Kisah Luar Biasa Kiper Legenda Manchester City"

Judul: The Keeper Genre: Biographical, drama, sport Sutradara: Marcus H. Rosenmüller Skenario: Marcus H. Rosenmüller, Nicholas J. Schofield Pemeran: David Kross, Freya Mavor, John Henshaw, Harry Melling, Michael Socha, Chloe Harris, Gary Lewis Negara: Inggris, Jerman Tahun Rilis: 2019 " The Keeper " (2019) adalah biopic yang indah. Sensasi yang kurasa setelah menonton film ini nyaris sama dengan " The Walk " (2015). Dari kedua film tentang tokoh yang menggores sejarah penting di bidang mereka itu, kupikir biopic yang baik bukan hanya tentang "kemiripan wajah" (dari kedua film ini, kedua aktor sama sekali tak terlalu mirip dengan tokoh yang mereka perankan), melainkan juga soal kematangan naskah, detail dari masa ketika adegan-adegan itu berlangsung, serta sinematografi dan visual tone yang romantis. " The Keeper " memberikan itu, meski di awal kesannya seperti penonton tak dijanjikan sesuatu sesegar " The Walk ". &q

[Cerpen]: "Menjelang Perang" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Tribun Jabar edisi Minggu, 27 Oktober 2019) Pada suatu malam di mimpi seorang bajingan, sesosok Dosa berjingkat-jingkat dan sembunyi di atas loteng. Berharap menemukan mangsa. Ketika itu sebuah negeri sedang porak-poranda. Ketimpangan di mana-mana. Darah tumpah oleh harta dan tahta. Setiap kepala cemas terlepas dari badan cuma untuk salah bicara. Sesosok Dosa termenung di pojok pasar dan bertanya kenapa Tuhan menciptanya dengan keburukannya? Manusia-manusia terbagi menjadi dua: untuk surga dan neraka. Dosa tahu, si neraka rakus dan biasanya mendapat jatah paling banyak. Dalam mimpi seorang bajingan, tidak perlu ada Pahala. Ia diringkus polisi rahasia pada zaman dahulu kala, dibawa ke tepi negeri, digebuki, diludahi, diceramahi, sebelum akhirnya digantung di tebing dekat laut dalam keadaan setengah sadar setengah mampus. Maka, jadilah santapan burung pemakan bangkai. Kini, bila engkau mencoba mencari tulang belulang Pahala, jangan harap pulang dengan selamat.  

[Review Film]: "Kritik tentang Keberagaman yang (Masih) Terlukai dalam Film Susi Susanti"

Judul: Susi Susanti - Love All Genre: drama, biopic Sutradara: Sim F Skenario: Syarika Bralini, Raymond Lee, Sinar Ayu Massie Pemeran: Laura Basuki, Dion Wiyoko, Lukman Sardi, Jenny Zhang, Farhan, Kelly Tandiono, Iszur Muchtar, Dayu Wijanto, Moira Tabina Zayn, Kin Wah Chew Negara: Indonesia Tahun rilis: 2019 "Susi Susanti: Love All" (2019) cukup memuaskan dengan menonjolkan kritik terkait keberagaman kita sebagai manusia Indonesia yang (masih) terlukai sampai detik ini. Film ini mengisahkan perjalanan karier legenda bulutangkis Indonesia, Susi Susanti.  Dikisahkan Susi muda mulai mencintai olahraga bulutangkis tanpa benar-benar diperhatikan oleh kedua orang tuanya. Dalam sebuah peristiwa kecil di perayaan kemerdekaan RI di kampungnya, ia mendapatkan kesempatan singkat menunjukkan kemampuannya. Dari momen singkat itulah, Susi mendapat panggilan untuk trial di salah satu klub bulutangkis di Jakarta.

