Skip to main content

Posts

Cerpen: "Panggung" karya Ken Hanggara

Sejak dulu panggung ini menyuguhkan pertunjukan murah bagi seluruh penghuni kota. Tidak seperti panggung-panggung pada umumnya, panggung ini amatlah istimewa, karena penontonnya terdiri dari beragam profesi. Kedudukan sosial tak jadi soal. Siapa saja bisa jadi penonton. Tak masalah jika misalnya bapak walikota duduk di samping tukang sapu. Atau mungkin , pialang saham berjejer dengan kuli bangunan. Bahkan tak jarang pula orang-orang berpangkat harus duduk di belakang mereka yang tidak berpangkat. Mereka tak pernah mempermasalahkan.

Kata Mutiara untuk Penulis

"Dengan menulis, kita bisa "membujuk" orang-orang tanpa perlu "menipu". Kecuali kalau yang kita tulis palsu /dusta. Itu baru perbuatan dosa." ~Ken Hanggara "Merutinkan aktivitas menulis berarti mengasuransikan daya tahan pikiran kita dari benturan-benturan telak. Tak percaya? Cobalah menulis ketika keadaan jiwa sedang terpuruk, insya Allah Anda akan merasa lebih segar seperti baru saja dilahirkan dan saya sudah membuktikannya." ~Ken Hanggara "Hal yang sampai sekarang membuat saya takjub saat menulis adalah: melihat diri ini seperti apa yang saya cita-citakan. Ketika saya dalam kondisi "miskin" sekalipun, saya bisa menjadi dokter yang mengobati orang lain lewat tulisan, walaupun saya lulusan SMA." ~Ken Hanggara "Sejak aktif menulis, saya berubah jadi penyanyi internasional yang menggelar banyak konser tanpa putus; dapat tiket gratis ke mana-mana, menambah kenalan, dan menghibur banyak orang. Dan itu sungguh menyen

Menulis Lebih dari Sekadar Melawak

Seperti halnya pelawak yang "dituntut" cerdas mengolah materi simpel menjadi aksi lucu, penulis pun juga "dipaksa" untuk bisa mengolah ide ringan menjadi tulisan berbobot. Jika seorang pelawak medan tantangannya adalah panggung, maka bagi penulis arena pertempurannya adalah kertas. Di atas panggung dan kertas, kedua jenis "profesi" ini berpikir keras. Namun, meski cenderung sama, tingkat keberhasilan keduanya diukur dengan cara berbeda. Maksudnya begini. Katakanlah kita sedang menonton seorang pelawak beraksi. Maka, yang kita dapat adalah apa yang terjadi pada detik dan momen saat itu juga. Perhatikan bila seorang pelawak gagal mengolah materi, pasti mulut penonton tak tahan untuk tidak berkomentar: " Halah, kagak ade lucunye !" Atau paling tidak, jika penonton itu diam, sudah pasti pada aksi berikutnya dia agak malas untuk menonton pelawak itu lagi, karena menurut penilaiannya, sang seniman sudah terlanjur tidak lucu.

Bersakit-Sakit dengan Proses, Bersenang-Senanglah Kemudian

Dulu waktu pertama kali aku menulis, jujur saja, aku ingin kaya. Ya, betul-betul ingin kaya. Siapa sih yang menolak uang banyak dari kesenangan atau hobi? Sudah mengerjakannya senang, dapat uang lagi. Wah, berasa hidup ini begitu indah! Tapi, satu hal yang waktu itu kulupakan, yaitu tentang motivasi. Apa itu motivasi? Bila hidup diibaratkan secangkir teh, maka motivasi adalah gula. Tanpa motivasi, hidup rasanya pahit. Tanpa motivasi, lama-lama kita jenuh dengan rutinitas. Padahal salah satu kunci menuju sukses adalah bersahabat dengan rutinitas itu sendiri. Setuju, tidak?

Cerpen: "Konspirasi Iblis" karya Ken Hanggara

Ini kejadian saat tiga orang saudaraku dan keempat temannya mati dibunuh kelompok berpakaian hitam. Entah apa mulanya sebagian orang mengira bahwa yang membunuh saudara kami adalah utusan iblis. Maklum, aneka ilmu gaib sedang jadi trend . Di mana-mana orang ingin belajar santet, ilmu kebal, dan lain sebagainya. Namun, bagi mereka yang rajin mendekatkan diri kepada Tuhan yang mahakuasa, informasi atau dugaan seperti ini tak lantas ditelan mentah-mentah. '"Baik agamaku maupun agamamu, mengajarkan manusia untuk selalu berbudi luhur. Berbaiksangkalah. Mungkin pelakunya tak sengaja, atau jangan-jangan mereka cuma korban," tutur sesepuh desa yang terkenal alim di antara para tetua.