Skip to main content

Posts

[Cerpen]: "Tragedi yang Terlupakan" karya Ken Hanggara

Lukisan karya Van Gogh (Dimuat di Radar Bromo edisi Minggu, 25 September 2016)    Aku bangun di lorong hitam sempit, yang diapit dua tembok tinggi. Kuduga orang bisa mati jika jatuh dari atas tembok ini, tetapi di sini tidak ada siapa-siapa. Aku sendiri tidak tahu siapa yang membawaku kemari. Kepalaku pusing. Mungkin seseorang belum lama ini merampok dan memukul kepalaku. Aku membawa lumayan banyak uang dan perhiasan karena kabur dari suamiku yang bejat, dan berniat tinggal di rumah pacarku di luar kota. Hanya saja, aku tidak ingat peristiwa perampokan itu, jika memang aku ini dirampok. Jadi, kuperiksa kepalaku. Ada bercak darah di jidat. Pandangan mataku juga berasa berputar waktu bangun tadi.     "Mungkin seseorang memang merampokku," kata-kata itu keluar begitu saja dan di sekitarku mendadak dingin.

[Cerpen]: "Hantu-Hantu di Kepalanya" karya Ken Hanggara

Ilustrasi cerpen "Hantu-Hantu di Kepalanya" di Radar Mojokerto (Dimuat di Radar Mojokerto edisi Minggu, 18 September 2016)       Maria bilang, Imo harus di rumah. Anak itu tidak bisa dibiarkan di luar. Sering kali Imo keluar tanpa pamit dan pulang-pulang bajunya selalu berlumuran darah. Dasar sinting. Maria tahu adiknya suka melukai anjing dan kucing, dan kadang-kadang malah memakannya.     Anak itu tidak bisa dilarang dan tidak berhenti mengepruk kepala hewan mana pun yang ditemuinya di jalan sampai kepergok orang dan saksi mata berkata, "Ya ampun. Setan apa kamu?"     Kalau sudah begitu, Imo tinggalkan apa pun yang ia pegang dan menghilang di semak-semak. Orang menemukannya di rumah setengah jam kemudian dalam keadaan menunduk dan melafal deret Fibionacci dengan cara yang ganjil. Selama Imo berhitung, Maria tidak berhenti mengomel sampai adiknya mengantuk.     Maria tidak tahu kenapa adiknya begitu. Maria anak yang manis dan normal dan di sekolah se

[Cerpen]: "Rencana Rahasia Penyair yang Baru Saja Diusir Calon Mertua" karya Ken Hanggara

(Dimuat di Flores Sastra, 18 September 2016)   Aku tidak mengerti saat orangtua pacarku tiba-tiba menyuruhku pulang, sementara Milana belum keluar dari kamar. Ia sudah berjanji padaku untuk kembali dan membawa keluar album kenangan semasa kami SMA dulu; jadi, aku pun juga berjanji kepadanya untuk tidak pulang dulu sampai ia keluar dan kami membuka-buka halaman album itu dan mengenang masa sekolah kami dulu. Tentu saja, di mana pun, memang itulah yang berlaku jika seseorang bertamu.     Tapi, orangtua pacarku menyuruhku pulang. Ia bilang sebaiknya aku pulang saja, dan jangan kembali sampai bulan depan. Aku tidak dapat membantah, tetapi juga tidak mengerti bagaimana mungkin kami tidak bertemu selama satu bulan?

DIBUKA PRE ORDER BUKU KUMPULAN CERPEN "MUSEUM ANOMALI"!

Museum Anomali, kumpulan cerpen terbaru Ken Hanggara . Yang mau pre order, silakan. Harga normalnya Rp 47 ribu. Untuk pre order, diskon 10% (Rp 42,300,-) bebas ongkos kirim khusus Pulau Jawa (untuk luar Jawa, ongkir kisaran antara Rp 10 ribu - Rp 17 ribu). Dapat tanda tangan+kalimat singkat dari penulis. Tertarik? Langsung inbox akun FB Ken Hanggara dengan format pemesanan: nama + alamat + kodepos + No.HP. Museum Anomali berisi 17 cerpen horor kontemporer. Sebagian cerpen di dalamnya pernah terbit di media massa, dan sebagian lainnya belum terpublikasikan.

[Cerpen]: "Kembali untuk Maria" karya Ken Hanggara

Ilustrasi cerpen "Kembali untuk Maria" karya Ken Hanggara (Dimuat di Harian Joglosemar edisi Minggu, 11 September 2016)       Aku tidak ingat kapan terakhir kali pergi ke rumah pacarku, Maria, tetapi kukira ia juga sudah tidak ingat kapan terakhir kali aku mendatanginya. Kejadian itu sudah usang, dan sekarang aku sudah memiliki anak empat. Kalau saja Maria tidak menyuruhku pergi, maka tentu saja empat anak itu tidak terlalu menjengkelkanku, sebab Maria gadis cantik yang menyenangkan. Di mana-mana, watak orangtua pasti menurun pada buah hatinya. Dulu aku berharap dan yakin itulah yang terjadi; anak-anak rupawan berperangai seperti Maria. Tapi, kami harus berpisah.     Takdir menikahkanku dengan si buruk rupa yang sama sekali pantas jadi bibiku. Ia wanita yang kubenci. Tabiat dan tampilan wanita itu sama buruknya, dan aku tidak bisa melarikan diri. Begitu pernikahan terjadi, istri yang kubenci hamil dan beranak empat kali, dan keadaan rumah membuatku ingin pergi seja