[Cerpen]: "Ikan-ikan Kiriman Tuhan" karya Ken Hanggara

Gambar dari fineartamerica.com (Dimuat di Solopos edisi Minggu, 20 Oktober 2019)   Kamari membawa pulang ikan-ikan di sebuah karung. Karung itu bukan miliknya, akan tetapi, karena hari telah petang dia pikir ikan-ikan yang ditemukannya ditakdirkan jadi miliknya. Dia tertimpa banyak masalah. Begitu menemukan ikan-ikan ditelantarkan, dia anggap tangan Tuhanlah yang telah bekerja. "Tuhan membantuku lewat sekarung ikan!" Dengan berbekal ide bagus untuk mengenyangkan anak-anaknya, Kamari tak ingin lama-lama berada di jalan. Dia kebut langkahnya dan dengan demikian ikan-ikan dalam karung tersebut selamat dan tidak luput dari tangannya. Siapa tahu seseorang mendadak mencegat dan bilang, "Ikan-ikan saya kenapa diambil?!"

[Review Film]: "Menikmati Teror Perempuan Tanah Jahanam"

Judul: Perempuan Tanah Jahanam / Impetigore Genre: Psychological horror, mystery Sutradara: Joko Anwar Skenario: Joko Anwar Pemeran: Tara Basro, Aryo Bayu, Marissa Anita, Christine Hakim, Asmara Abigail, Kiki Narendra, Zidni Hakim, Faradina Mufti, Abdurrahman Arif, Mian Tiara, Teuku Rifnu Wikana Negara: Indonesia Tahun rilis: 2019 "Perempuan Tanah Jahanam" (2019) membuatku kembali percaya kalau film horor Indonesia tak dapat punah kengeriannya (setidaknya belum untuk bertahun-tahun ke depan) jika digarap oleh orang-orang seperti Joko Anwar. Aku pernah beranggapan, horor Indonesia tak akan bisa segar dan akan selalu "itu-itu" saja lantaran formula dan visi yang dipakai nyaris selalu sama antara film satu dan film lainnya, dari tahun ke tahun. Sejak remake " Pengabdi Setan " (2017), aku mulai percaya anggapanku itu sedikit memiliki kekeliruan. Setelah menonton "Perempuan Tanah Jahanam", sebagai pencinta film horor, aku justru mulai o

[Review Film]: "Midsommar Tak Sehoror yang Dikata Orang"

Judul: Midsommar Genre: drama, thriller, mystery Sutradara: Ari Aster Penulis: Ari Aster Pemeran: Florence Pugh, Jack Reynor, William Jackson Harper, Vilhelm Blomgren, Will Poulter, Isabelle Grill Negara: Amerika Serikat, Swedia Tahun rilis: 2019 " Midsommar " (2019) tak semenakjubkan apa kata orang-orang. Memang alasan kita pergi menonton film tak seharusnya cukup berdasarkan "konon katanya film itu bagus", tapi harus benar-benar murni karena kita ingin nonton saja (faktor-faktor lain yang kita pikirkan silakan saja dipilih semau kita). Maksudku, menontonlah tanpa dasar "paksaan". Nah, kebetulan aku tak berharap apa-apa pada " Midsommar " ini, dan setelah filmnya kelar kutonton, aku juga tak mendapat apa-apa, kecuali merasa waktuku terbuang sia-sia. " Midsommar " mengisahkan sekelompok mahasiswa asal Amerika Serikat yang melakukan kunjungan ke sebuah desa terpencil di Swedia, HÃ¥rga. Salah satu dari empat bersahabat it

[Review Film]: "The Nightshifter dan Eksekusi yang Kurang Maksimal"

Judul: The Nightshifter ( Morto Não Fala ) Genre: Horror, mystery Sutradara: Dennison Ramalho Skenario: Cláudia Jouvin, Dennison Ramalho, Marco de Castro Pemeran: Daniel de Oliveira, Fabiula Nascimento, Bianca Comparato, Marcos Kligman, Annalara Prates, Marco Ricca Negara: Brazil Tahun rilis: 2019 " The Nightshifter " atau " Morto Não Fala " (2019) mengisahkan Stênio, seorang petugas malam di sebuah kamar mayat, yang memiliki kemampuan berbicara dengan orang-orang mati. Kemampuan ini tak begitu ia pahami bagaimana mulanya, tetapi ia telah sangat terbiasa berbicara dengan para mayat. Tentu tak seorang pun tahu tentang ini.  Melihat trailer film ini, dengan premis yang terdengar tak biasa itu, aku merasa " The Nightshifter " mungkin saja layak ditonton. Aku masih bertanya-tanya bagaimana cerita selengkapnya tentang seseorang yang bisa berbicara dengan orang-orang mati ini? Apa latar belakangnya? Keseraman macam apa yang disajikan? Sayangn

[Cerpen]: "Pelukan Terakhir" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Bangka Pos edisi Minggu, 13 Oktober 2019) Suatu hari aku tiba di titik puncak kebencian pada diriku sendiri dan semesta. Telah lama kupikirkan untuk mengakhiri hidup dengan segala macam cara; aku bisa saja mati dijerat tali yang kusiapkan di toilet terbengkalai atau tenggelam bersama sekarung batu menuju dasar sebuah danau di tepi kota yang jarang dijamah manusia atau terbakar oleh amukan api dahsyat di sebuah apartemen oleh rekayasa tangan dan otakku sendiri atau menenggak sejumlah besar pil dengan beragam jenis dan ukuran dan berbaring di kasur di kamarku selagi menunggu reaksi obat-obat itu untuk menghabisiku dari dalam atau kujatuhkan tubuhku dari gedung setinggi ratusan meter atau mungkin saja aku juga bisa mengakhiri hidup dengan menusuk tubuh sendiri dengan pedang sebagaimana cara yang telah lama dianggap sebagai cara terhormat untuk bunuh diri di Jepang, tetapi aku akui, aku tak cukup berani untuk memulai. Aku tak ada harapan apa pun untuk memperbaiki hidupk

[Cerpen]: "Kabur" karya Ken Hanggara

(Dimuat di biem.co , 7 Oktober 2019) Suatu hari aku kabur dari rumahku yang penuh dengan binatang. Aku tidak mampu tinggal lebih lama, meski sebenarnya dulunya rumah tersebut adalah milik ibuku. Tapi, ibuku mati di suatu subuh yang dingin. Kata orang, sebenarnya ibuku mati jauh sebelum itu dan tentunya saat kutemukan, tubuhnya sudah benar-benar beku. Bagaimana bisa tidak ada yang tahu sama sekali kalau ibuku mati sejak dua hari sebelum ditemukan adalah karena beberapa binatang mulai masuk dan menghuni rumah kami. Beberapa binatang itu tidak seperti binatang umumnya yang bisa ditemukan di jalanan. Mereka cukup berbeda dan mempunyai otak serupa otak manusia, sebab ada yang bisa bermain gitar, ada juga yang bisa menyetir mobil, dan bahkan beberapa dari mereka bisa menghajarku setengah mati. Aku tak berani melawan para binatang yang tahu-tahu menguasai rumah ibuku itu. Bukan hanya karena jumlah mereka lebih banyak dan tenaga mereka lebih besar dariku, melainkan juga karena ayah

Kenapa Aku Menulis?

Foto dokumentasi pribadi (2012) Aku bayangkan aku tak pernah mengenal dunia literasi. Aku bayangkan aku tak pernah menulis sebuah cerpen pun atau bahkan sebait puisi, kupikir detik ini aku sudah gila. Aku gila oleh menumpuknya pemikiran dan gagasan dan kadang-kadang beban hidup. Jika semua isi kepalaku itu tak kutumpahkan dari waktu ke waktu lewat tulisan, daya tampungku yang terbatas akan membuatku meledak dan "kolaps" dan aku mungkin saja tak bisa lagi mengenali siapa diriku dan dari mana aku berasal. Memang, kemungkinan untuk tetap waras itu ada, tapi aku tak yakin sebesar kemungkinan untuk menjadi gila jika aku tak tergiring keadaan untuk memulai menulis sesuatu. Menulis lalu menjadi obat usai kegagalan demi kegagalan melingkupi. Malam hari yang melelahkan dan selalu murung, berganti menjadi malam terang-benderang, bahkan dalam kondisi hanya tersisa uang dua ribu rupiah saja dalam dompetku dan dalam keadaan gelap gulita di kamar kontrakanku yang kecil di sudut

[Review Film]: "Asal-Usul Joker yang Melahirkan Simpati"

Judul: Joker Genre: Crime, drama, thriller Sutradara: Todd Phillips Penulis: Todd Phlillips, Scott Silver Pemeran: Joaquin Phoenix, Robert De Niro, Zazie Beetz, Frances Conroy, Brett Cullen Negara: Amerika Serikat Tahun rilis: 2019 "Joker" (2019) mengisahkan asal-muasal Joker, penjahat musuh Batman, yang belum pernah disajikan di film-film terdahulu. Yang kuharapkan ketika pergi ke bioskop untuk menonton film ini adalah mendapat pengetahuan menyeluruh tentang karakter Arthur Fleck sebelum ia menjelma menjadi penjahat keji yang mengusik ketenangan Kota Gotham. Ternyata yang kudapat justru lebih dari itu. Meski Joker penjahat paling tenar dari DC Universe, selesai menonton film ini aku justru bukan membencinya, malah bersimpati pada sosok di balik "topeng" Joker. Arthur Fleck adalah pria penyendiri yang hidup bersama ibunya yang sudah tua. Arthur bekerja sebagai badut dengan bayaran kecil. Perlakuan tak menyenangkan dari setiap orang dan tatapan

[Cerpen]: "Api Diana" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Galeri Buku Jakarta pada 24 September 2019)   Aku ingin bercinta sampai mati, tetapi acara bedah buku itu sudah berakhir. Diana dan aku harus bergegas, dan kepada tuan rumah yang juga sekaligus pembicara utama di bedah buku kali ini, kukatakan dengan wajah tanpa dosa: "Sering-seringlah menerbitkan karya dan undang aku seperti malam ini."   Aku hanya bercanda. Penulis yang juga sahabatku itu pacar Diana, dan aku bukan jenis pemain yang suka menantang bahaya. Berhubungan intim dengan pacar sahabatmu pada waktu bersamaan, di bangunan yang seatap dengan suatu acara penting yang mana sahabatmu itu menjadi rajanya, adalah kekurang-ajaran yang pantas mendapat ganjaran. Aku tidak berharap ganjaran berat kelak menimpaku.  

[Cerpen]: "Rahasia yang Terkubur" karya Ken Hanggara

(Dimuat di nyimpang pada 21 September 2019)   Tante Mei memaksa menembus hutan di belakang rumah dengan kami temani, dan membangun tenda dan hidup di sana dengan hasrat mencari suaminya yang tiba-tiba tak ada kabar. Om Han, paman kami, tidak senang mabuk dan tidak pernah terlihat keluar dengan wanita lain.   Kepada Tante, kukatakan, "Banyak hal yang dahulu terdengar mustahil, akan selalu mungkin terjadi."   Tentu saja bukan cuma aku yang mengatakan itu. Beberapa orang di keluarga kami setuju dengan pendapatku dan mengira Om Han memang pergi karena bosan, dan bukan hilang dimangsa sesuatu di hutan itu. Tante Mei perempuan menarik. Ia masih cantik walau sudah menginjak usia kelima puluh. Aku tahu, jika dulu lahir dan hidup semasa dengannya, barangkali Om Han jadi saingan terberatku. Aku membayangkan itu karena tanteku dulu terkenal sebagai bunga desa.

[Review Film]: "Komedi tentang Televisi dan Selebriti Dadakan"

Judul: Pretty Boys Genre: Komedi, drama Sutradara: Tompi Penulis: Imam Darto, Tompi Pemeran: Vincent Rompies, Deddy Mahendra Desta, Danilla Riyadi, Imam Darto, Ferry Maryadi, Tora Sudiro, Roy Marten. Tahun rilis: 2019 Negara: Indonesia " Pretty Boys " adalah debut yang luar biasa bagi seorang Tompi yang baru kali ini menyutradarai sebuah film. Tak mudah menggarap film komedi, tapi dia berhasil mengemas komedi-komedi cerdas dan sekaligus sukses memasukkan kritik atas dunia pertelevisian kita hari ini. Tentu keberhasilan ini tak lepas dari dua aktor utama yang bermain dengan sangat apik, yakni Vincent dan Desta. Film ini mengisahkan dua orang sahabat, Anugerah dan Rahmat, yang bercita-cita menjadi host atau pembawa acara terkenal di program hiburan di televisi. Sejak kecil mereka suka mengasah kemampuan di depan teman-teman bermain. Mereka berharap bisa meraih tujuan terpendam dengan menjadi terkenal di layar kaca. 

[Review Film]: "Asal-Usul Badut Pennywise Masih Dipertanyakan"

  Judul: It Chapter Two Genre: Horor Sutradara: Andy Muschietti Penulis: Gary Dauberman, Jeffrey Jurgensen Berdasarkan: "It" (Stephen King) Pemain: James McAvoy, Jessica Chastain, Jay Ryan, Bill Hader, Isaiah Mustafa, James Ransone, Andy Bean, Jess Weixler, Teach Grant, Bill SkarsgÃ¥rd Tahun rilis: 2019 Negara: Amerika Serikat " It Chapter Two " (2019) agak sedikit di bawah harapanku. Di film ini, para tokoh utama dalam " It " (2017) telah dewasa. Hal yang paling kukagumi dari pemilihan pemain untuk karakter-karakter ini adalah kemiripan para pemeran untuk masa kecil dan dewasa. Hanya pemeran karakter Beverly dewasa yang aku kurang suka (dari segi kemiripan dan lain-lain). Setelah nonton film pertama dulu kubayangkan yang cocok memerankan Beverly dewasa malah Amy Adams . " It Chapter Two " mengisahkan berkumpulnya kembali The Losers Club yang beranggotakan Bill dkk. Semasa kecil mereka membuat janji untuk bertemu lagi di kot

[Cerpen]: "Doa Seorang Kekasih yang Terjebak Hujan" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Radar Mojokerto edisi Minggu, 22 September 2019) Hujan sore ini salah kirim. Mestinya Tuhan menuang hujan di tempat lain, bukan di tempat sepasang kekasih bikin janji. Paling tidak Tuhan menunda empat atau lima jam, hingga kencan itu kelar dan sepasang kekasih tiba di rumah masing-masing dengan pikiran melantur ke mana-mana. Baru setelah itu hujan boleh turun. Tentu orang pacaran pasti senang. Orang kelewat senang—gara-gara sang pacar secantik bidadari langit ketujuh—biasanya suka melantur. Misalnya, orang bicara sandal, yang dia pikir malah bantal, dan saat membahas sepak bola malah dikira kepala sekolah. Begitulah kira-kira bayangan saya soal akhir sore yang manis bagi para pengencan. Namun, itu kalau tak ada hujan. Sayang sekali, hujan sore ini makin deras. Tuhan suka bermain-main. Saya bayangkan Tuhan tertawa melihat saya merana. "Motorku rusak, oh, Tuhan. Bagaimana bisa ke rumah Maria kalau begini?" Saya mengeluh, tetapi tetap tenang dan

[Cerpen]: "Menjadi Martir Bukan Perkara Gampang" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Fajar Makassar edisi Minggu, 22 September 2019) Mugeni, lelaki bertubuh pendek itu, sudah bertahun-tahun melajang, dan di pagi itu ia sudah sampai pada pemikiran kalau ia tidak akan dapat menikahi seorang pun wanita. Ia putus asa dan mempertimbangkan untuk bunuh diri saja. Ada beberapa faktor yang mesti dipikirkan, tetapi selang beberapa malam, keputusan diambil: ia harus mati. Di tepi sebuah balkon, angin menghantam wajah dan kumis Mugeni. Seandainya saja lelaki itu bisa mengajak seseorang bicara, ia ingin bersumpah keras-keras betapa baru saja ia menghirup aroma surgawi. Sebuah aroma yang menghantarkan pada perasaan damai tak terkira. Sebuah perasaan yang jarang ditemui seumur hidupnya.

[Review Film]: "Gundala yang Tangguh, tapi Sedikit Kewalahan"

  Judul: Gundala Genre: Superhero, drama, action, thriller Sutradara: Joko Anwar Skenario: Joko Anwar Pemain: Abimana Aryasatya, Tara Basro, Bront Palarae, Ario Bayu, Rio Dewanto, Marissa Anita Tahun rilis: 2019 Negara: Indonesia "Gundala" (2019) memenuhi ekspektasiku atas film superhero lokal yang seharusnya. "Gundala" dimulai dengan kisah masa kecil Sancaka yang malang. Ayahnya meninggal dalam peristiwa demonstrasi demi menuntut keadilan bagi para buruh, sementara ibunya meninggal oleh penyakit parah yang tak Sancaka ketahui. Sancaka kecil yang takut pada petir meninggalkan rumah setelah sang ibu tak kunjung pulang dari kepergiannya ke Tenggara untuk pekerjaan baru. Belakangan diketahui, ternyata sang ibu bukan ke sana untuk sebuah pekerjaan.

[Review Film]: Karakter Psikopat Paling Hebat dalam 10 Tahun Terakhir

Judul: The House That Jack Built Sutradara: Lars von Trier Genre:  Psychological horror Skenario: Lars von Trier Cerita: Jenle Hallund, Lars von Trier Pemain: Matt Dillon, Bruno Ganz, Uma Thurman, Siobhan Fallon Hogan, Sofie GrÃ¥bøl, Riley Keough, Jeremy Davies Tahun rilis: 2018 Negara: Denmark, Swedia, Prancis, Amerika Serikat, Inggris " The House That Jack Built " (2018) baru sempat kutonton kurang lebih enam bulan sejak rilis pada November 2018 di Amerika Serikat, padahal jauh-jauh hari sudah kusiapkan diri untuk menontonnya. Ternyata film ini jauh melebihi ekspektasiku. 

[Review Film]: Kejeniusan yang Masih Bolong

Judul: Parasite/Gisaengchung Sutradara: Bong Joon-ho Genre: Black comedy thriller Skenario: Bong Joon-ho, Han Jin-won Pemain: Song Kang-ho, Lee Sun-kyun, Cho Yeo-jeong, Choi Woo-shik, Park So-dam Tahun rilis: 2019 Negara: Korea Selatan " Parasite " (2019) cukup menghibur bagiku pribadi. Aku sepakat film ini tergolong film yang jenius, tapi jelas tidak sebaik thriller dan dark-comedy lain seperti " Dogtooth " (2009), " Der Bunker " (2015) atau sebut saja " Funny Games " (1997) (dibuat ulang tahun 2007 dengan judul yang sama ). Ketiga film itu sama-sama menampilkan "keluarga" sebagai "orang-orang sial".

[Cerpen]: "Kiamat dan Murbani" karya Ken Hanggara

"La Mort da Marat" karya Jacques Louis David (Dimuat di Radar Bromo edisi Minggu, 1 September 2019) Murbani membayangkan dunia beserta isinya hancur lebur setelah dia tertidur. Dia tak berharap apa-apa. Lagi pula, tiada sesuatu pun yang tersisa untuk dia sesali hari ini. Dia boleh saja hilang tidak berbekas di antara puing-puing semesta. Dia juga boleh saja tiba-tiba melesat melintasi berbagai titik yang tak pernah dibayangkannya, untuk diantar ke gerbang surga atau neraka. Bahkan, dia sendiri mulai tidak yakin jika nanti hidupnya akan tetap berlanjut meski dunia telah berakhir, sehingga yang bisa dia bayangkan cuma satu: bahwa setelah dia tertidur kali ini, nanti, tak akan ada lagi sesosok makhluk atau jiwa bernama Murbani, karena dia telah lebur menjadi debu dan tiada untuk selamanya. "Jika aku seekor binatang, aku akan menjadi debu dan tiada untuk selamanya. Tapi, tidakkah menyenangkan jika aku masih boleh menjadi debu dan tiada untuk selamanya meski aku bu

[Cerpen]: "Mayat Anjing di Jembatan" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Kurung Buka pada Minggu, 25 Agustus 2019) Kalau bukan karena ada yang menggantung mayat anjing di jembatan itu, aku tidak pulang membawa boneka Barbie dan sebungkus donat rasa cokelat buat anakku malam ini. Anjing mati tidak ada hubungannya dengan hadiah ulang tahun. Anjing mati hanya peristiwa biasa. Yang membuatnya tak biasa adalah: anjing itu digantung. * Aku nyaris putus asa dan memenuhi sumpah pada diri sendiri, bahwa mulai nanti malam aku tidak akan menyapa Tuhan. Akan kubakar kitab suciku dan kutetapkan sejak detik itu aku tak lagi bersembahyang.

[Cerpen]: "Tidur Terbaik" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Janang.id pada Minggu, 25 Agustus 2019) Malam ini aku harus menginap di rumah sakit demi menunggui mertuaku yang kini sedang menjalani opname. Sebenarnya sudah kali kedua ini aku menjaga beliau, tapi tak tahu kenapa rasa-rasanya aku malas berangkat. Rasanya kepalaku penuh dengan urusan pekerjaan yang sedang di ujung tanduk. Tapi, mengingat aku sudah menganggap mertua seperti orang tua kandung sendiri, apa pun kondisiku, aku harus berangkat. Begitu tiba di kamar di mana mertuaku dirawat, kepalaku tak lagi sakit dan urusan kantor berasa lenyap. Kamar tempat mertuaku ini dihuni empat pasien, yang aku tahu beberapa di antaranya bukan orang asli kota ini. Biasanya beberapa dari penjenguk dan penunggu pasien-pasien lain turut berjejalan di kamar yang sebenarnya tidak luas ini.

Menahan Diri di Media Sosial

Sejak 2008 lalu aku sudah main medsos. Waktu itu Facebook-lah ruang maya pertamaku, lalu menyusul Friendster, dan kemudian iseng juga bikin MySpace hingga Twitter. Dua terakhir itu jarang kubuka, bahkan sejak pertama bikin akun sampai saat ini. Sesudahnya internet tak lagi jadi barang asing bagiku. Youtube, Instagram, dan "ruang-ruang" lain pun kusambangi. Komentar netizen atas segala isu di berbagai "ruang" juga telah kenyang kubaca sejak 2008 itu. Beberapa yang parah sampai harus membawa orang-orang berurusan dengan pihak berwenang. Bahkan ada juga beberapa orang yang kukenal terlibat kejadian tidak menyenangkan karena komentar/status medsos mereka. Aku sendiri tak pernah terlibat masalah serius karena main medsos. Paling hanya perdebatan pendek yang berakhir dengan cepat dan damai. Ini pun hanya seputar kekaryaan sejak mulai rajin nulis tahun 2012 lalu, atau soal pilihan politik, tapi biasanya perdebatan tak sampai membuatku atau yang beda pendapat denganku kena

[Cerpen]: "Janin Badai" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Galeri Buku Jakarta pada 21 Juni 2019) Di perutku badai asing tumbuh dan beranak-pinak. Hitam, garang, dan liar. Jika ia mengamuk, badanku berputar seratus delapan puluh derajat; kepala di bawah, kaki melayang. Ketika badai itu reda, hidupku hambar. Dan saat ia marah, aku mau mati saja. "Badai asing melukaiku," ujarku tersengal-sengal, "jadi kubunuh dia." Tapi, kata Ibu, kalau kamu bunuh badai di perutmu, bisa saja kamu yang mati. Aku takut dan belum tentu Tuhan menaruhku di surga kalau aku mati. Tapi badai ini sudah keterlaluan. Di perutku ia menggila. Tak tahu apa yang badai itu mau atau bagaimana ia beraktivitas hingga seolah-olah kulihat gambaran: lumatan nasi di lambung campur baur dengan cairan asam berlebih akibat derasnya badai. Selama badai marah, aku melingkar di kasur, berputar-putar mirip gasing. Kadang diam dan memejamkan mata, atau mengejan dengan maksud mengusir badai itu, dengan harapan bisa kentut, meski ternyata tidak. Sakit

[Cerpen]: "Tentang Maria, Gedung Bioskop, dan Buku Harian yang Tertinggal" karya Ken Hanggara

Sumber gambar: Getty Images - The Lovers by Rene Magritte (Dimuat di Galeri Buku Jakarta, pada 12 Juni 2019)   Pada sore hari setelah Maria pergi, aku duduk di teras dan membuka-buka sebuah buku harian. Di sampul depan buku harian tersebut terdapat suatu cap yang dahulu aku buat di sana untuk kenang-kenangan agar Maria tak melupakanku. "Ini hadiah dariku, Bung," kataku kepada seorang tetangga. "Kau yakin kalian benar-benar saling mencintai?" Aku berdiri dan mengajaknya masuk ke ruang tamu. Toni tetangga baruku, dan ia belum pernah menyapa Maria. Tiga hari yang lalu Toni datang dengan membawa mobil pick up berisi berbagai perabot, dan kepadaku yang kebetulan berada di teras rumahku, ia mengaku semua benda tersebut warisan. Ia akan tinggal di rumah sebelah yang sudah sepuluh tahun lebih kosong. Aku mengenal Toni sejak itu, dan karena ia bujangan, aku bisa mengajak pemuda itu mengobrol apa saja sampai larut malam. Maria tidak pernah mau kuajak bercumbu

[Cerpen]: "Istri Politikus" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Tabloid NOVA edisi 1641, Agustus 2019) Sejak sukses menjadi politikus, suamiku tidak pernah lagi menghabiskan waktu di rumah bersamaku untuk sekadar minum teh atau membaca buku berdua. Dulu kami tak pernah meninggalkan kebiasaan itu: membaca buku bersama dan membicarakan tentang buku itu hingga berjam-jam sampai tidak terasa malam sudah terlalu larut dan kami pun menutup buku dan saling menghangatkan di balik selimut sampai tidur. Dulu, sore hari, dua cangkir teh membawa kami berkelana ke masa lalu saat kami masih pacaran. Di masa itu, harga semangkuk bakso adalah harga sebuah keromantisan. Kami tertawa mengenang semangkuk bakso untuk berdua atau apa pun yang berkaitan soal kondisi dompet dan asmara kami, hingga dua cangkir teh tidak pernah terasa cukup. Di meja kami tersedia teko yang penuh terisi teh hangat. Ketika teh yang dituang mulai menjadi dingin, kami tidak lagi peduli dan tetap tenggelam dalam obrolan soal masa lalu hingga hari menggelap. Pada saat sepert